20. Sebuah Senyuman

511 81 9
                                    

____

2017

"Jadi? Gimana? kalian jatuh dari motor?" tanya Amar.

Diba tertawa, "Gak lah! Kalau gue jatuh, udah metong gue, soalnya jurang, lo tau kan jalan nanjak dekat SMP?"

Amar mengangguk sambil tertawa, "Cuman gara-gara Wanda fokus nyeruput meses pop ice nya, kalian hampir jatuh? aduh ngakak banget."

"Wanda tuh, nyebelin. Orangnya suka gagal fokus, pas nanjak kan dia sambil minum pop ice yang abis kita beli di kemahan kan, nah pas itu dia sambil minum, cuman gue agak bingung ini kok kita ke pinggir terus gak lurus. Jadi gue tepuk. Dia kaget, pop ice nya ampir jatuh, tapi untung refleks-nya bagus jadi langsung fokus deh ke jalanan. Telat 5 detik jatuh di jurang kita."

Amar tertawa terbahak-bahak, "Benar-benar. Hampir lho."

Diba mengangguk ikut tertawa mengingat kegoblokan ia dan Wanda kemarin, saat Wanda ingin mengantarnya pulang.

"LO DI DEKETIN COWOK?!"

Amar mendongak, menatap wajah syok Burhan juga tabokan Wanda pada Burhan. Sedikit mendengus kesal melihat keduanya yang terlihat lengket.

Wait. Di deketin cowo?

"Mulut lo!!!!"

Amar menatap Wanda yang sedang panik karena suara Burhan mengalihkan perhatian temannya, hanya sekilas dan mereka semua fokus ke kerjaannya lagi, kecuali dirinya. Matanya sempat bertemu dengan mata Wanda, sebelum Wanda mengalihkan pandangannya.

Siapa?

Siapa yang deketin, Wanda?

___

"Ada pulpen?"

Wanda mengambil pulpen yang biasa Amar pinjam, "Ini."

Karena jengkel dengan Wanda, lelaki itu berjalan melewati Wanda, "Pinjam pulpen, Dib."

Amar melirik Wanda menarik uluraan tangannya.

"Silahkan gambar yang ada di papan tulis, ibu mau ke kantor dulu. Jangan main!" ucap guru biologi mereka.

"Iya, Bu.."

Amar berjalan melewatinya lagi, "Dib, pinjem penggaris."

"Ogahh. Mau gue pake."

"Pinjem bentar."

"Lo ke sekolah bawa apasih? Pulpen gak ada, penggaris juga gak ada!" omel Diba.

Amar tidak memperdulikan Diba, ia tetap mengacak-acak kotak pensil Diba sambil melirik Wanda yang kelihatan terganggu dengan postur tubuhnya yang menghalangi pandangan Wanda ke papan tulis.

Amar tersenyum kecil, saat mendengar helaan nafas capek yang keluar dari mulut Wanda. Ia pun segera ke tempatnya.

"Dib. Pulpen lo, tintanya abis."

Amar lagi-lagi berjalan melewati Wanda, sengaja ingin mengusik Wanda dengan selalu lewat di depannya sehingga pandangan Wanda terganggu.

"Ih. Minggir! gue gak liat."

Amar mendengar decakan Wanda tapi berpura-pura mengabaikan Wanda, dan sibuk mencari pulpen sebagai pengalihan.

Amar tersenyum kecil saat melihat Wanda mengangkat meja dan bangkunya, dekat dengan tempat duduknya, ia pun segera kembali ke tempat duduknya.

Secret Admirer Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang