Bab 4

11 2 0
                                    

Pada pertemuan selanjut-selanjutnya, mereka kebanyakan menghabiskan waktu di perpustakaan, meski kadang-kadang memilih teras taman kampus jika tidak begitu ramai. Terkadang hanya dua kali seminggu, terkadang lima hari seminggu. Sekarang sudah memasuki hari Jumat kedua di bulan Mei.

Adnan dan Kaia sedang berada di Corner Makassar perpustakan pusat. Kaia sudah menyelesaikan dua bab dari novelnya dan Adnan sedang membacanya.

Pria itu tampak serius pada layar laptop yang ada di depannya. Sikunya bertopang di meja dan jari-jarinya terlipat di atas dagu. Tatapannya lurus dan rahangnya tegas. Sebelumnya Kaia tidak tahu wajah berpikir seseorang bisa semenarik itu untuk dilihat. Dia seolah tersihir untuk terus memperhatikannya.

Kaia pun sudah sepenuhnya mengerti, wajah Adnan tidak semengintimasi yang seperti dia pikirkan awalnya. Dibalik sikapnya yang tenang dan penuh penilaian, Kaia melihat wajah anak laki-laki yang sedikit jahil dan sangat ingin tahu. Pria itu menyukai percakapan intelek yang memancing rasa penasarannya. Dia juga suka menjawab pertanyaan-pertanyaan tidak penting yang Kaia ucapakan tanpa sadar dan menjawabnya dengan jawaban yang tidak Kaia sangka-sangka.

Pernah sekali Kaia membaca komik online yang menceritakan tentang lucid dream dan bertanya pada Adnan apa dia pernah mengalaminya atau tidak. Kaia waktu itu tidak menduga mendapatkan anggukan sebagai jawaban.

Kaia tanpa sadar menegakkan punggungnya, dan bertanya lagi dengan mata berbinat, "Bagaimana rasanya?"

"Biasa saja. Sama seperti mimpi biasanya, hanya saja aku sadar kalau sedang mimpi."

"Ta-tapi bagaimana caranya?"

Adnan menjawab ragu, "aku juga gak tahu. Aku cuman tahu saja kalau sedang bermimpi."

Jawaban itu tidak memuaskan Kaia, tapi dia tidak lagi mendesaknya dengan pertanyaan-pertanyaan lain karenea tidak ingin membuat Adnan merasa tidak nyaman.

Seolah sadar ditatap, Adnan mendongakkan kepalanya dari layar laptop ke Kaia.

Kaia terkesiap. "Bagaimana? Kamu sudah selesai baca?" tanya Kaia sedikit canggung.

"Sudah," jawab Adnan.

"Kamu punya komentar?" tanya Kaia kai ini merasa gugup.

Adnan mengangguk. "Ada."

Kaia bangkit dari kursinya untuk duduk di kursi samping Adnan.

"Di bagian sini," kata Adnan sambil memenunjuk layar dengan telunjuknya. "Aku pikir bagian ini perlu kamu jelasin lebih detail algi tentang perasaan tokoh kamu. Dan di bagian ini juga aku pikir kamu perlu jelasin situasinya lagi. Karena untuk pemba–"

Kaia mendekatkan tubuhnya untuk melihat layar laptop lebih jelas dan tanpa sadar bahunya menyentuh lengan Adnan. Kaia terdiam, pria itu juga sampai menghentikan perkataannya.

"Karena untuk pembaca kedua bagian ini mungkin membingungkan," Adnan melanjutkan perkataannya bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Tangannya terangkat untuk menarik laptop Kaia mendekat pada gadis itu. "Selebihnya menurutku sudah bagus. Aku jadi penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya."

Kaia mengangguk-anggukan kepalanya, ikut bersikap biasa-biasa saja. "Thank you masukannya."

"No Prob."

Mereka kemudian kembali dengan dunia mereka masing-masing. Kaia mulai memperbaiki saran yang Adnan berikan dan Adnan sendiri melanjutkan kegiatan entah-apa-Kaia-tidak-tahu di laptopnya sendiri seperti sebelumnya.

Namun, Kaia merasa matanya semakin lama semakin berat. Itu karena semalam dia hanya tidur tiga jam dan sekarang ngantuk yang sejak tadi dia tahan, datang kembali. Akhirnya Kaia baru membiarkan dirinya tertidur setelah memasukkan saran yang diberikan Adnan tadi. Dia melipat kedua lengannya di atas meja sebagai alas untuk kepalanya tertidur.

Wheel of Fortune [Wonwoo's AU]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora