Kalah?

357 48 0
                                    

Saat amarah menguasai Fauzan, kendali dirinya atas situasi mulai tergelincir. Keinginannya untuk selalu menang dalam setiap pertempuran menjadi kelemahan tersendiri. Meskipun ia berusaha keras untuk mengendalikan emosinya, namun terkadang amarah itu tumbuh begitu besar sehingga sulit baginya untuk tetap berpikir jernih.

Rasa sakit dari pengalaman masa lalunya, kekecewaan yang pernah ia alami, serta perasaan dikhianati oleh orang-orang terdekat, semuanya menjadi bahan bakar yang mengobarkan api amarahnya. Lelaki itu bisa merasakan bagaimana darahnya mendidih, mengalir cepat di seluruh tubuhnya, dan meledak-ledak di dalam dirinya.

Tidak sabar untuk menghancurkan lawannya.

Langkah kaki Fauzan menggema di dalam ballroom yang penuh gemerlap cahaya. Tatapan penasaran dan kagum dari tamu-tamu yang hadir memenuhi udara begitu ia memasuki ruangan. Tuxedo merah maroon yang dipilihnya mengundang perhatian setiap orang, terkesan berani dan elegan secara bersamaan.

Fauzan mengedarkan pandangannya ke sekitar, mencari target yang ingin ia lumpuhkan saat ini juga.

Kemampuan Fauzan menguasai ruangan tanpa mengeluarkan kata-kata atau gerakan yang berlebihan begitu mengagumkan. Ia seolah memiliki kendali penuh atas suasana, membuat semua orang ragu untuk mendekatinya. Aura membunuh tak hanya terlihat pada tatapan matanya yang tajam, tetapi juga terasa dalam udara.

Siapa yang berani mengusik menantu kesayangan keluarga darmawangsa itu?

"Menjijikan."

Dengan tatapan tajam yang menusuk, Fauzan menatap perempuan berambut gelombang, Kanaya. Perkataan sinis yang diucapkannya dengan senyum meremehkan menyiratkan ketidakpuasannya. Seolah ingin menyatakan bahwa perempuan di hadapannya tidak lebih dari sekadar sampah yang menarik perhatian dengan cara yang menjijikkan.

Kanaya, meski tersentak dengan ucapan Fauzan, tetap mempertahankan ketenangannya. Ia menatap Fauzan dengan pandangan yang menunjukkan ia tidak terpengaruh oleh provokasi tersebut.

"Melihat lu menyeret nama gua biar dikenal orang lain," lanjut Fauzan dengan suara rendah, tetapi penuh kepercayaan diri. Kata-kata itu seperti cambukan yang diarahkan langsung ke Kanaya, membuat perempuan itu sedikit gemetar. Dia ingin menggambarkan bahwa upaya Kanaya untuk menarik perhatian dengan menggunakan namanya tidak berpengaruh apapun kepada dirinya.

Aura yang dimiliki Fauzan terus memancar, mengisi ruangan dengan ketegangan yang hampir terabaikan. Di antara mereka, terasa seperti ada medan energi yang berbenturan, membuat udara semakin tegang. Namun, Kanaya tetap teguh dengan pilihan untuk tidak menurunkan kewibawaannya, tak peduli betapa kuat aura dominasi yang dipancarkan oleh Fauzan.

Kanaya mendengus, wajahnya memerah karena amarah yang hampir meledak. "Stop pretending that you always win," ujarnya dengan suara yang bergemetar marah.

Fauzan merespons dengan terkekeh pelan, raut wajahnya tenang. "But in fact, I always win. Didn't I?" ucapnya dengan percaya diri, sebagai tanggapan atas pernyataan Kanaya.

Namun, Kanaya tidak memberikan jawaban langsung. Tatapannya penuh dengan rasa kesal dan amarah. Semua upaya yang telah dia lakukan tampaknya sia-sia, terutama setelah dia membongkar masa lalu Fauzan di depan media. Rasa frustasi yang tak terbendung mengisi dirinya. Hati Kanaya merasa sial atas situasi yang tak sesuai dengan rencananya.

"There is no competition between us, because the winner is always me. Do you realize that?" kata-kata Fauzan semakin memicu amarah Kanaya, seolah harga dirinya diinjak-injak. Ia merasa sesak napas, dan hasrat untuk menampar lelaki di hadapannya semakin kuat.

Kanaya, dengan mata yang memancarkan kemarahan, melihat Fauzan dengan rasa benci yang nyaris tak tersembunyi. Pertempuran antara dua pribadi yang begitu kuat itu menjadi hiburan gratis untuk beberapa orang yang hadir. Meskipun belum ada tindakan fisik, pertukaran pandangan dan kata-kata ini adalah bentuk pertarungan psikologis yang tak kalah memikat. Dan meski keduanya tak sepakat, satu hal pasti: aura Fauzan yang begitu mendominasi dan amarah Kanaya yang tak bisa tersembunyikan membuat momen itu terlalu mengesankan untuk diabaikan.

"Tidak perlu berpura-pura bahwa lu selalu menang. Itu hanya ilusi yang lu ciptakan untuk melindungi diri lu sendiri," ujar Kanaya dengan tegas, merespons tanpa ragu pernyataan Fauzan sebelumnya.

Namun, ucapan Kanaya justru membuat Fauzan terbahak-bahak. Sebuah tawa pelan dan mencemooh meluncur dari bibirnya. Pandangannya menyiratkan pandangan meremehkan pada Kanaya. Sungguh, menurut Fauzan, perempuan di hadapannya ini seperti tidak menyadari siapa yang selalu berada di posisi pemenang.

Apakah perempuan itu tidak tahu bahwa dia selalu berhasil mencapai apa yang diinginkannya? Fauzan adalah sosok yang tak terkalahkan, atau begitulah yang dia yakini. Dia menganggap dirinya memiliki kendali atas situasi dan dapat mengatur keadaan sesuai dengan keinginannya sendiri.

"Apa lu pernah melihat gua kalah?" tanya Fauzan dengan nada sarkas.

Pertanyaan itu menggelitik Kanaya dan membuatnya mendengus sebal. Siapa yang pernah melihat lelaki tersebut kalah? Tidak ada. Fauzan selalu menang, dan itu adalah kenyataan yang sulit diabaikan.

"Kepercayaan diri lu itu menjijikkan," ujar Kanaya dengan nada rendah, namun tegas. Ucapan itu muncul dari hatinya yang penuh kekesalan terhadap sikap Fauzan yang begitu mengagungkan dirinya sendiri.

Namun, jawaban Fauzan hanyalah gelak tawa yang mengudara. Matanya menatap Kanaya dengan senyum yang melekat di wajahnya. "Menjijikkan lebih cocok untuk orang yang mencoba menjatuhkan gua tapi gagal," ucapnya dengan seringai yang semakin memancing emosi Kanaya. "Atau bisa disebut sebagai pecundang," tambahnya dengan senyum kemenangan.

Kanaya merasakan darahnya mendidih. Ucapan terakhir Fauzan adalah pukulan terakhir dalam perdebatan mereka malam ini. Dengan langkah kesal, Kanaya menghentakkan kakinya dan bergegas pergi. Walaupun suaranya tidak terucapkan, rasa frustasi dan kemarahan dalam dirinya begitu kuat. Meninggalkan Fauzan dengan senyumnya yang masih membingkai wajah tampannya.

ScandalWhere stories live. Discover now