3. Masih hidup

23 6 0
                                    

Hani dan keluarganya berada di ruang tengah. Mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing.

Hani yang sedang mengerjakan pekerjaan rumah dibantu oleh Zya. Zayyan yang sedang bermain game di ponselnya. Serta Hanzel dan Nadia yang sedang duduk di Sofa sembari menonton film.

"Yeyyy, akhirnya prku selesai! Terima kasih kak Zya," ucap Hani seraya memeluk Zya.

"Sama-sama, adikku sayang," Zya membalas pelukan Hani

Hanzel mematikan tv, "Nah, sekarang karena Hani sudah selesai mengerjakan pr. Ayo kita bercerita tentang hari ini. Siap—"

"Aku mau mulai duluan!" Sahut Hani sembari mengangkat tangannya dan meloncat kegirangan.

"Hahaha, boleh. Ayo duduk sini sebelah papa sama mama." Hanzel menepuk bagian sofa ditengah. Kemudian Hani duduk diantara kedua orang tuanya.

"Tadi di sekolah, Hani dapet banyak temen! Mereka orangnya juga seru semua, hehe. Dan pas jam istirahat ada kakak cantik, tinggi, badannya ideal, punya mata kucing, pokoknya cantik dehh. Namanya klo ga salah ... kak Chysara. Terus pas piket tadi Hani mau ambil air di toilet, tapi ternyata pintunya dikunci. Hani kaget denger ada suara bentakan sama tangisan dari dalam. Yang ngebentak bilang gini 'gue ga peduli lo sakit atau engga, pokoknya lo harus kerjain pr gue!' Terus yang nangis bilang 'gabisa Chy' Hani jadi mikir ... apa itu kak Chysara. Dan ternyata bener aja! Pas pintu toilet dibuka, itu kak Chysara! Penampilannya juga sangat sangat sangat berbeda. Saat istirahat terlihat anggun dan cantik tapi ketika di toilet tadi dia terlihat berantakan dan menyeramkan."

"Bentar, Chysara Angreyna? Anak tunggal kaya raya, pendonatur sekolah terbesar, ayahnya seorang direktur utama perusahaan,  dan Ibunya designer?" Ucap Zayyan

"Emm Hani, mungkin saja kak Chysara ada masalah dengan temannya bukan membully temannya. Papa juga pernah bertemu dengan Chysara, dia adalah gadis yang baik dan sopan. Dan jangan menuduh tanpa bukti ya Hani." 

"Tapi pa, ditoilet tadi kak Chysara ...."

Kunci pintu toilet dibuka, dan betapa terkejutnya Chysara ketika melihat ada siswi yang menguping pembicaraannya. Gadis itu berusaha mengatur ekspresi wajahnya.

"A-a kamu mau isi air ya? Tapi air dilantai ini lagi rusak. Adanya dilantai bawah, ayo kita ke bawah." Chysara berusaha menarik Hani pergi dari sana.

"Kak ... tadi kakak ngapain sampai bikin kakak didalam sana nangis?"

"Apa maksudmu? Aku tidak menyakitinya kok. Sebaiknya kita pergi saja dari sini."

"Kak tolong lepasin. Aku mau tanya keaadaan kakak didalan sana." Hani berusaha melepas cengkraman tangan Chysara. 

Chysara akhirnya melepas cengkramannya, lalu tersenyum miring ke arah Hani dan berjalan perlahan berusaha memojokan gadis itu.

Hani bingung harus melakukan apa. Mata gadis itu berair dan badannya bergetar. Bibirnya terasa sulit untuk berbicara.

Ketika sudah berada dipojok, Hani terduduk dan menangis. Dia bingung harus melakukan apa.

"Stt jangan menangis. Aku tidak akan melukaimu gadis manis." Chysara berjongkok di depan Hani sembari mengelus rambut gadis itu dengan lembut.

"Chysara! Berhenti sekarang juga atau aku akan benar-benar melaporkanmu sialan!" Seru seorang pemuda yang datang bersama beberapa siswa lain.

"Cih, aku sedang malas bermain drama dengan kalian. Lebih baik aku menonton film di istanaku." Chysara berdiri lalu berjalan dengan angkuh dan dengan sengaja menyenggol bahu pemuda itu.

"Hei Hani, kok melamun? Tadi kak Chysara kenapa?" Nadia menepuk pipi Hani pelan. Gadis itu sadar dan bingung harus bercerita tentang kejadian itu atau tidak.

"E-engga kok. Mungkin bener kata papa, kak Chysara lagi ada masalah sama temennya, hehe." Hani berusaha terlihat biasa saja.

"Yaudah sekarang gantian kakak yang bercerita. Papa tau ga dikelasku ada cogan! Huuu cakep banget. Aku mau jadi pa— hehe iya engga, pa." Zya berhenti berbicara ketika melihat papanya geleng-geleng kepala.

"Zya, fokus dulu sama sekolahmu. Dan satu lagi, cari cowo itu bukan dari muka tapi dari hati." Nasihat Hanzel.

Zayyan menundukan wajahnya menahan tawa. Melihat keanehan kembarannya, Zya mencubit perut Zayyan dengan sengaja lalu berpura-pura tidak tau apa-apa.

"Zya cubitan kamu kali ini ga kerasa wleee, hahaha. Tumben yang biasanya cubitan sekuat gajah sekarang secuil semut hahaha." Ejek Zayyan.

"Yeuu, siapa juga yang ... oh ya pa! Aku sama Zayyan ada kerja kelompok bikin drama. Terus latihannya di rumah temen boleh?" 

"Di rumah siapa? Rumah temenmu dimana? Kapan latihannya?" Tanya Hanzel beruntun.

"Di rumah Dirga, crushnya si Zya. Dia juga tinggal di perumahan ini. Kita kerja kelompok hari minggu besok jam tiga sore sampai setengah sembilan malam." Jawab Zayyan sembari menaikan satu alisnya ke Zya.

"Minggu besok? Yaudah gapapa. Tapi, hari minggu papa sama mama ada acara. Hani mau ikut siapa?" Tanya Nadia

"Emmm, mau ikut abang sama kakak. Soalnya penasaran muka crush kak Zya, hehe." 

Mereka semua tertawa. Berbeda dengan Zya yang pipinya sudah memerah menahan malu.

***

Hani berada di kamarnya. Gadis itu tengah menelpon sahabatnya, Azzura.

"Halo?" Ucap Zura dari sebrang

"Zuraa! Aku sangat merindukanmu! Bagaimana kabarmu?" Teriak Hani.

"Ya ampun, Hani. Pelan-pelan ngomongnya. Aku pakai earphone soalnya. Kamu gausah teriak, aku udah denger suara kamu dengan jelas, hehe." Ucap Zura dari sebrang sana.

"Hehe maaf, Zura. Bagaimana sekolahmu? Geng itu ga membully kamu lagi kan?!"

"Engga kok, Hani. Bagaimana dengan sekolah barumu? Apa kamu mendapat teman-teman yang baik?" 

"Ya, aku mendapat teman yang baik dan seru. Gedung sekolahnya juga besar dan lapangannya sangat luas!" 

"Uwaaa, kapan-kapan ajak aku bermain ke sana yaa, Hani. Oh ya, bagaimana dengan keluargamu? Sudah ketemu?" 

Hani terdiam sejenak. "Belum, masih mencari. Bagaimana denganmu? Adik dan sepupumu sudah ketemu?" 

"Adikku ... dia tiada. Dan satu-satunya keluarga yang tersisa adalah ... sepupuku" Ucap Zura bergetar.

Hani terkejut. Suara tangisan Zura terdengar semakin kencang, Hani takut Zura akan menyakiti dirinya lagi.

"Z-zura, ku mohon ... jangan keluarkan darahmu lagi. Maaf kalau sekarang aku tidak bisa memelukmu. Maaf kalau sekarang aku tidak ada lagi disampingmu. Tapi kumohon Zura, jangan sakiti dirimu lagi." Mohon Hani pada Zura.

"Han, aku ngerasa ... udah gaada tujuan hidup. Keluargaku gaada yang tersisa. Papa,mama, adek ... semuanya udah dipanggil, Han. Bukankah lebih baik aku nyusul mereka?"

"Azzura Valerina! Masih ada sepupumu! Aku yakin ... aku yakin seratus persen dia masih hidup! Maka dari itu ... aku mohon ... jangan menyerah. Percaya padaku kalau dia masih hidup!" Hani berteriak den pipinya sudah dibasahi oleh air mata.

"Kamu tau dari mana han dia masih hidup? Ini udah delapan tahun sejak kejadian gempa itu! Dan setiap tahunnya ... aku selalu dapat informasi kalau keluargaku udah gaada! Kakek, nenek, om, tante, mama, papa, adek, mungkin tahun depan yang keungkap adalah sepupuku udah gaada, Han!"

"Zura ... aku juga kehilangan keluargaku. Tapi aku tidak menyerah. Aku yakin ... mereka masih hidup. Dan kenapa aku merasa sepupumu masih hidup? Karena aku melihatnya ... dia sama persis seperti sepupumu."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 11 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Please, Remember MeWhere stories live. Discover now