Bab 21

12.2K 965 47
                                    

Pada akhirnya tidak ada yang Haira pilih, bukan Bara bukan pula Hamzah. Haira memilih pergi dari Anggoro grup bahkan perempuan itu berencana pergi dari Kota Jogya.

Tanggung jawabnya secara financial kepada Farzan juga sudah selesai. Adiknya itu sudah mendapatkan beasiswa penuh dari pemerintah untuk melanjutkan pendidikan dan kebutuhan sehari-hari semua ditanggung oleh beasiswa yang Farzan dapat.

Haira belum menentukan di kota mana ia akan tinggal dan mencari pekerjaan. Fokusnya untuk saat ini dirinya harus menjauh dari kehidupan Hamzah.

Haira telah merampungkan semua pekerjaannya yang tertunda. Menyelesaikan semuanya sebelum ia mengundurkan diri.

Rencananya Haira ingin menyerahkan surat pengunduran dirinya berserta cincin pemberian Hamzah di meja direktur setelah menunggu kepulangan laki-laki itu. Hati Haira takut goyah jika melihat Hamzah mengiba meminta dirinya untuk tetap bersama laki-laki itu. Haira meyakinkan dirinya bahwa keputusan yang ia ambil sudah tepat untuk membuat Hamzah kembali ke sisi keluarganya.

Malam sudah semakin larut tetapi Hamzah masih disibukkan dengan pekerjaannya. Haira melihat ke luar jendela, pendar bintang tidak lagi terlihat karena tertutup awan pekat pertanda hujan deras akan segera turun.

Jarum jam yang melingkar di tangan Haira sudah menunjukkan pukul 10 malam. Sudah terlaru larut untuk menunggu Hamzah meninggalkan kantor terlebih dahulu. Entah kapan Hamzah selesai dengan pekerjaanya?

Haira meyakinkan hatinya jika dia akan baik-baik saja apabila menyerahkan surat pengunduran dirinya kepada Hamzah secara langsung.

Haira mengetuk pintu ruangan Hamzah. Tidak ada jawaban, namun Haira memberanikan diri untuk masuk ke ruangan itu.

Ruangan direktur itu terlihat redup, hanya ada standing lamp yang menyala di pojok ruangan. Haira mengedarkan pandangan mencari  keberadaan Hamzah.

Terlihat Hamzah duduk di sofa sambil menyesap minuman dari gelas yang dipegangnya. Cukup ragu namun akhirnya Haira memantapkan masuk untuk bertemu dan berpamitan dengan Hamzah untuk yang terakhir kalinya.

Haira duduk berhadapan dengan Hamzah lalu menyodorkan surat pengunduran dirinya berserta kotak cincin pemberian laki-laki itu ke meja.

"Ini surat pengunduran diri saya pak, saya ucapkan terimakasih karena sudah diberi kesempatan bekerja di Anggoro grup. Saya pamit. Assallammuallaikum" Haira beranjak keluar ruangan namun kalah cepat dengan langkah Hamzah yang menutup pintu ruangan itu.

Ada rasa ketakutan di hati Haira karena Hamzah terlihat sangat berbeda.

"Dibayar berapa kamu mau tidur sama Barra?"

"Hah?" Haira cukup terkejut dengan ucapan Hamzah. "Saya tidak tahu maksud anda bapak Hamzah. Saya minta tolong buka pintunya sekarang, saya mau pulang!" pinta Haira dengan suara keras pada kalimat terakhirnya.

Hamzah tersenyum jahat "Apakah ini cukup?" Hamzah mengeluarkan segepok uang ratusan ribu dan melemparkannya ke wajah Haira "Setidaknya jangan kasih tubuhmu geratisan seperti dulu" sarkasnya.

Haira masih diam bergeming menatap Hamzah. Air matanya kembali jebol menatap laki-laki yang memiliki separuh hatinya. Ternyata masih seburuk itu Hamzah menilai dirinya.

"Jawab! Dibayar Berapa?" Bentak Hamzah di depan wajah Haira.

"Saya tidak mengerti maksud anda pak Hamzah" Haira mengulang kalimatnya. Sungguh ia benar-benar tidak tahu apa yang Hamzah maksud. Haira mengusap air matanya kasar lalu  mencoba meraih gagang pintu tapi tangannya dicekal oleh Hamzah

"Jangan pura-pura bodoh dan lugu. Saya tahu semua kebusukanmu" Hamzah menekan kata-katanya di depan wajah Haira. Aroma wine menguar dari deru nafas Hamzah membuat Haira ketakutan setengah mati. Hamzah ternyata..... mabuk.

"Terserah bapak menilai saya seperti apa, karena saya memang tidak tahu apa yang bapak maksud" Haira berucap tenang mencoba meredam amarah Hamzah agar situasinya tidak semakin rumit.

"Hah, Pembohong ulung!" Ejeknya "Perempuan masuk ke kamar hotel di malam hari dengan laki-laki yang bukan suaminya itu disebut apa?" Hamzah berteriak di depan Haira. Amarahnya kembali meluap melihat Haira yang berpura-pura polos di depannya.

"Wanita sholehah atau jalang?" Hamzah mencengkram dagu Haira membuat Haira meringis menahan sakit.

"Percuma kamu pakai hijab kalau kelakuaanmu masih sama seperti yang dulu. Jalang!" Hamzah menekan kata terakhirnya.

Haira menepis tangan Hamzah. Lelehan air mata yang melesak keluar di usapnya menggunakan punggung tangan.

Haira membuka gagang pintu kembali namun saat pintu akan terbuka ditutup kembali oleh Hamzah. Hamzah marah melihat Haira mengabaikannya.

"Dimana saja dia menyentuhmu? Apa kau menikmatinya?" Cerca Hamzah. Matanya dipenuhi kabut amarah kepada Haira.

"Apa dia menyentuhmu seperti ini?" Hamzah membelai wajah Haira namun perempuan itu berusaha menepisnya. "Atau menyentuhmu seperti ini" Hamzah menarik baju Haira sehingga satu kancing yang berada diatasnya terlepas.

"Brengsek!" Dengan tangan terkepal sekuat tenaga Haira memukul wajah Hamzah. Luapan emosi karena direndahkan bak pelacur membuat Haira melawan hinaan Hamzah.

Hamzah menbanting gelas wine yang semula ia genggam lalu mencekal tangan Haira. Pria itu menyeret tubuh Haira sampai langkah perempuan itu terseok-seok mengimbangi langkahnya. Hamzah melempar tubuh perempuan itu ke sofa dan tanpa ampun melakukan tindakan yang tidak terpuji kepada Haira.

****

Semuanya berakhir. Rasa sakit di hati Haira sudah tidak tergambarkan lagi. Rasa cinta Haira kepada pria itu seketika berubah menjadi rasa benci yang teramat sangat. Haira hancur, laki-laki itu menodai Haira bak pelacur. Laki-laki itu meninggalkan uang dengan jumlah banyak setelah selesai menodai Haira.

Haira tertatih berjalan memungut pakainya yang telah dikoyak oleh laki-laki itu. Haira menjauh memakai pakainya seolah ia telah selesai dipakai pelanggannya.

Dengan tenaga yang tersisa Haira mencoba untuk berjalan pulang. Haira menapaki trotoar dengan tatapan kosong. Hujan deras yang mengguyur menyamarkan tangisnya di pekatnya malam yang sangat dingin.

Entah bagaimana Haira bisa sampai di rumah. Dia membasuh noda-noda ditubuhnya yang berbekas karena kelakuan Hamzah. Digosoknya noda itu sampai kulitnya terkelupas. Rasa perih pada tubuhnya tak sebanding dengan rasa kecewa dan sakit hatinya kepada Hamzah.

Hamzah menatap nanar gelapnya malam di atas gedung tempatnya bekerja.

Dia memang meminum wine tapi sebenarnya dia tidak mabuk. Dia melakukannya dengan kesadaran penuh. Emosi dan rasa cemburu yang menguasinya membuat Hamzah buta sehingga nekat melakukan dosa.

Wajah Haira yang ketakutan, tangisan dan teriakan Haira terekam sangat jelas dalam ingatan Hamzah.

Hamzah menangis, menyesali apa yang telah dilakukannya pada Haira. Dia dengan tega menodai Haira yang terus memohon untuk menghentikan perbuatan kejinya namun Hamzah justru malah mengabaikannya. Dia mengatai Haira jalang seolah dirinya tidak pernah tersentuh oleh dosa. Lalu apa bedanya yang telah dilakukannya  sekarang. Bukankah kelakuannya lebih rendah dari binatang?

Mahkota Yang Ternoda (Masih Lengkap-End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang