Lah, buat apa, sih? Nulis, ya, nulis aja. Apa tujuannya berprinsip? Seperti mau berkomitmen dengan anak orang saja. Padahal, kan, hanya sekadar anak kertas!
Eits, jangan salah! Menjadi penulis yang berprinsip itu penting. Mengapa? Sebab sama seperti setiap orang semestinya memiliki prinsip hidup agar tidak terombang-ambing, kamu juga harus berprinsip sebagai penulis agar lebih produktif.
Lalu ... seperti apa prinsip yang dimaksud?
Mari kita bahas prinsip hidup terlebih dahulu untuk gambarannya. Setidaknya, hampir semua orang memiliki satu pendirian dalam hidup; entah menjadi individu yang tidak mau merepotkan orang lain selagi masih mampu atau pantang menyerah sebelum mendapatkan keinginan—nah, masing-masing tentu memiliki pedoman yang berbeda-beda.
Selain membantu agar lebih bijak dan membentuk karakter yang lebih baik, dengan memiliki prinsip, seseorang diharapkan bisa menyesuaikan diri terhadap segala sesuatu yang akan terjadi. Inilah yang menjadi alasan kuat mengapa aku mengaitkan topik ini ke dalam aktivitas menulis dan memasukkannya ke dalam buku 'Hai, Penulis! Jadilah Seperti Kerang. Dengan memiliki prinsip, niscaya kekonsistenan terasa lebih nyata.
Berikut adalah tips yang kuterapkan selama ini.
1. Batasan ada untuk dilampaui. Dengan kata lain; jika mereka bisa, mengapa saya tidak? Berasa klise dan sangat basi untuk dipedomankan, tetapi jujur saja, ini cukup efektif bagi mereka yang percaya pada kemampuan diri. Aku pernah menyampaikan satu pernyataan ini kepada teman-teman perihal kita sebenarnya beruntung menjadi penulis. Mengapa? Sebab sastra tidak pernah bernilai sempurna. Kita bebas mengekspresikan diri lewat tulisan, jadi tidak akan ada rumus-rumus atau pemecahan paten yang harus kamu hafal supaya bisa menulis. So, kenapa kamu nggak bisa?
2. Bunuh rasa insecure dan segera olah menjadi percaya diri. Dengan kata lain, fokuslah pada totalitas. Dengan menyajikan karya sesempurna mungkin, percayalah ketulusan akan sampai pada orang yang tepat. Seperti sastra yang tidak akan bisa mencapai nilai 100, pembaca juga demikian. Karyamu bisa saja dinilai tidak bagus oleh sebagian besar orang, tetapi yakinlah akan ada lebih banyak lagi pembaca yang menyukai tulisanmu.
3. Lagi-lagi berbicara tentang kesempurnaan, karyamu juga tidak mungkin bisa langsung se-perfect itu. Menyajikan karya sempurna bukan berarti menjadi sempurna di mata orang lain. Kamu butuh improve, kamu butuh kritik, dan kamu butuh step by step. Itulah sebabnya mengapa kamu harus terus step forward. Dikritik sampai tertampar mental? Itu normal. Semua penulis pasti mengalaminya, termasuk aku. Namun, apakah perjalananmu lantas berakhir sesederhana dikritik orang lain? Bila tidak, maka tunjukkan dengan terus belajar dan memperbarui tulisan. Jangan takut me-remake karya sendiri. Bahkan penulis pro sekalipun merevisi karyanya ketika akan mencetak ulang. Apalagi dirimu. Benar, 'kan?
4. Terkadang, kamu membutuhkan setidaknya satu idola agar bisa mengingatkanmu setiap melihat pencapaiannya. Bisa siapa saja, mau itu penulis senior atau bahkan idola K-pop. Cari tahu bagaimana perjalanannya sebelum sukses agar bisa memotivasi dan menginspirasimu.
5. Pantang mikirin cerita baru sebelum tamat. Pokoknya, kawal terus sampai nikah, eh sampai tamat. Ngomong-ngomong, poin nomor lima ini aku khususkan kepada penulis yang sudah terbiasa atau pernah menulis karya tamat, ya. Disarankan untuk terus bertahan supaya tidak oleng.
Pesan:
Tulisan mencerminkan kepribadian. Maka, bertotalitaslah dalam menulis agar pembaca bisa 'menemukan'-mu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Penulis! Jadilah Seperti Kerang - Sebuah Motivasi Menulis
Non-FictionPlease vote if you get motivated 🌟 'Hai, Penulis! Jadilah Seperti Kerang' adalah caraku memotivasi penulis sejauh pengalaman menulisku. Aku berharap semoga penyampaian di dalamnya bisa sedikit-banyak mendorong semangat untuk lebih percaya diri sert...