9. Acara nungging nunggingan?!

1.4K 2 0
                                    

Jam pulang, aku benar benar tak melihat keberadaan Kevan. Mengesampingkan itu, aku hari ini berencana untuk singgah sejenak di rumah Kelly. Sampai sebuah grab menghampiriku.

"Kak Amasya?" Aku mengangguk dan menerima sodoran helmnya. Pengalaman pertama naik grab. Aku menatap rokku yang pendek. Kulihat abang ojek itu melepas jaketnya dan memberikannya padaku.

"Pakai aja kak." Aku menerimannya dengan sungkan. "Makasih bang." Aku naik lalu menutupi pahaku dengan jaket nya. Kendaraan mulai melaju, aku memainkan handphone dan mencoba menghubungi Kelly. Namun, tak ada balasan.

Rasanya makin khawatir. Apakah Kelly baik baik saja? "Ini turun sebelah mana kak?" Aku tersentak dan ternyata kendaraan telah berhenti. Aku menunjuk depan. "Em, kesana dikit lagi bang."

"Oke stop sini bang." Aku menepuk pundaknya. Aku menyodorkan uang 20 ribu padanya. "Jangan lupa bintang lima nya kak." Aku mengacungkan jempol dan mengembalikan jaket hijaunya padanya kembali.

"Kalau begitu, saya duluan kak." Aku mengangguk dan segera masuk ke rumah Kelly. "Kelly?" Ucapku lirih karena rumah terasa sunyi. Aku melangkah masuk dan naik ke lantai dua. Aku menatap pintu kamar Kelly.

Krieet

Aku menatap Kelly yang sedang berpegangan di dashboard ranjang lalu menatapku kaget. Apalagi aku. Dia gak tau apa temennya panik dia sakit atau kenapa. Malah dia sedang melakukan hal gila.

Aku menutup pintuk keras.

Siapa yang gak kaget ngelihat adegan plus plus gaya anjing secara live! Aku mengumpat kesal. Kudengar suara lirih Kelly.

"Ahhh sya sorry nanggung, gue lanjutin ini dulu yahh nghh." Aku bergidik jijik dan pergi meninggalkan rumah ini. Entah rasanya badanku jadi panas dingin begini. Kenapa ya.

Aku menatap mobil yang terparkir. Ternyata benar mobilku di sini, meskipun mabuk dia tetap ingat bahwa kunci mobilku di bawa olehnya.

Aku memasuki mobil dan benar kunci masih melekat sempurna. "Pulang mandi!" Aku menghela napas berat. Anak itu membuatku sangat kesal hari ini. Kekhawatiranku di anggap angin sepele olehnya.

.
.

Kubuka pintu dan segera menuju meja rias, rasanya segar setelah mandi dengan air dingin. Aku keluar untuk membuat semangkok mie.

Rasanya malam dingin karena tadi sempat hujan sebentar opsi membuat mie dengan telur adalah hal terbaik. Ku sajikan dalam mangkok ketika sudah matang, lalu menuju sofa dan makan dengan lahap.

"Bisa gitu ya." Gumamku saat melihat seorang menampilkan sulap makan lampu. Memang cari uang bukan hal mudah. Aku mengangkat mangkokku dan menyeruput sisa sisa kuah. Aku bangkit dan mencuci bekas itu.

"Apa Kevan udah baik baik aja?" Gumamku lirih. Entah mengapa aku tak enak padanya. Karena nasi uduk pinggir jalan dia jadi seperti ini. Hendak menelpon pun tidak memiliki nomor cowok itu.

Tapi tunggu!

Bukankah bagus jika Kevan mendiamkanku? Berarti ada kemungkinan besar kita tidak akan berinteraksi. Yah, bagus dong? Tapi sebenarnya apa sih hubungan kami?

Teman? nope

Sahabat? Ar u kidding me?

Pacar? Dih apalagi ini. Bukan

Jadi apa dong? Udah asal nyomot bibir gue lagi. Aku menarik napas dan segera pergi ke kasur dan merebahkan tubuh ini yang 50% selalu di hinggapi rasa kantuk.

Hari ini cuaca sangat mendukung, sejuk lembab dan bau segar hujan. Aku mematikan lampu lalu menyalakan lampu bundar yang ada di meja samping ku.

.
.

Aku menggeliat sarat akan terganggunya cahaya yang keluar dari celah jendela ber gorden. Lalu sedikit membalikkan handphone untuk mengecek jam.

7.06

Aku bangkit lalu bergegas mandi. Aku harus ke tempat Kelly untuk membordir pertanyaan padanya. Dan setelah kepergok, dia sama sekali tak menghubungi ku? Cih itu kah sahabat? Taik☝️⬆️

Aku keluar menggunakan sepeda listrik dengan topi menghiasi kepalaku. Aku sedang ingin mengayuh, nanti kalau capek tinggal gas. Enakeun.

Aku berhenti di tempat pecel. "Budhe, nasi pecel nya dua ya." Penjual itu mengangguk dan aku segera mengambil beberapa gorengan dan tentunya peyek dan kripik tempe.

"Berapa?" Penjual itu tampak menghitung dan memberikan plastik beserta isinya padaku. "Tiga puluh sembilan." Aku merogoh lembaran biru dan menunggu kembalian.

Aku segera pergi menuju rumah Kelly. Aku memarkirkan sepeda lalu masuk kerumah sepinya. "Kelly!" Aku kali ini berteriak dan mendapat balasan dari Kelly.

"Aaaa sorry tadi malem gue mau ke apart lo tapi, Max masih gempur gue aja. Capek pol." Aku menggeleng heran. "Belom makan kan?" Dia menggelang.

"Sya sya, jadi anak tuh jangan hemat banget. Udah tau bonyok punya sawit." Kelly terbahak melihatku yang hanya membawa pecel. Enak loh gini gini.

"Pecel tuh lebih sehat dari pada steak atau makanan grill ya! Emang lo berharap gue bawain apa pagi-pagi gini." Aku mendengus lalu membuka bungkusan dan mulai makan dengan tangan.

"Bercanda ayang. Gue mah lebih suka pecelnya Bu Rami. Beuhh ini pecel enak banget." Ucapnya menggebu dengan menunjuk pecel.

Aku meremas bungkus pecel setelah habis tak bersisa ku makan. "Hari ini gue mau jalan ama cowok gue nih." Kelly menyengir. Aku menghela napas. Beginilah kalau punya teman bucin.

"Iya deh iya yang punya ayang." Kelly memelukku sebentar. "Emang jam berapa lo main?" Aku meneguk air dalam botol tupperware milik Kelly.

"Jam sepuluhan. " aku menatap jam yang menunjukkan pukul 9 lebih. "Ya udah gue cabut dulu." Kelly memberengut. "Sini aja sih." Aku mendelik. "Dan nungguin acara apel lo yang entah berakhir kapan itu? Big no!" Kelly terbahak.

"Ya udah ati ati."

Mengesampingkan hatiku yang saat ini sedang sebal dengan Kelly, aku segera mengegas sepedaku dan menuju rumah.

Emang sebaik apapun temen, kalau udah bucin susah! Pacar nomor satu besti kapan kapan


Garing ya?
Lagi buntu gaada otak, otaknya lagi di pinjem ayam

Partner In Bed Where stories live. Discover now