bab 26

684 41 2
                                    

~happy reading~

"pih, Raya hilang saat ke toilet. Aku gak tau dimana Raya sekarang, papi bantu aku pih. Aku takut Raya kenapa-kenapa!" suara dengan nada bergetar terdengar ditelinga Arland.

Saat ini Arland tengah berbincang dengan salah satu sahabat sekaligus rekan bisnisnya, Daren Yoshua.

Arland yang diberitahu bahwa putrinya menghilang sangat shock, bahkan saat ini pikirannya kosong. Bayangan saat dimana Rayasa ditemukan dalam keadaan mengenaskan berputar dikepalanya.

"kenapa kau tidak becus menjaga satu adikmu Rayyan! Papi mempercayaimu menjaga Raya untuk keselamatannya. Ini sudah berapa kali kami lalai dalam menjaganya Ray,  setelah ini tidak ada toleransi untukmu lagi, papi akan membawa Raya pergi jauh darimu.!" setelah mengatakan itu, Arland langsung pergi tanpa berpamitan. Saat ini fokusnya adalah mencari putrinya. Jangan sampai Raya mengalami hal yang sama lagi.

"ya Tuhan, jangan lagi kau membuatnya menderita. Kalau bisa menukarnya, aku ingin menukarnya. Putriku yang manis jangan sampai merasakannya lagi, aku tidak sanggup bila kehilangannya ya Tuhan." Arland terus berdoa dalam hatinya, ia sangat takut kalau putrinya akan merasa putus asa dan menyerah.

"Harry bantu aku mencari putriku, terakhir kali dia berada ditoilet kediaman Brane. Cepat temukan putriku.!" Arland menelpon bawahannya. Ia menyuruhnya melacak keberadaan Raya.

"baik tuan, saya akan segera menemukannya." ucap Harry, ia langsung menjalankan perintah atasannya dan memanggil teman satu profesinya.

Lima menit kemudian..

Harry sudah menemukan keberadaan putri atasannya, kebetulan ada salah satu temannya yang berjaga disana. Namun mereka tidak mengetahui kalau putri atasannya menghilang.

"tuan saya sudah menemukan nona Raya, nona ada di gudang belakang tuan." setelah mengetahui keberadaan putrinya, Arland langsung berlari ketempat dimana putrinya berada.

Saat sampai disana, Arland sangat terkejut melihat kondisi putrinya.

Rayasa terlihat duduk bersandar ditembok, kakinya lurus dengan tangan yang lurus juga, pandangannya terlihat kosong. Saat ini putrinya seakan telah kehilangan jiwanya.

"sayang maafkan papi, lagi-lagi papi gagal melindungimu. Apa yang harus papi lakukan Raya? Kenapa kau seperti ini?" Arland memeluk tubuh putrinya yang bagai boneka hidup, putri kecilnya yang malang. Arland merasakan jantungnya diremat oleh tangan tak kasat mata.

"sekarang kita pulang ya, papi janji saat ini papi akan selalu menjagamu. Papi akan membawamu menjauh dari sini, biarlah Raline yang akan menggantikanmu disisi Rayyan. Tapi papi mohon Raya bertahan ya, demi Sam dan El." Arland terus berbisik lirih ditelinga Raya.

Airmata sudah mengalir deras di pipinya. Ia sangat sakit melihat kondisi putrinya.

"papi janji sayang, kali ini tidak ada ampun lagi. Akan papi habisi orang yang membuatmu seperti ini." Arland bangkit dari duduknya, ia mengangkat putrinya dan membawanya pergi. Saat ini juga ia akan membawa putrinya pergi sejauh mungkin. Biarlah putranya disini nanti ia akan menjemput Raline untuk menemui Rayyan.

***
"kenapa papi membawa Raya tanpa seizin ku?" Saat tiba di negara A, panggilan pertama yang masuk adalah putranya, ia dapat merasakan emosi putranya meski hanya dari telepon.

"papi tidak butuh izin mu Ray. Dan saat ini hanya membawa adikmu ketempat yang jauh dari tempat tinggalnya adalah yang terbaik. Papi akan memberi perawatan adikmu disini, dan kamu akan mengurus perusahaan yang ada disana!" ucapnya tanpa bantahan.

"dan saat ini Harry sedang menjemput adikmu Raline, baik-baiklah dengannya. Papi harap saat kondisi Raya stabil, kalian bisa berkumpul kembali." tanpa menunggu jawaban Rayyan, Arland mematikan teleponnya. Ia ingin fokus dengan kesembuhan Rayasa saat ini.

Arland menatap putrinya yang sedang tidur diatas kasurnya, ia memiliki sebuah mansion dinegara A. Bukan tanpa alasan ia membeli hunian disini, terkadang saat perjalanan bisnisnya kenegara ini, Arland malas untuk menginap dihotel, itulah alasannya ia membeli mansion ini.

Ditengah lamunannya, Arland tersadar saat tangan halus menyentuh tangannya. Ia yersenyum pada sosok putrinya yang tengah menatapnya datar.

Ia bangkit dan keluar untuk memanggil dokter pribadinya. Setelah memanggil dokter Arland kembali kekamar putrinya.

Baru saja masuk beberapa langkah, suara Raya menghentikan langkah Arland.

"kenapa papi lakuin itu?" pertanyaan yang keluar dari Raya, sontak membuat Arland mengernyitkan dahinya.

"memang papi melakukan apa?" balasnya dengan pertanyaan.

"kenapa papi tidak pernah bilang kalau aku punya anak, kenapa papi membiarkan mereka lahir?"
Arland terkejut mendengar ucapan putrinya, darimana Raya mengetahuinya?

"siapa yang memberi tau kamu tentang hal itu? Apa itu bajingan Alexander itu?" tanya Arland marah, ia sangat marah saat ini.

"ya, bajingan itu yang telah memberi tau ku, dia yang sudah mengahancurkan hidup aku. Kenapa papi, apa salahku? Kenapa dia membalas perbuatan papi padaku? Aku tidak tau apapun, bahkan aku tidak mengenalnya, lalu kenapa dia melampiaskan dendamnya padaku? Kenapa bukan pada papi atau pada Rayyan, kenapa? Akhhh, aku tidak mau hidup lagi papi, biarkan aku mati!" Raya terus meracau dalam tangisnya, ia sangat putus asa saat ini.

Akhhh,, hiks hiks..

Tangisan pilu terdengar dikamar yang terdiri dari dua orang itu. Arland terlihat kaku melihat putrinya sangat menderita. Ini adalah kesalahannya, andai saja ia dapat menjelaskan yang sebenarnya. Tidak mungkin hal ini terjadi pada Raya, putrinya.

"jangan lakuin itu Raya, papi mohon jangan tinggalin papi. Apa gunanya papi hidup kalau kamu pergi ninggalin papi, jangan ya sayang. Tolong berikan pisau itu pada papi." Arland mencoba meyakinkan putrinya saat putrinya menggenggam sebuah pisau. Ia tadi tidak melihat adanya benda itu disana. Lalu darimana pisau itu?

"tidak, semua karena kalian. Hidupku sudah hancur, apa gunanya aku hidup. Aku benci kalian!"

Jleb

Pisau itu menancap sempurna di dada Raya, membuat Arland melotot.

Bruk

Tubuh Raya jatuh kelantai, darah segar mengalir dari mulutnya. Arland berlari menghampiri tubuh putrinya.

Ia mengangkat kepala Raya dan merebahkannya diatas pahanya, Arland memeluk tubuh putrinya.

"cepat siapkan mobil. Putriku dalam bahaya." teriakan Arland membuat pelayan yang sedang bertugas buru-buru menjalankan perintah bosnya.

"bertahan Raya, jangan tinggalkan papi. Papi mohon!" suara racauan terdengar sepanjang atasan mereka berlari.

Arland tidak peduli bila harus menggendong putrinya menuju halaman mansionnya yang sangat luas. Ia tidak mau memikirkan apa yang akan terjadi bila Raya tidak segera sampai dirumah sakit.

Darah yang keluar semakin banyak hingga membasahi pakaian yang dikenakan Arland. Sesekali ia melihat putrinya yang sudah pucat pasi bahkan badannya sudah terasa dingin.

Ia semakin panik saat merasakan itu.

"kenapa tidak sampai juga, akan kuhancurkan mansion ini jika terjadi sesuatu pada putriku." ucap Arland dalam hati.

Saat tiba dimobilnya, Arland membaringkan tubuh Raya dikursi penumpang, sedangkan Arland menuju kursi kemudi. Ia menyuruh supirnya untuk turun.

Arland akan mengemudikan mobilnya sendiri.

Saat ini ia merasa dikejar waktu, demi keselamatan putrinya. Ia rela bertaruh nyawa.

~to be continued~

The story of figureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang