Part 3: Kebetulan?

4.3K 350 34
                                    







Setelah pertunjukan berakhir, gemuruh tepuk tangan menggema di seluruh ruangan. Javiel melangkah dengan anggun meninggalkan panggung. Ia bermaksud untuk segera beristirahat. Saat ia berjalan di lorong gelap, tiba-tiba ia mendengar suara langkah kaki berat mengikuti di belakangnya.

Hatinya berdebar. Tanpa berpikir panjang, Javiel berbalik. Di hadapannya, ia melihat seorang pria yang jelas bukan tamu biasa. Pria itu berdiri tegap dengan aura misterius. Sorot matanya menusuk langsung ke dalam jiwa Javiel.

Javiel ingat, itu pria yang menarik perhatiannya tadi, dan juga pria yang di duduki oleh nya saat pertunjukan berlangsung. Mengapa tiba-tiba pria itu berada di sini? Apa yang dia inginkan? Pikir Javiel. Sorot mata mereka bertemu dalam keheningan, atmosfer penuh dengan ketegangan.

"Penampilan yang luar biasa," kata pria itu dengan suara rendah yang menggema di lorong yang sepi.

Javiel merasakan getaran energi di sekitarnya. "Terima kasih," balasnya dengan hormat, mencoba mengendalikan kebingungannya akibat kedatangan tiba tiba dari pria ini.

Pria itu tersenyum, tersenyum sangat tipis, semacam sebuah seringai. "Saya tak pernah berharap akan menemukan bakat sehebat ini di sini."

Javiel tidak tahu harus berkata apa. Tatapannya terpaku pada pria itu, mencoba membaca maksud di balik kata-kata dan ekspresi wajahnya yang mengesankan.

"Sepertinya saya tidak bisa berlama-lama." Pria itu melanjutkan. Saat pria itu beranjak untuk pergi, ia menoleh ke Javiel dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Ini adalah pengalaman yang tak terlupakan. Semoga kita bertemu lagi." Ujar pria itu, kemudian ia pergi tanpa menunggu respon dari javiel. Meninggalkan Javiel yang tengah merasa kebingungan menatap kepergiannya.

Dalam detik-detik yang tak terduga ini, tak ada yang menyadari bahwa takdir telah mempertemukan mereka untuk alasan yang tidak bisa diprediksi. Mungkin, pertemuan ini akan membuka babak baru yang menarik dalam kehidup mereka berdua.






Suara dering telepon menggema mengisi kamar. Seseorang yang sedang terlelap terbangun akibat suara bising itu. Dengan setengah sadar, ia meraih handphone yang terletak di nakas.

"JAVIEL, BANGUN!" Teriakan keras dari seberang membuat Javiel segera menjauhkan handphone dari telinganya. Ia mengusap telinganya, merasa nyaring akibat jeritan temannya.

"Apa, Jio?" ucap Javiel masih dalam keadaan setengah sadar.

Jiona Noella, teman akrab Javiel yang selalu menjadi tempat curhatnya ketika sedang bersedih. Mereka bertemu dan menjadi akrab sejak Javiel mendaftar sebagai penari di sebuah club tersembunyi yang hanya dihadiri oleh para kriminal dan orang-orang yang terlibat dalam dunia bawah.

"APA?! KAMU LUPA HARI INI KITA MAU KE PEMERAN SENI?!" Javiel kembali menjauhkan handphone dari telinganya ketika mendengar teriakan dari temannya di seberang sana.

"Tapi pamerannya baru buka jam sembilan, bukan?"

"TAPI INI SUDAH LEBIH DARI JAM SEMBILAN, JAVIEL!" seru Jio, membuat Javiel tiba-tiba membuka mata lebar-lebar. Dengan sigap, ia meloncat dari tempat tidur dan berlari masuk ke kamar mandi untuk bersiap-siap, menimbulkan suara gemuruh dari dalam kamar.

Jio, yang mendengar derap langkah terburu-buru dari Javiel, hanya bisa menggelengkan kepala. Dugaannya ternyata benar, temannya masih terlelap dengan nyenyak. Mereka pasti akan terlambat ke pameran jika ia tidak memutuskan untuk menelepon Javiel.


Javiel sekarang berdiri di depan tempat pameran seni, mencari temannya, Jio, yang seharusnya sudah menunggunya. Saat melihat Jio, Javiel mendekat dengan senyum lebar, sementara Jio hanya melambaikan tangannya dengan ekspresi kesal.

Ruthless DominionWhere stories live. Discover now