Bab 19

657 69 39
                                    

Aku membuka mataku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku membuka mataku. Aku tidur lagi sejak Alex pergi pagi ini dan baru bangun siang hari. Aku meregangkan tubuhku kemudian bangun dari tidur terlentangku. Aku duduk di atas kasur tempat tidur Alex. Jika aku lupa diri dan bertanya-tanya mengapa aku masih di kamar Alex, maka aku akan mengingatkan diriku kembali bahwa Alex memaksaku untuk tinggal. Dia mengatakan semua hal tentang rasa bersalah sudah mengunciku dan membuatku kelaparan sepanjang hari kemarin sebagai alasan berulang-ulang kali. Tetapi aku akhirnya menurutinya dan tetap tinggal. Dia tangguh dalam hal memaksakan keinginannya.

Setelah berdebat dan memutuskan tetap tinggal, aku mandi lalu tidur di kamarnya karena ia bersikeras akan tidur di sofa. Aku merasa tidak nyaman dengan semua perhatiannya. Sebelum tidur aku memastikan aku tidur tanpa bra meskipun aku menutup pintu kamar dengan rapat. Awalnya aku ingin membiarkan pintunya terbuka tetapi aku tidak ingin terlihat berusaha mengundangnya. Aku berharap dia yang mendatangiku karena memang ia menginginkannya. Malam semakin larut dan ruangan ini semakin sepi. Aku bertanya-tanya apa dia pergi meninggalkanku di apartemennya tetapi aku melihatnya sudah tertidur pulas di atas sofa. Kesibukannya pasti membuatnya lelah dan langsung terlelap. Aku kembali ke kamar dan memutuskan untuk tidak menunggunya.

Pagi hari tadi aku terbangun mendengar suara air mengguyur dari kamar mandi. Aku melihat pada pintu kamar dan pintunya terbuka. Alex sedang mandi. Sepertinya ia akan pergi lagi. Aku hanya akan berpura-pura tidur sampai ia pergi sehingga kami dapat mengurangi interaksi di antara kami. Aku bukannya ingin menghindarinya tetapi aku tidak begitu yakin masih bisa menggodanya setelah dia membalas dengan sopan semua godaan yang aku lontarkan padanya saat di restoran. Aku baru saja menutup mataku hendak berpura-pura masih tertidur ketika indra pendengaranku menjadi lebih tajam dan telingaku menangkap suara leguhan dari dalam kamar mandi. Aku mengangkat kepalaku menatap pintu kamar mandi.

Apa terjadi sesuatu dengannya?

Aku ingin mengabaikannya tetapi rasa ingin tahu memenuhi diriku lebih kuat. Aku mendorong selimut dari tubuhku dan menendangnya dengan kakiku. Aku lalu turun dari tempat tidur dan berjingkat menuju ke depan pintu kamar mandi. Aku menempelkan salah satu telingaku berusaha mendengarkan suara apa pun dari dalam.

“Uh, sial!” Aku terbelalak. Aku mendengar dengan jelas leguhannya.

“Uh,” lalu sekali lagi leguhan.

Kemudian sekali lagi terdengar lebih keras. Setelah itu aku tidak mendengar apapun kecuali bunyi air dari pancuran.

Aku ingin tahu apa yang ia lakukan di dalam sana? Apakah dia menyentuh dirinya sendiri? Sepertinya itu akan sangat menyenangkan untuk ditonton.

Tiba-tiba bunyi apapun dari dalam kamar mandi berhenti. Alex akan keluar. Aku buru-buru berlari dan melompati tempat tidur. Aku masih harus berpura-pura tidur. Telingaku mendengar pintu kamar mandi terbuka dan langkah kaki Alex bergerak melewati tempat aku tidur dan menghilang ke dalam ruang ganti pakaiannya. Aneh bahwa ketika menutup mata tubuh kita akan memusatkan fokus seluruhnya pada pendengaran. Aku pun tertidur lagi setelah itu.

Aku melihat jam di ponselku. Sekarang sudah hampir tengah hari. Alex meninggalkan kartu cadangan di atas meja di samping tempat tidurnya untuk aku. Aku bisa memesan makanan sekarang. Aku turun dari tempat tidur dengan ponsel di tanganku mencari apa yang ingin aku makan pagi ini. Begitu sampai di luar kamar, aku melihat makanan dari balik penutup makanan transparan di atas meja makan. Aku mendekati meja makan dan ada catatan di atasnya.

Maaf aku sudah pergi saat kau bangun.
Aku tidak bisa memasak.
Makanan ini aku pesan dari restoran tadi malam.
Aku pikir menu sarapan mereka akan sesuai dengan seleramu.
Semoga kau benar-benar suka.

Aku membuka penutup makanan dan melihat dua sepiring cronuts dan sepiring pancake. Rahangku jatuh dan mulutku terbuka melihat makanan ini. Dia sarapan dengan makanan semahal ini? Aku masih ingat harga makanan dari restoran tadi malam dan semuanya sangat mahal. Aku menelan ludahku. Sepertinya dia ingin membalasku. Karena aku membiarkannya membayar tadi malam maka aku harus membayar untuk sarapan ini. Walaupun ia menolak dan membuatku semakin tidak nyaman dan merasa bersalah aku akan mencoba segala cara untuk mengembalikan uang yang ia habiskan hanya untuk sarapanku. Aku akan menyembunyikan uangnya di dalam lemari agar ia tidak bisa menolak bila perlu.

Jika aku akan tinggal disini sampai hari aku kembali ke KL maka aku akan memasak. Aku tidak peduli jika aku perlu ijin darinya untuk menggunakan dapurnya. Aku tidak akan menyia-yiakan sepeserpun dengan begitu mudahnya seperti para orang kaya ini. Aku lalu terduduk lemas menatap makanan ini. Aku akan memakannya. Sampai habis. Keduanya. Tetapi mungkin aku akan menghabiskannya dengan penuh air mata. Makan aku habiskan dan uangku pun habis.

Dret dret dret

Ponselku berdering. Alex menelepon. Aku menendang-nendang kaki ku ke lantai. Mengapa dia harus meneleponku sekarang di saat aku masih terkejut dengan cara dia menggunakan uangnya. Aku menggeser untuk menjawab telepon dan menempelkan ponselku ke telingaku.

“Halo!” Aku terdengar kesal. Oh tidak. Aku tidak boleh kesal padanya. Dia hanya tidak tahu apa yang ia lakukan.

“Halo, Ra. Aku menelepon ingin membangunkanmu jika kau masih tertidur. Kau tertidur sangat lelap jadi aku tidak membangunkanmu.” Dia khawatir aku masih tidur. Mungkin dimatanya aku wanita pemalas yang bangun tidur pada siang hari. Harus seburuk apa lagi aku terlihat di matanya agar dia menyadari bahwa aku bukanlah wanita yang pantas untuknya?

“Aku sudah bangun.” Suaraku lemah meskipun aku masih kesal.

“Aku menyiapkan makanan untukmu di atas meja...”

“Alex, aku harus mengatakan sesuatu padamu.” Aku memotong kalimatnya dengan cepat. Aku mendenguskan udara lewat hidungku dengan keras. “Aku berterima kasih karena kau memberiku tempat tinggal sehingga aku tidak perlu membayar mahal penginapan. Aku sangat berterima kasih untuk itu. Itu lebih dari cukup. Aku tidak ingin merepotkanmu lebih dari itu. Aku bisa mengurus diriku sendiri. Aku bisa mengurus sarapanku sendiri. Berhentilah membebaniku dengan semua perhatianmu.” Seperti ada asap membumbung di atas kepalaku, aku meledak-ledak melampiaskan kekesalanku padanya.

Dia terdiam sejenak. “Dara, maafkan aku. Apa kau tidak sarapan?” dia bertanya dengan lembut seperti ia tidak mengerti apa yang aku maksudkan. Aku menggigit bibir bawaku dan memejamkan mataku. Wajahku mungkin memerah karena menahan amarah saat ini.

“Bukan itu masalahnya.” Aku berusaha menjelaskan namun sepertinya akan perlu menenangkan diriku. Ini jelas bukan salah Alex. Hanya aku yang tidak dapat mengerti kehidupannya. “Sudahlah. Kita bicarakan nanti saat kau sudah pulang.” Kataku, lalu aku menutup ponselku.

Kembali menatap pada makanan di atas meja aku memegangi kepalaku yang tidak pusing. Aku memotong pancake dengan sendok dan memasukkan ke dalam mulutku. Aku harus menghabiskan semuanya. Aku butuh tambahan kekuatan untuk menjelaskan pada Alex apa yang seharusnya dia ketahui.

~bersambung

Jangan lupa vote, follow, dan komen ygy 😁😁

.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Rose Thorns: Dara's Love Journey #1 Where stories live. Discover now