02

64 11 1
                                    

hey, happy reading

...


Senyum tertahan terlihat di sudut bibir Byakta kala mengingat rupa dan senyuman tipis milik gadis yang ia temui kemarin malam di gerbong kereta, entah mengapa, rasanya candu sekali. Lagi, dapat ia rasakan jantung nya berdetak kencang hanya karena mengingat gadis Belanda semalam, biar kau ingatkan dirimu sendiri Byakta, gadis yang tak kau tahu namanya itu adalah seorang Belanda. Namun tak ayal ia malah tersenyum.

"Bahkan madu kalah manis melihat senyum mu, Byakta"

Komandan Djoko berkata jenaka kala melihat senyum indah milik Byakta yang jarang terlihat sebelumnya. Sedangkan yang digurau masih tetap menampakkan senyum nya yang kian lebar.

"Tampaknya kau sedang bahagia" Suyadi menyahut dari arah belakang.

Kini, Byakta tak sungkan untuk tergelak. Ya, ia akui ia sedang bahagia hanya karena membayangkan rupa gadis itu kan?.

"Ada kabar gembira ta?" Tanya Djoko

Byakta menggeleng lalu mengangguk, entah ia pun bingung bagaimana cara menyampaikan apa yang ia rasa sekarang, karena sejauh apapun Byakta bertugas dan sebanyak apapun gadis gadis yang di temuinya kala bertugas Byakta tak pernah tertarik, melirik pun tidak. Dan, untuk pertama kalinya ia tertarik pada gadis yang sialnya adalah Belanda.

Djoko mendengus kemudian meninggalkan Byakta serta Suyadi yang hanya terkekeh pelan dengan kelakuan Byakta yang tampak seperti orang bingung.

"Kau ini kenapa sih, ndak kaya biasanya" tanya Suyadi ingin tahu. Byakta menarik nafas dalam-dalam untuk dihembuskan kembali, melirik sekitar yang nampak sepi kemudian berkata,

"Aku suka seseorang"

Tiga kata yang mampu membuat Suyadi tergelak bukan main, sampai sampai mendapat teguran dari tentara lain karena suaranya yang keras, hey tentara juga harus butuh konsentrasi agar bau musuh dapat tercium. Suyadi memelankan tawanya, kemudian menatap Byakta yang kini menampilkan wajah malas yang sebenarnya sangat menjengkelkan.

"Maaf Byakta, mas kaget dan heran saja tiba tiba kau suka seseorang" ucapnya masih diiringi tawa geli.

Namun kali ini perkataannya diangguki oleh Byakta, ia pun sama herannya.

"Gadis mana yang berhasil mencuri perhatian mu?" Kali ini pertanyaan yang sungguh sungguh Suyadi ingin tahu.

"Rahasia"

Tak mungkin ia mengaku, nyawanya dan gadis itu bisa saja melayang karena dianggap penghianat bangsa. Biarlah ia simpan sendiri saja, yang jelas Byakta hanya ingin keamanan untuk sementara, entah apa yang akan terjadi kedepannya. Byakta tak tahu.

Evelyn tak mengerti, mengapa jantungnya berdetak dengan gila hanya karena tentara muda yang terus saja mengusik hati dan berkelana dipikiran nya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Evelyn tak mengerti, mengapa jantungnya berdetak dengan gila hanya karena tentara muda yang terus saja mengusik hati dan berkelana dipikiran nya.

"Eve, dia pribumi" ingatnya pada diri sendiri.

Terlalu memikirkan apa yang ia rasakan, Evelyn menelungkup kan wajahnya pada meja kecil dihadapannya, "tapi, kalau aku saja yang menyimpan rasa ini untuknya tak apa kan?"

Sunyi. Dirumah kecil yang ia tinggali sekarang sangat sunyi. Rumah yang menjadi tempat persembunyian nya dari kejaran sang ayah.

Sebenarnya, tak apa jika ia tertangkap oleh ayahnya. Tak akan ada hukuman atau apapun yang akan melukai nya, hanya saja ia muak berada di situasi saat ayahnya menjadi bringas dalam merampas.

"Dunia tahun ini gila, dan aku juga sama gilanya" lirihnya pelan kemudian memejamkan mata.

.
.
.

"Byakta, tolong antarkan dagangan ibuk" seru ibuk dari arah dapur

Byakta yang penurut itupun bangkit dari duduk nya, hari ini ia libur menjaga barak dan hanya bersantai dirumah, mengistirahatkan diri sembari menikmati sepiring bakwan jagung yang dibuat ibuk.

Udara pagi memang sejuk, saking sejuknya Byakta sampai berhalusinasi. Mengapa ia membayangkan nona Belanda itu yang berjalan di depannya. Maka yang dilakukan Byakta adalah mengerjakan matanya berulang ulang hanya untuk memastikan apa yang ia lihat bukan halusinasi. Tunggu, selamat untuk dirimu Byakta, itu bukan halusinasi.

Tapi apakah tidak berbahaya jika pribumi melihat Belanda yang berkeliaran sekarang? Otaknya seketika tak bisa berpikir. Apa yang harus ia lakukan?

"ayo berpikir lah Byakta"desisnya melirih.

"Hey, nona!"

.
.
.

"Hey, nona!'

Evelyn terperanjat ketika mendengar suara orang memanggil dari belakangnya. Maka dengan cepat ia berbalik arah dan menemukan atensi tentara muda yang mengusik ketenangan malam nya semalaman.

Kakinya kaku, tak bisa bergerak sedikitpun dari tempatnya berdiri. kala matanya menangkap pergerakan mendekat dari Byakta-pun, ia tak bisa berkutik, hanya mampu berdiam tanpa berbicara juga.

Sialnya, Byakta lebih mengesankan pagi ini daripada yang Evelyn lihat terakhir kali. kemeja coklat serta celana kain panjang membuatnya tampak berbeda. Tampan.

"Apa yang kau lakukan disini?"

Bahkan suaranya lantang nya pun terdengar halus, Evelyn merasa ini semakin tak baik untuk jantungnya.

"Nona?"

Bodoh kau Evelyn, mengapa hanya membisu?

"Ah, iya maafkan aku"

Sekarang Evelyn merutuki dirinya sendiri karena mengatakan sesuatu yang tidak jelas. Dan semakin ingin menenggelamkan diri karena memilih berlari meninggalkan Byakta yang masih terdiam di sebrang sana.

"Siapapun, tenggelamkan aku sekarang"

...

TBC

Sanjiwa.Where stories live. Discover now