Naga BME

23 2 8
                                    


Dong Ju menunggu di sana.

Dengan mata tajam dan sikap dingin seorang manajer muda yang siap memerintah. Tak mudah mentolerir kesalahan, tak menerima pembangkangan, tak suka keringanan.

Mita merasakan badannya panas dingin, ketika sosok di hadapannya melirik arloji.

"Lima menit, Mita," tandasnya tajam. "Kamu telat lima menit!"

Bagaimana ia menjelaskan bahwa stasiun Hongdae sangat padat dan kakinya kram sembari berlari-lari? Haruskah ia menjelaskan bahwa sedari pagi ia harus berkejaran dengan waktu mengurusi semua hal sendirian, termasuk menyediakan segala hal keperluan Kirana, artis muda yang harus diasuhnya? Itaewon juga sangat sibuk di jam-jam kerja. Dong Ju mengajaknya bertemu di Itaewon karena ia harus mengurus beberapa visa artis asuhannya.

"Aku terapis, Dong Ju!" teriak Mita, tentu dalam hati. "Jobdesc-ku bukan babystter. Tapi di sini aku sekarang, harus ngawal sama ngurus Kirana biar dia gak jatuh sakit lagi!"

Dong Ju tak menatap Mita, mengalihkan pandangan ke arah kopinya sendiri.

"Joisonghamnida," Mita membungkuk, meminta maaf dengan bahasa paling sopan.

"Duduk," Dong Ju memerintahkan.

Mita menurut. Begitu canggung hingga hampir tersandung kakinya sendiri! Café kecil di area Itaewon yang berdekatan dengan pembuatan visa turis, memang selalu ramai. Bahasa multietnis membuat pendatang seperti Mita merasa lebih nyaman. Selentingan ucapan dalam bahasa Inggris, Perancis, Jepang, Melayu dan tentu Korea terdengar. Membuat Mita tak merasa sedang di negeri orang.

"Kamu capek?" tanya Dong Ju.

Mata Mita terbelalak.

Segelas kopi disodorkan, membuat Mita tersanjung oleh perhatian. Begitu disesap, terbatuk. Shhhhffft, muka Mita merah padam. Dong Ju tersenyum meremehkan. Bagi Mita, kopi itu benar-benar sebuah peringatan keras. Pahitnya!

Dong Ju mengeluarkan serbuk gula dari saku, memberikan pada Mita. Menyuruhkan segera bangkit padahal belum beberapa menit duduk.

"Aduk saja di jalan," ujar Dong Ju. "Habiskan cepat atau simpan di tas. Kita berangkat sekarang."

Mita tersedak. Memanggul ransel, mengantongi gula, menggenggam gelas kopi. Sangat estetik persis adegan di film-film. Tapi adegan itu terlalu bombastis di tengah terik cuaca musim panas Seoul. Tubuhnya berkeringat, bedaknya entah sudah larut dan jilbabnya lepek tak karuan.

"Kita naik...," suara Mita tercekat.

"Kenapa?"

"Kamu nggak bawa kendaraan sendiri?" tanya Mita bodoh.

"Kamu pikir kami agensi besar?" bentak Dong Ju. "Kita naik angkutan umum! Siapkan kartumu!"

Langkah kecil Mita tertatih di belakang Dong Ju. Lelaki muda itu segera mengenakan wireless earphone, terlihat mendengarkan lagu sembari memberikan isyarat pada Mita untuk tak lepas dari dirinya.

Sembari menyimpan kopi di kantung ransel samping, Mita memeluk tasnya di depan. Kebiasaan dirinya saat naik angkutan umum agar tak rawan dicopet, walau hal itu sangat jarang ditemukan di Korea. Kereta subway yang membawa Dong Ju dan Mita dipenuhi penumpang, baik pekerja atau wisatawan. Mereka tak mendapat tempat duduk, dan Mita harus beringsut menyesuakan diri dengan area kosong.

"The next station : Sindang."

Suara lembut dan jernih mesin pemandu memberi tahu penumpang.

Goncangan pelan kereta saat akan berhenti membuat beberapa penumpang terhuyung. Dong Ju menangkap lengan Mita yang hampir terjerembab, membuat gadis itu merasa jengah.

My Soul & Your SeoulNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ