RH-03

136 29 6
                                    

Dering ponsel Alea terus berdering. Alea yang terlalu fokus dengan pembeli di warungnya, tidak mendengar bunyi ponselnya. Meski terasa letih dan sangat sibuk, tapi Alea bersyukur warung grosir miliknya tiap hari dipenuhi pembeli. Baik yang datang langsung ke toko, di antar oleh karyawan toko ataupun pesanan via online.

Setidaknya ia masih memiliki rejeki untuk dirinya sendiri dan anak-anak. Sejak Fahmi memutuskan untuk poligami, Alea sudah pasti tidak mendapatkan sepenuhnya uang gaji dari Fahmi karena harus dibagi dengan Ningsih. Untuk itulah Alea mati-matian membangun sendiri kerajaan bisnisnya sendiri. Tanpa Fahmi ketahui, Alea membangun bisnis lain untuk anak-anaknya.

"Bu, maaf. Hapenya dari tadi bunyi. Maaf kalau lancang saya angkat, sepertinya penting karena guru sekolahnya adek yang telpon berkali-kali," ucap salah satu pegawai di tokonya sambil menyerahkan ponsel yang masih terhubung ke arah Alea.

"Ya ampun aku ngga denger. Makasih ya, Ti."
Alea mengangkat telpon dari guru sekolah Kalina. Betapa kagetnya Alea saat mendengar info dari guru sekolah putrinya.

"Apa? Siapa Miss yang jemput Kalina?"

"Tolong, jangan diijinkan. Saya ngga kenal sama orangnya. Sekarang saya jemput Kalina ke sekolah. Tolong jaga Kalina sampai saya datang ya, Miss." Alea memutus sambungan telepon lalu bergegas pergi dari warungnya sambil mengumpat kasar.

***

"Ibuuu!!" Seru Kalina saat melihat kedatangan Alea. Gadis kecil itu berlarian ke arah Alea yang baru turun dari mobilnya. Alea langsung memeluk dan menggendong Kalina. Tak lupa memberikan ciuman hangat untuk putri tercintanya.

"Ibu kemana aja? Adek udah bosen tunggu di sekolah," gerutu Kalina lucu.

"Maaf. Tadi ibu keasikan di warung, soalnya pengunjung lagi banyak sayang. Maafin ibu ya."
Kalina mengangguk. Alea menatap Miss Sophia guru putrinya.

"Terimakasih karena tidak membiarkan anak saya di jemput oleh orang yang tidak dikenal, Miss," ucap Alea.

"Sama-sama, Mom. Kalau boleh tahu, siapa ibu yang mengaku sebagai Uminya Kalina?"

"Complicated Miss. Terlalu panjang untuk di ceritakan. Pokoknya jangan pernah kasih anak saya di jemput oleh selain saya ya Miss. Meskipun itu ayahnya yang jemput."

"Tapi mom..."

"Please..." Alea memohon. Miss Sophia mengiyakan permintaan Alea. Keduanya pun pamit pulang. Di halaman sekolah Alea melihat Ningsih masih duduk di kursi penunggu dengan resah. Kemunculan Alea dan Kalina membuatnya menghampiri mereka.

Alea buru-buru memasukkan Kalina ke dalam mobil. Ia tidak ingin putrinya mendengar hal-hal yang tidak sepatutnya di dengar oleh anak-anak seusianya.

"Berani sekali kamu datang ke sekolah putriku untuk menjemput?!" Ujar Alea dengan nada tak suka.

"Anu Al, Mba minta maaf karena..."

"Kamu tidak perlu repot repot mengurusi anak-anakku. Urus saja urusan mu sendiri. Ini terakhir kalinya aku melihat kamu datang ke sekolah anak-anak ku. Paham!"

Alea masuk ke dalam mobil dan pergi meninggalkan Ningsih begitu saja. Ningsih yang sedih akhirnya pulang ke rumah dengan menggunakan angkutan umum.

***

Malam itu Fahmi dan Alea kembali bertengkar di kamar. Sudah pasti pertengkaran diantara mereka terjadi karena Ningsih yang sedih tak diijinkan menjemput Kalina. Fahmi tidak terima karena Alea melarang Ningsih untuk mencoba dekat dengan anak sambungnya.

Suara pertengkaran keduanya dari lantai dua terdengar hingga lantai bawah. Ningsih yang semula berada di kamar, akhirnya keluar untuk melihat apa yang terjadi. Matanya sembab sehabis menangis.

"Sudah puas belum membuat kedua orang tuaku bertengkar seperti itu setiap harinya?"

Ucapan Aluna membuat Ningsih menoleh kearah gadis yang beranjak dewasa. Aluna tampak santai duduk di sofa sambil menonton acara televisi kesukaannya. Ningsih meremas gamisnya.

"Anu Kak. Umi tidak...."

"Jangan pernah berlagak sebagai ibu baru dirumah ku. Ibu ku hanya Ibu Alea. Tidak ada ibu lain yang pantas ku panggil Ibu selain beliau." Ucapan Aluna tak kalah menusuk.

"Anda bisa saja menjadi isteri Ayah saya, tapi tidak menjadi ibu kami. Tolong, jangan memperkeruh keadaan rumah. Biarkan aku, Kalina dan Ibu hidup dengan damai."

Aluna beranjak dari duduknya setelah mematikan tv. Ia naik ke lantai dua dimana kamarnya berada. Ningsih semakin sedih. Ia kembali masuk ke dalam kamarnya dan menangis.

Tidak ada satu orang pun yang mengharapkan dirinya disana. Ia menyesal telah menghancurkan rumah tangga dari pria yang selama ini ia cintai diam diam.

"Umi... Abah... Ning ingin pulang," ucapnya sambil menahan tangis saat berkomunikasi dengan kedua orang tuanya.

***

Cukup lama Fahmi duduk di ruang keluarga seorang diri setelah pertengkarannya dengan Alea. Fahmi tidak habis fikir, bagaimana bisa isteri tercintanya kembali berubah menjadi pembangkang seperti itu. Padahal dulu Alea yang ia kenal adalah wanita yang lemah lembut dan penurut. Sejak pernikahannya dengan Ningsih, Alea kembali ke mode pembangkangnya lagi, dan itu membuat Fahmi nyaris bertengkar setiap harinya.

Lelah dengan semuanya, Fahmi memutuskan untuk tidur bersama Ningsih. Ia tidak mungkin kembali ke kamar Alea karena isterinya sudah mengunci pintu kamar rapat rapat. Fahmi menatap Ningsih yang terlelap dengan kondisi mata yang sembab setelah menangis. Fahmi mengecup dahi Ningsih lalu membaringkan tubuhnya di samping isteri tercinta.

"Maaf aku belum bisa membahagiakan kamu dan dia," bisik Fahmi sebelum akhirnya terlelap.

Pagi itu suasana di rumah semakin mencekam saja. Dua menu sarapan tersedia di meja makan. Seperti sebelum sebelumnya, Alea hanya membuat menu sarapan untuk dirinya dan kedua putrinya, sedangkan Fahmi membuat sarapan untuk dirinya dan Ningsih karena Ningsih tidak pandai memasak. Selain itu Mbok Yum juga dilarang Alea untuk membantu Fahmi membuatkan sarapan.

Tidak ada obrolan diantara ketiganya selama sarapan, selain celotehan Kalina. Alea sesekali menanggapi ocehan putri bungsunya.

"Ayo anak-anak, kita berangkat ke sekolah," ujar Alea sambil membawa piring kotor bekas sarapan ke dapur. Disana sudah ada Mbok Yum yang sudah menunggu piring piring kotor untuk di cuci. 

Aluna dan Kalina bersiap dengan tas mereka. Keduanya pamitan kepada Fahmi sebelum berangkat tapi tidak berpamitan dengan Ningsih. Fahmi kesal melihatnya. Ia menyusul anak-anaknya ke teras rumah.

"Kakak, kenapa Umi Ninb di lewat? Kakak dan adek ngga pamitan sama Umi?" Tanya Fahmi baik-baik. Belum sempat Aluna bicara, Alea menjawab duluan.

"Jangan memaksa anak-anak untuk menerima. Biarkan mengalir apa adanya saja."

"Kamu selalu seperti itu, Al."

"Ya aku memang seperti ini. Mau bagaimana lagi?"

Alea menyuruh anak-anak untuk segera masuk ke dalam mobil. "Biarkan aku yang mengantar anak-anak ke sekolah."

"Tumben. Ada apa gerangan?"

"Jangan memancing pertengkaran, Alea." Fahmi menggeram menahan emosinya.

"Yang selama ini seneng cari huru hara kan kamu. Aku hanya memuluskan jalan mu. Itu saja kok!"

"Capek aku berdebat sama kamu!"

"Kamu pikir aku ngga capek selama ini!"

"Kalau kamu capek, silakan mundur!"

Ucapan Fahmi tanpa sadar membuat Alea tersenyum. "Oke. Aku harap kamu tidak menyesali ucapan mu!"

Alea menyusul anak-anaknya ke dalam mobil. Fahmi termenung mendengar ucapan Alea. Untuk beberapa saat ia mencoba mencerna ucapannya sendiri. Dan seketika ia menyesali ucapannya itu!

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 19, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

DISCOVERY OF LOVE (Season 2)Where stories live. Discover now