06

54 10 5
                                    

hey, happy reading

...

Byakta bangun dengan wajah cerah mengalahkan sinar mentari yang menyerobot masuk melalui jendela disamping tempat tidurnya. semalam rasa bahagianya terlalu menggebu dan semakin membara saat ini, ketika di dapur sudah ada ibuk bersama sang nona Belanda.

"pagiku indah" ucapnya terus memandangi dari pintu dapur.

"disambut belahan jiwa" lanjut nya geli.

ibuk yang berbalik ingin mengambil sutil dibuat terkejut saat melihat Byakta berdiri tak jauh dari gorden dapur, persis seperti anak kecil yang ingin tahu sesuatu, bedanya Byakta sambil tersenyum.

"di delengi bae, wong ora bakalan mlayu nang ngendi ngendi" ucap ibuk dengan logat jawa yang khas. sengaja, sebab takut jika ucapannya dimengerti oleh si nona Belanda dibelakangnya. sementara Byakta yang tersadar memilih meninggalkan dapur dan pergi ke kamar mandi, malu euy.

("diliatin terus, orang ga bakalan lari kemana mana")

singkatnya, selepas membawa sang nona Belanda ini masuk kedalam rumah guna membersihkan diri ibuk bercerita singkat bahwa sang nona yang ia ketahui namanya adalah Evelyn itu sementara akan tinggal disini, setidaknya sampai saat di mana keamanan Evelyn aman.

walaupun ibuk sempat berfikir bahwa dengan menyembunyikan gadis Belanda di dalam rumah sama dengan berkhianat terhadap bangsanya, namun ini adalah kemanusiaan. gadis Belanda itu butuh perlindungan.

"saya jamin aman buk, wong saya dan para petinggi tentara yang lain sudah tau" komandan Djoko berkata.

"sedikit ndak nyangka juga saya kalau Byakta sukanya orang luar" Suyadi menambahkan

sementara itu, ibuk mulai memahami bahwa putra nya mencintai gadis Belanda. tidak ada yang salah dengan cinta, yang salah adalah kepada siapa cinta itu kita labuh.

"yowes lah"

.
.
.

Evelyn tak menyangka, jika berada 'satu atap' dengan Byakta adalah kesalahan besar. sebab degupan jantungnya, pasokan udara disekitarnya, serta wajahnya yang mungkin saja terlihat semerah tomat, dapat membuatnya mati kutu.

seperti sekarang, selepas membantu sang tuan rumah memasak Evelyn terjebak di meja makan bersama Byakta. keduanya sesekali mencuri curi pandang tanpa ada percakapan apapun, kecuali degup jantung yang menggila secara bersamaan dan hanya diketahui oleh diri masing masing.

"aku Byakta bhardika"

Evelyn membeku saat tangan besar yang sedikit kasar itu kembali terulur dihadapannya untuk yang kedua kalinya. melihat sang empu yang masih tersenyum tapi, ragu ragu menjabat tangan itu.

"Evelyn"

yang terjadi selanjutnya adalah hening.

keduanya memang ahh sudahlah, jelasnya Byakta tersenyum semakin cerah lalu bangkit dari duduknya.

"aku pamit bertugas selama dua minggu, tolong jaga ibuk dan dirimu. sampai jumpa. lyn"

tangan itu mengacak lembut surainya, astaga.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Sanjiwa.Where stories live. Discover now