30. Bulan madu sesungguhnya

5.4K 286 1
                                    

⚠️21+⚠️

Suara adzan membangunkan Radhit dari tidurnya. Ia melihat ponselnya yang menunjukkan waktu 04.16 WIB. Ia meletakkan ponselnya dan menarik selimutnya. Pagi ini udara terasa dingin, entah karena suhu AC yang terlalu tinggi atau karena ia yang tidak memakai sehelai benang pun.

Radhit menoleh ke arah Oci yang tenggelam dalam selimut. Ia mengulum bibirnya berusaha menahan senyum ketika mengingat malam kebahagiaan itu.

***

"Mau nonton apa, mas?" tanya Oci yang sudah duduk di atas kasur.

"Nonton apa aja yang penting jangan drakor," ujar Radhit yang sibuk mengeringkan rambutnya.

"Okey, kita nonton King the Land," ujar Oci yang mulai mengetik judul di aplikasi merah.

"Film tentang apa? Kerajaan?" Radhit menoleh sebentar ke arah televisi.

"Tonton aja." Oci tersenyum tipis.

Beberapa saat setelah opening, terdengar suara narasi dari layar televisi yang membuat Radhit kembali menoleh.

"Kok drakor?" protes Radhit. Ia berjalan ke arah Oci untuk merebut remot yang Oci pegang.

"Bagus kok ceritanya." Oci berhasil menghindar dari Radhit.

"Ngantuk, Ci, kalau nonton drakor."

"Nggak papa, biar nggak begadang." Oci menatap Radhit dengan senyum mamis di bibirnya.

"Siniin remotnya." Radhit melambaikan tangannya bermaksud meminta remot yang dipegang oleh Oci.

Oci menggeleng, "Duduk aja, nikmatin filmnya."

"Oke." Radhit bersandar di kasur diikuti oleh Oci yang masih meyembunyikan remot di belakang tubuhnya.

Keduanya fokus pada televisi, tetapi yang Oci tidak tahu adalah Radhit yang sudah membuat sebuah rencana untuk mengambil remot itu. Dengan gerakan cepat Radhit mencekal tangan kiri Oci yang membawa remot. Ia juga membuat Oci berada di bawah tubuhnya

"Mas Radhit!" teriak Oci kaget. "Minggir nggak?" ujatnya lagi.

"Mana dulu remotnya? Kita nonton apa aja, deh, selain drakor." Radhit masih mempertahankan posisinya.

Namun, beberapa saat kemudian mereka lupa bahwa saat ini tengah merebutkan sebuah benda karena tatapan mereka terkunci satu sama lain. Posisi tubuh Radhit yang menindihi Oci membuat keduanya leluasa saling menatap.

Hanya beberapa menit hingga akhirnya Oci tersadar dan ia kembali bergerak. Namun, lututnya yang tidak berbalut apa-apa tidak sengaja menyentuh sesuatu yang sudah mengeras di bawah sana. Oci kembali menatap Radhit yang kini menghela napas. Oci tidak bodoh, ia tahu betul apa yang terjadi sekarang.

"Bentar, mau ke kamar mandi dulu." Radhit bangkit dari posisinya menuju kamar mandi.

Namun, belum sempat Radhit memasuki kamar mandi, suara Oci terdengar.

"Mas aku udah bener-bener siap," ujar Oci pelan.

Radhit terdiam sejenak, ia menoleh dan tersenyum ke arah Oci yang kini menatapnya, "Nggak papa, jangan dipaksa."

Our Traumas [End]Where stories live. Discover now