Meet His Parents

676 108 5
                                    

Sesuai dengan janjinya pada Jeongwoo semalam, Asahi benar-benar menemani si manis memasak. Keduanya asik berkutat dengan beberapa jenis sayuran dan bahan makanan. Sebenarnya Asahi saja pun tak masalah jika memasak sendirian. Tapi berhubung si manis meminta ikut memasak, jadilah keduanya memasak bersama.

"Ma, ini yang udah langsung ditaruh di meja makan?"

Asahi menoleh dan mengangguk. "Iya, Je. Tolong disusun ya."

Jeongwoo menurut. Ia mulai membawakan satu persatu masakannya, dan menatanya di atas meja makan.

Saat keduanya asik dengan kegiatan mereka, tiba-tiba saja bel rumah berbunyi. Baik Asahi maupun Jeongwoo saling menatap penuh tanya. Pasalnya, siapa yang bertamu di malam hari ini? Padahal Asahi, Jaehyuk, dan Jeongwoo tak memiliki janji pada siapapun.

Asahi pun membasuh tangannya. Bergegas membukakan pintu untuk sang tamu. Namun alangkah terkejutnya ia ketika melihat siapa yang datang malam ini.

"Mashi? Kak Junkyu?"

Sepasang suami istri itu tersenyum ketika Asahi menyapanya.

"Hai, Asa. Maaf kalau kedatanganku dan kak Kyu mengganggu kalian," ucap Mashiho.

Asahi tersenyum dan menggeleng. "Ngga ngeganggu kok. Oh, ayo masuk dulu," Asahi membuka pintunya lebih lebar, mempersilakan tamunya untuk masuk.

"Duduk dulu, ya. Aku buatin minuman dulu."

Junkyu dan Mashiho pun duduk di sofa, menunggu si pemilik rumah. Hingga di detik berikutnya Jeongwoo menghampiri mereka, menyalami kedua mertuanya.

"Ih, kamu makin manis aja, Je. Makin gembul. Sehat banget ibu hamil yang satu ini," ucap Mashiho.

Jeongwoo mendudukan bokongnya di samping Mashiho. "Iya, Ma. Haru beneran rawat Jeje sebaik itu."

Mashiho tersenyum lirih. Ternyata, putranya benar-benar menepati janjinya.

"Diminum dulu Mashi, kak Kyu. Aku panggilin Jaehyuk dulu, ya."

Setelah Asahi beralih memanggil Jaehyuk, atensi Junkyu dan Mashiho sepenuhnya berpusat pada Jeongwoo.

"Kamu dan Haruto gimana kabarnya, Je?" tanya Junkyu tiba-tiba.

"Aku baik, Pa. Haru juga baik-baik aja. Cuma emang jadwalnya lagi padat, jadi jarang di rumah."

Seulas senyuman terbit di bibir Junkyu. Tak menyangka jika putranya bisa tumbuh begitu cepat. Yang dulunya hanya bisa menghamburkan uang demi kesenangan semata, kini justru sudah asik bekerja.

"Oi, Kyu!"

Melihat sahabatnya menghampiri, Junkyu pun bangkit dari duduknya. Memeluk singkat sahabat sekaligus saudaranya itu.

"Apa kabar, lo? Tumben ngga tugas?"

Jaehyuk terkekeh. "Baik gue. Lagi ambil cuti aja. Sayang-sayang kan kalau jatah cuti gue dianggurin gitu aja?"

Akhirnya, mereka pun duduk. Saling berbincang singkat disana.

"Anak gue sering kesini, Jae?"

"Haruto?"

Junkyu tertawa, dan mengangguk. Memang siapa lagi anaknya selain Haruto Kim?

"Jarang, Kyu. Udah sibuk dia. Kalau kesini paling cuma buat anterin Jeongwoo, atau jemput Jeongwoo. Lagipula hubungan gue ngga baik sama anak lo."

Mendengar jawaban Jaehyuk, membuat Junkyu bergeming.

"Lo sama kayak gue ya, Jae? Belum bisa nerima kenyataan?" tanyanya hati-hati, takut menyakiti sahabatnya.

"Iya. Tapi semenjak perbincangan gue sama Asahi semalam, gue jadi mikir, ngga seharusnya gue begitu, kan? Gimanapun juga Haruto itu menantu gue. Dia juga penuhin tanggungjawabnya. Anak gue ngga dibiarin terlantar begitu aja. Bahkan uang tabungannya dia pakai buat beli rumah demi anak gue dan calon bayinya."

Junkyu mengangguk setuju. Ada rasa bangga tersendiri yang menyelinap diantara rongga dadanya. Ia pikir, setelah mengangkat kakinya dari kediaman Kim, Haruto akan menyerah dan meminta padanya. Namun ternyata, ia salah. Satu bulan lamanya Junkyu menanti sang putra, namun tak kunjung datang. Ternyata putranya memang ingin hidup mandiri.

"Jeongwoo, Haruto pernah kasar sama kamu?" tanya Junkyu yang dibalas gelengan oleh si manis.

"Haru selalu lembut ke Jeje. Bahkan ngga pernah bentak Jeje."

"Menurut kamu, Haruto gimana selama beberapa bulan ini?" kini Mashiho yang bertanya. Sebab sebenarnya ia juga penasaran dengan bagaimana kehidupan Haruto setelah semua kejadian itu.

"Baik. Haru itu suami yang baiik banget. Haru ngga pernah marah, sekalipun Jeje udah bertindak kurang ajar ke dia. Haru ngga pernah ninggalin Jeje gimanapun keadaannya. Haru juga pekerja keras. Sebelum kelulusan, Haru kerja di tempat Riki. Setiap pulang sekolah langsung kerja, pulang larut malam, dan setelahnya, pasti belajar untuk sekolahnya besok. Haru itu hebat pokoknya."

Jawaban dari Jeongwoo membuat Junkyu dan Mashiho terdiam. Benarkah anaknya sampai sebegitunya?

Junkyu menghela napasnya. "Anak gue sehebat itu ternyata, Jae," ucapnya.

Jaehyuk menepuk pundak sahabatnya. "Iya. Menantu gue sehebat itu, Kyu. Lo berhasil. Berhasil ngedidik dia dengan baik."

Junkyu terkekeh, dan menggeleng pelan.

"Gue buruk, Jae. Sehari setelah semua kebenaran terungkap, gue usir dia. Dia pergi gitu aja. Gue bahkan ngga tau perihal uang tabungan dia, yang kata lo dibeliin rumah buat istri dan anaknya. Gue bahkan ngga tau gimana kehidupan dia setelah gue usir gitu aja. Gue blokir semua akses dia, Jae. Gue baru tahu kalau Haruto sehebat itu."

Kini giliran Jaehyuk yang bungkam. Bukan hanya Jaehyuk, tapi juga Asahi dan Jeongwoo.

"Jadi, selama ini hubungan Haru, Mama Chio, dan Papa Kyu itu ngga baik-baik aja?" Junkyu dan Mashiho mengangguk serempak.

Jeongwoo mengerucutkan bibirnya. Rasa bersalah mulai menyelimutinya. Bagaimana bisa, ia bersikap masa bodo dengan semua itu? Ah tidak, rasanya Jeongwoo ingin menangis.

Asahi yang melihat itu hanya tersenyum. Ia usap pundak sang anak. "Jangan sedih gitu. Setelah ini, minta maaf sama-"

Belum sempat Asahi menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba saja deru mobil terdengar memasuki pekarangan rumah mereka.

Tanpa babibu lagi, Jeongwoo berlari. Berharap jika sosok itu adalah sang suami.

Sedangkan diluar, Haruto turun dari mobilnya. Rasa lelahnya terganti dengan rasa rindunya pada sang istri. Ia jadi tak sabar mencoba masakan Jeongwoo malam ini. Ia pun melangkah, menapaki anak tangga menuju pintu utama. Namun langkahnya terhenti kala sebuah pelukan hangat menerpa tubuh kekarnya.

Ia terkekeh kala mengetahui siapa yang memeluknya. Dilingkarkannya kedua tangannya di pinggang si manis.

"I am home, Wolfie,"

Our Captain Where stories live. Discover now