Least But Never Be The Last

564 83 0
                                    

"...I'm so in love with you, and i hope you know. Darling your love is more that weight in gold..."

Say You Won't Let Go - James Arthur

• • •

Setelah acara reuni kecil di rumah Jaehyuk, Haruto dan Jeongwoo memutuskan untuk pulang. Iya, mereka tidak menginap, sebab ingin bermalam di rumah saja. Tidak enak juga terlalu banyak menginap di rumah orangtua, kata Jeongwoo.

Dan setibanya di rumah, Jeongwoo segera membersihkan tubuhnya. Sedangkan Haruto asik menemani si kecil berceloteh. Entah apa yang diucapkan oleh Rakwon, Haruto hanya bisa tertawa, menganggukan kepala, juga menciumi kedua pipi berisi milik Rakwon. Jujur saja, ya, Haruto itu paling tidak tahan dengan hal-hal menggemaskan. Contohnya saja putranya, juga istrinya.

Namun di detik berikutnya, Rakwon berhenti berceloteh. Si kecil mengusak matanya yang kini sedikit berair. Haruto tersenyum melihatnya. Sepertinya, putranya itu sudah mengantuk. Karena sejak tadi, di rumah Jaehyuk, Rakwon tak bisa diam. Entah itu meminta pindah gendongan pada Jaehyuk, sampai melangkah kesana kemari dengan bantuan sang ayah tentunya.

Tangan besar Haruto bergerak mengusap punggung kecil sang putra dalam dekapannya. Sedangkan si kecil hanya bisa mendusalkan pipinya pada dada bidang Haruto, mencari kenyamanan tersendiri pada sang ayah. Hingga perlahan netra karamel itu mulai terlelap seiring dengan usapan lembut di punggungnya.

"Gemes banget anak Papa. Tidur nyenyak ya, sayangnya Papa Haru dan Mama Je," ucapnya setelah meletakan Rakwon di atas ranjang. Tepat di tengah-tengah, agar ia bisa menyisakan tempat untuknya dan juga Jeongwoo nanti.

Haruto mengambil dua buah guling, dan mengapit tubuh kecil Rakwon. Takut-takut sang putra terjatuh dari ranjang. Setelahnya, ia mengambil ponselnya, asik berselancar di sosial media.

"Haru, kamu ngga mandi?" tanya Jeongwoo yang baru saja keluar dari kamar mandi. Tangannya sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk.

Haruto meninggalkan ponselnya, lantas menghampiri Jeongwoo. Mengecup sekilas bibir si manis.

"Iya, iya. Aku mandi dulu ya, sayangku.."

Haruto segera berlari dari sana, sebelum Jeongwoo menggeram kesal.

Hei, walaupun ia sudah menikah lebih dari satu tahun lamanya, masih saja ia merasa malu dengan panggilan khas dari Haruto. Bukannya apa, jantungnya suka ribut kalau diperlakukan manis begitu.

Jeongwoo memilih untuk duduk di tepi ranjang, tepat di samping sang putra. Tangannya mengusap lembut surai Rakwon. Pernah tidak sih, Jeongwoo mengatakan, jika anaknya itu selalu menggemaskan? Pipi gembul yang kerap memerah karena kepanasan, mata bulat ciri khas Haruto, juga badan berisi membuatnya semakin terlihat menggemaskan, bukan? Ah, Jeongwoo jadi tak rela jika suatu hari nanti harus melihat perubahan pada tubuh gemas sang putra.

15 menit berlalu, Jeongwoo hanya diam, memperhatikan lelapnya Rakwon. Dengkuran halusnya membuat Jeongwoo mengulum senyuman. Tak pernah ia bayangkan bayinya tumbuh begitu cepat. Tak pernah ia alami kesulitan sedikitpun dari tumbuh kembang sang putra. Dan ya, Jeongwoo bahagia memiliki putra semenggemaskan ini.

Cup.

Sebuah kecupan berhasil membuyarkan segala pikiran Jeongwoo. Ia menoleh, menatap nyalang pada suaminya.

"Ish, kamu tuh, ngagetin terus!"

Haruto terkekeh. Ia memang senang sekali menjahili Jeongwoo. Sebab, wajah marah Jeongwoo itu sangat lucu, tahu. Seperti melihat anak kucing merajuk karena tidak mendapat makan siang dari majikannya.

"Iya maaf deh. Kamu ngga mau cuddle gitu sama aku? Kemarin kan kita ngga ketemu dua minggu. Ngga kangen aku, gitu?" tanyanya sambil mengusap pipi Jeongwoo.

Bibir yang lebih muda mengerucut. "Kangen.."

Tawa pelan terdengar dari bibir Haruto. Ia segera menarik tangan Jeongwoo. Membawa Jeongwoo ke pangkuannya setelah ia sendiri berhasil duduk di sofa. Didekapnya tubuh Jeongwoo. Diusapnya pinggang si manis.

"Kita udah jarang banget kayak gini ya, Wolfie?"

Jeongwoo mengangguk menyetujui. Memang keduanya jadi jarang berbagi kasih seperti ini. Bukan karena rasa bosan atau prahara rumah tangga. Tapi karena kesibukan masing-masing lah yang menjadi penghalang. Haruto sibuk dengan pekerjaannya, dan Jeongwoo sibuk mengurus kafe dan merawat Rakwon.

Kepalanya ia sandarkan pada pundak tegap Haruto. Menelusupkan wajahnya pada ceruk leher Haruto.

"Kenapa, sayang?" tanya Haruto tanpa menghentikan usapannya.

"Gapapa. Aku cuma mau peluk."

"Je, terima kasih ya, karena kasih aku banyak kebahagiaan. Terima kasih juga karena selalu dampingin aku disini. Aku ngga tau, gimana jadinya kalau kamu ngga jadi istriku. Aku mungkin ngga akan bisa dapatin warna baru dalam hidupku. Aku kira, Tuhan ngga akan kasih aku sebuah kebahagiaan. Tapi ternyata aku salah. Berawal dari kejahatanku, akhirnya Tuhan jadiin kamu rumahku. Terima kasih sudah memberiku cinta yang tulus, Yoon Jeongwoo."

Jeongwoo melonggarkan pelukannya. Menatap lembut pada Haruto. Menangkup pipi sang dominan. Lantas menyatukan dua ranum itu. Menggigit, menyesap, melilit lidah satu sama lain, bahkan bertukar saliva hingga beberapa menit berlalu.

Setelah melepaskan tautannya, Jeongwoo tersenyum. Ia usap pipi Haruto dengan jemarinya.

"Justru aku yang berterima kasih sama kamu, Haru. Terima kasih karena selalu disini sama aku. Terima kasih sudah mengajariku arti cinta yang sesungguhnya. Terima kasih sudah menjagaku dan Rakwon dengan baik. Terima kasih untuk segala kebahagiaan yang kamu kasih, entah secara sadar atau ngga. Terima kasih sudah terlahir menjadi Haruto Kim yang sangat membanggakan. Te-"

Grep!

Haruto mendekapnya lebih erat. Tak membiarkan si manis melanjutkan ucapannya.

"Udah cukup. Aku salting. Aku terima semua ucapan manis kamu. Udah, jangan dilanjut."

Jeongwoo tertawa. Ia usap kepala yang lebih tua.

"Eiy, seorang pilot pun bisa salting?"

Keduanya asik bergurau di tengah senyapnya malam. Akankah ini semua menjadi akhir kisah keduanya? Atau justru ada sebuah kejutan dalam akhir cerita? Entahlah, tunggu saja bagaimana epilognya..

Our Captain Where stories live. Discover now