Part 4: Who?

3.7K 344 48
                                    








"Sepertinya aku tidak bisa pulang bersamamu, Javiel. Aku punya janji dengan seseorang," ujar Jio.

Javiel menatap Jio sambil mengangkat alisnya. "Pacarmu?" ejek Javiel, mencoba memancing reaksi dari temannya.

Jio memutar matanya malas. "Tentu saja, bukan," jawabnya dengan nada yang sedikit kesal. Dia malah sangat menghindari orang ini, orang yang selalu mengganggu waktu ketenangan nya.

Javiel tertawa kecil melihat reaksi temannya. "Baiklah. Kau akan menunggunya di sini?" tanya Javiel.

"Iya, dia akan menjemputku di sini," jawab Jio.

"Kalau begitu, aku akan pergi. Sukses dengan pendekatanmu," ujar Javiel, lalu dengan cepat ia pergi meninggalkan Jio yang menatapnya dengan kesal. Javiel senang sekali membuat temannya kesal, jio itu lucu ketika marah.







Javiel kini duduk di kafe, terlena dalam bacaannya, mencari ketenangan dalam halaman-halaman yang menghampirinya. Suara lembut alunan musik dan aroma harum kopi membentuk atmosfer yang menenangkan. Ia memutuskan untuk mampir sebentar di kafe favoritnya sebelum kembali. Tempat ia dapat singgah sejenak untuk berdiam dalam kedamaian.

Tapi tiba-tiba, seseorang muncul dan duduk di depannya. Menyadari akan kehadiran seseorang, Javiel mengangkat kepala dan terkejut mendapati pria yang sudah ia kenal.

"Kita bertemu lagi," ujar pria itu, senyuman terukir di wajahnya.

Javiel hanya memandangnya diam, tidak berniat membalas sapaan. Kehadiran pria ini tiba-tiba membuatnya tidak nyaman.

"Kau semakin terlihat cantik," goda pria itu saat Javiel tetap diam.

"Apa yang kau inginkan?" akhirnya Javiel bicara setelah diam memandang pria itu.

Pria itu terkekeh, menatap Javiel dengan senyuman misterius. "Kau memang belum berubah, dan aku menyukainya."

"Tidak perlu berbelit-belit," ujar Javiel dengan nada tegas. Ia memandang pria itu dengan tajam.

Pria itu mengeluarkan suara kekehan, tangannya bergerak ingin menyentuh pipi Javiel. Namun, sebelum bisa melakukannya, Javiel menepisnya dengan cepat, menghindari sentuhan tersebut.

Pria itu menatap tangannya yang baru saja ditolak Javiel, lalu menatap Javiel dengan ekspresi tajam. Kalau saja mereka tidak berada di tempat umum, tindakan Javiel mungkin akan berakibat buruk.

"Aku di sini hanya untuk mengingatkanmu. Tawaran itu masih berlaku. Kamu bisa menghubungiku jika berubah pikiran," ujar pria itu setelah mengendurkan ekspresinya. Ia berdiri dan menatap Javiel dengan senyuman khasnya yang terasa menyeramkan bagi Javiel.

Setelah mengucapkan itu, pria itu pergi, meninggalkan Javiel sendirian yang tengah memperhatikan kepergiannya.






Javiel tengah mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, pandangannya tenang, fokus di jalan depan. Saat melihat ke kaca spion, perhatiannya tertarik oleh dua mobil hitam yang tampaknya mengikutinya.

Ia memutuskan untuk mengambil jalur lain, ingin memastikan apakah ia benar-benar diikuti. Dan kecurigaannya terbukti. Mobil-mobil itu mengikuti setiap tikungan yang ia lakukan.

Wajahnya yang tadinya tenang kini berubah serius. Ia mempercepat laju mobilnya, berusaha semaksimal mungkin untuk melepaskan diri dari pengawasan mobil hitam yang jelas menyadari bahwa mereka telah diketahui oleh Javiel.

Terjadi aksi kejar-kejaran yang dramatis di jalanan, Javiel dengan cekatan menghindari setiap upaya mobil hitam untuk mendekatinya. Saat mobil mereka memasuki jalanan yang lebih sepi, mobil Javiel dihantam dari belakang, membuatnya oleng, tetapi dengan tangkas, ia memulihkan kendali mobilnya.

Ruthless DominionWhere stories live. Discover now