•1•

14 11 0
                                    

Jakarta, Januari 2018

Mempunyai pacar yang friendly bagaikan makan hati setiap hari.

Bagaimana tidak? Setiap hari Zahra harus melihat Bima dekat dengan cewek lain selain dirinya.

Meskipun begitu Zahra tetap setia terhadap Bima, tidak masalah jika Bima dekat dengan cewek lain selain dirinya. Toh, hati Bima hanya ada Zahra seorang.

Zahra duduk di bangku yang letaknya berada tak jauh dari minimarket—tempat PKL-nya. Dia membuka ponselnya yang baru saja dia keluarkan dari tasnya.

Zahra tersenyum tipis ketika mendapat notifikasi chat dari Bima.

Bima❤️: Udah pulang? Aku jemput ya sayang?

Zahra: Emang kamu nggak sibuk? Aku bisa pulang sendiri kok.

Bima❤️: Mau aku lagi sibuk atau enggak, kamu itu prioritasku, aku bisa aja ninggalin kesibukanku tapi aku nggak bisa ninggalin kamu.

Senyuman Zahra kian melebar ketika membaca chat dari Bima barusan. Itu adalah salah satu alasan Zahra bisa kepincut dengan Bima.

Karena chatnya belum di balas juga, akhirnya Bima memutuskan untuk menelfon Zahra yang masih memandangi layar ponsel sembari senyum-senyum sendiri.

Zahra menggigit bibir bawahnya ketika ponselnya tiba-tiba bergetar karena mendapat panggilan dari Bima secara tiba-tiba, namun tak berselang lama akhirnya dia mengangkat panggilan itu.

"Halo sayang? Chat aku kenapa di read doang?"

Suara Bima selalu berhasil menenangkannya. "Boleh jujur nggak?"

"Aku lebih suka kamu jujur dari pada berbohong."

"Aku tadi baper sama kamu, sampai lupa belum balas chat kamu." Setelah mengatakan kalimat itu Zahra mendengar tawa di seberang sana, itu tawa Bima.

Bima yang entah sejak kapan sudah berada di disini. Tubuh Zahra terasa kaku semua. Cowok itu berhasil mengagetkannya.

"Kaku banget sih? Kayak abis lihat hantu aja,"

Zahra segera menyimpan ponselnya yang masih berada di genggamannya. Setelahnya dia menatap sebal Bima yang masih memandangnya sembari tersenyum.

Zahra memukul lengan Bima berulang kali hingga cowok itu mengaduh—pura-pura terlihat kesakitan untuk membuat cewek itu senang.

"Ngagetin tau nggak?" Zahra bertanya sembari mengerucutkan bibirnya.

"Iya sayang. Maaf. Janji nggak bakal ngagetin kamu lagi—"

"Kamu kok tiba-tiba udah ada di sini? Aku kira kamu masih berada di rumah,"

"Aku nggak tega ngebiarin kamu nunggu lebih lama, jadi aku datang ke sini lebih awal,"

Lagi dan lagi Bima membuat hatinya seolah menjadi meleleh. Cowok itu selalu membuatnya bahagia dengan perlakuannya—meski hanya hal kecil sekalipun.

Tubuh Zahra hampir limbung ketika Bima mengapit lehernya secara mendadak. "Udah ah, jangan bengong mulu—"

"Kamu pasti laper? Kita makan dulu sebelum aku anterin kamu pulang ya?"

Zahra tidak sanggup untuk menolak. Menolak pun percuma, mengingat bahwa Bima adalah seorang cowok yang keras kepala.

Keduanya berjalan menuju motor ninja Bima yang letaknya tak jauh dari minimarket. Bima memasangkan helm cewek yang dia beli khusus untuk sang kekasih. Sementara Zahra dia hanya diam saja ketika Bima memasangkan helm untuknya.

Setelah menyuruh Zahra naik, barulah Bima melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Hari sudah petang dan jalanan bertambah ramai.

Bima ingin membawa Zahra ke suatu tempat yang pasti akan Zahra sukai nantinya.

Tidak butuh waktu lama untuk keduanya sampai tiba di lokasi. Zahra menutup mulutnya karena tak percaya.

Bima membawanya ke kedai seblak yang sedang hits di kotanya.

"Kamu ngapain ngajak aku ke sini?"

"Katanya rata-rata cewek pasti suka seblak dan aku tebak pasti kamu ada di salah satu dari mereka?"

Zahra menggelengkan kepalanya pelan. Selain perhatian, Bima juga termasuk salah satu cowok yang mempunyai kepekaan yang tinggi. Minusnya friendly.

Zahra menatap Bima sendu. "Saking terharunya, aku jadi nggak tau harus jawab apa,"

Bima hanya terkekeh pelan. "Ayo masuk!" Ajak Bima sembari meraih tangan Zahra dan menggenggamnya.

Bima memesan dua seblak dengan level pedas sedang. Bukan tanpa sebab, Bima memilih level pedas sedang karena terlalu khawatir dengan Zahra.

Katanya makan pedas itu tidak baik untuk kesehatan makanya Bima memilih hal itu.

Zahra hendak berprotes, namun sebelum berhasil mengeluarkan suaranya, Bima lebih dulu menempelkan jari telunjuk untuk membungkam mulutnya.

Sebenarnya Zahra sangat suka dengan makanan pedas dengan tingkat kepedasan yang tinggi. Mendengar Bima pesan seblak dengan level sedang membuat mulutnya ingin mengomel.

Tetapi ketika mengingat perhatian Bima yang di torehkan untuknya membuatnya jadi lemah dan gagal untuk marah-marah.

Bima membawa Zahra menuju tempat makan yang sudah di sediakan. Cowok itu menarik salah satu kursi ke belakang. "Silahkan duduk, cantikku."

Pipi Zahra refleks memerah. Setelah Zahra duduk, barulah Bima menyusul duduk di depan Zahra, jarak keduanya sekarang hanya terhalang oleh sebuah meja.

"Aku tau kamu suka makanan yang tingkat kepedasannya tinggi. Tapi sayang ... Kamu nggak boleh terlalu sering makanan pedas. Itu nggak baik buat kesehatan kamu. Aku bilang gini karena aku sayang sama kamu, aku juga peduli sama kamu jadi kamu jangan mikir bahwa aku nggak sayang kamu karena nggak ngebolehin kamu makan pedas. Boleh aja kok, asal jangan terlalu pedas dan jangan terlalu sering. Aku sayang banget sama kamu, makanya aku nggak mau kalau kamu sakit."

Mendengar penjelasan Bima barusan membuat Zahra terdiam seribu bahasa. Matanya berkaca-kaca, Bima terlalu romantis untuk seorang cowok.

"Udah dong yang, nanti aku bisa nangis gara-gara kamu terlalu sosweat loh,"

"Janji ya? Besok-besok jangan makanan pedas terus?"

"Iya, janji!" Zahra mengangguk pelan sembari menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking milik Bima. Bertepatan dengan datangnya penjual seblak yang sudah membawa dua gelas es teh.

Di susul dua mangkuk seblak yang asapnya mengepul karena masih panas. Keduanya kontan berterimakasih kepada sang penjual.

"Seblaknya masih panas, mau aku tiupin?"

Zahra membeo, lagi-lagi Bima memberinya perhatian. Dia lantas menggeleng pelan, tak ingin merepotkan cowok itu lebih lagi.

"Udah nggak apa-apa, kamu kan cewek aku, jadi jangan merasa nggak enak gitu ya, sayang?"

Bima mengambil sendok mulai mengambil seblak di dalam mangkuk, membawanya ke depan bibirnya untuk meniup sampai tidak terlalu panas.

Zahra bertopang dagu, namun sorot matanya tak lepas dari wajah tampan Bima. Cowok itu terlihat begitu telaten.

Tidak heran bahwa banyak sekali cewek yang ingin dekat dengan Bima. Mengingat bahwa Bima sangatlah bisa jika di suruh meng-treat like a queen seorang cewek.

Setelah di rasa sudah tidak begitu panas, Bima mendekatkan sendok yang sudah terisi seblak menuju mulut Zahra yang sudah terbuka.

"Nah ... Gitu dong nurut, aku seneng banget kalau kamu nurut kayak gini tau nggak?"

*

TBC!

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 19, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

La(Ra)Where stories live. Discover now