BAB 63: POLOSNYA ARUNA

6.8K 830 51
                                    

SELAMAT MEMBACA
***

Aruna masuk kedalam kamar dan melihat Arjuna yang sedang berdiri di depan jendela.

"Abang ganteng," panggil Aruna pelan. Dia berjalan dengan pelan menuju suaminya.

"Masa baru baikan, marahan lagi. Seminggu lagi aja Bang marahannya, di kasih jeda lah." Ucap Aruna. Dia memeluk tubuh Arjuna dari belakang. Menempelakan wajahnya di punggung laki-laki itu. Aroma keringat bercampur parfum milik Arjuna benar-benar candu bagi Aruna.

"Abang kok marahnya sama Runa. Itu kerjaan Salsa sama Reni Bang, Runa tidak ikut-ikut. Runa saja bilang kalau sudah punya pacar. Teman-teman Runa juga tau, kan Abang umumkan waktu itu. Dasar merekanya saja yang bebal, tidak percaya." Ucap Aruna dengan kesal.

Ingatkan dia untuk membungkam mulut temanya itu saat bertemu. Gara-gara voice note unfauedahnya dia harus kembali membujuk anak ayah Abi yang kalau ngambek susah baiknya itu. Benar-benar menambah kerjaan saja.

"Abang tunggu sebentar."

Aruna keluar dari kamar, dan tak lama kembali lagi. Dia membawa ponselnya dan menunjukkannya pada Arjuna.

"Ini, yang tinggi ini namanya Andri. Teman satu kelompok waktu OSPEK. Kita cuma teman kok Bang. Meskipun paling ganteng di kelompok..."

Tuk ...

Belum selesai Aruna bicara, bibir nya lebih dulu di sentil oleh Arjuna.

"Tapi masih ganteng anak ayah Abi kok. Lihat kepala Runa lurus ke Abang, sudah tidak bisa menoleh kemana-mana lagi. Mata Runa cuma lihat anak ayah Abi, tidak lihat anak ayah lain lagi." Ucap Aruna dengan serius.

Arjuna yang awalnya kesal, sekarang ingin tertawa. Entah, kenapa lucu sekali istrinya itu. Tapi tidak mau membuat Aruna besar kepala, boleh kan dia sedikit jual mahal.

"Abang belum mandi kan? Ayo Runa temani mandi yuk." Aruna ingin membuka kancing baju milik Arjuna. Tapi langsung di hentikan oleh Arjuna.

"Kalau cuma di temani Abang tidak mau. Abang bisa sendiri." Ucap Arjuna dengan seius.

"Yasudah kalau bisa sendiri. Runa siapkan bajunya ya. Abang mandi sana."

Aruna yang tidak faham dengan perkataan suaminya benar-benar berhasil memancing kekesalan Arjuna. Tapi dia tahan sekuat tenaga. Anggap saja dia sedang memancing. Harus bersabar demi hasil yang memuaskan.

"Ayo mandi sama Abang." Ucap Arjuna langsung. Tidak usah pakai kode-kodean yang tidak di fahami Aruna. Langsung saja bicara dengan gamblang.

"Runa sudah mandi. Cium tangan Runa. Masih bau sabun." Aruna mengulurkan lengannya agar Arjuna bisa mencium aroma sabunnya.

"Kotor kamu, tadi peluk-peluk Abang. Harus mandi lagi." Ucap Arjuna.

"Yasudah nanti ganti baju saja. Kan peluknya baju ketemu baju. Yang kotor ya cuma bajunya."

"Jangan tidur sama Abang nanti, kamu kotor. Tidur di luar nanti." Kalau di bujuk tidak mempan, berarti harus di ancam.

"Yasudah mandi lagi. Nanti tapi setelah Abang," ucap Aruna dengan pasrah.

"Ngapain setelah Abang. Abang mau lama mandi, nanti kemalaman kalau setelah Abang. Nanti malam-malam mandi sakit kamu, rewel lagi."

"Kan pakai air hangat, mana sakit."

Ibarat kartun mungkin telinga Arjuna sudah berasap tapi harus tetap sabar.

"Mandi yang baik itu pakai air dingin. Bukan air hangat. Lebih sehat."

"Masa sih? Bukannya air hangat ya kalau sore itu."

"Kok ngeyel sih, yang dokter itu Abang atau kamu."

"Abang sih, tapi kan..."

Sudah malas berdebat, akhirnya Arjuna menarik tangan Aruna kekamar mandi. Aruna yang sudah tidak memiliki kesempatan untuk mengelak lagi, hanya bisa pasrah mandi sore dua kali.

***
"Bun kalau sore bagusnya mandi pakai air hangat atau dingin sih Bun." Tanya Aruna tiba-tiba. Dia masih merasa janggal dengan penjelasan Arjuna sore tadi. Seperti ada yang kurang pas.

Abi yang duduk di sebelah istrinya sepertinya mulai tertarik dengan pertanyaan Aruna.

"Memangnya kenapa Runa tanya begitu?" Tanya Abi dengan wajah gelinya.

"Mau tau saja Ayah. Bagus air dingin atau air hangat?" Tanya Aruna lagi.

"Ya kalau cuaca dingin begini, terus sore. Paling bagus sih air hangat, jangan air dingin nanti sakit." Ucap Abi.

"Apalagi kalau habis beraktifitas berat. Di sarankan air hangat. Dapat meredakan ketegangan otot-otot dan dapat menenangkan fikiran." Imbuh Utari lagi.

"Kok katanya air dingin," guman Aruna lirih. Yang ternyata gumanannya terdengar oleh Abi dan Utari.

"Kata siapa?" Tanya Utari langsung.

"Kata anak ayah," jawab Aruna dengan kesalnya. Jadi dia di tipu oleh suaminya.

Utari langsung tertawa, cerdik sekali putranya itu ternyata.

"Kamu juga ngapain percaya begitu saja sama omongan Juna." Kekeh Abi di akhir kalimatnya.

"Katanya dia yang dokter jadi harus nurut sama dokter."

"Dokter gadungan itu. Masa dokter begitu," celetuk Abi lagi.

"Jengkel ihhh sama Bang Juna. Masa Runa suruh mandi dua kali pakai air dingin. Mana dingin lagi, awas Bang Juna nanti." Ucap Aruna penuh kekesalan. Dan lebih kesalnya, bisa-bisanya dia mau di bodohi Arjuna.

"Runa mandi dua kali, kenapa? Kan sudah mandi sore tadi?" Tanya Utari.

"Gara-gara Bang Juna Bun..."

"ARUNAAAA!!!" Arjuna langsung membekap mulut Aruna agar tidak lagi bicara yang tidak-tidak. Bisa habis dia di jadikan bahan olokan oleh ayahnya jika sampai Aruna bicara kelakuan sorenya tadi. Dasar bodoh, apa hal seperti itu tidak bisa di simpan sebagai rahasia. Apa harus di bicarakan dengan gambalang. Dia kan malu.

"Juna bawa Runa naik ya Bun. Harus belajar dia besok masih ujian." Ucap Arjuna langsung membawa Aruna naik kekamarnya. Meninggalkan kedua orang tuannya yang masih berada di depan televisi.

"Kalau malam mandi air hangat Bang, jangan air dingin. Nanti sakit," teriak Abi dengan keras agar dibdengar Arjuna.

Bughhhh...

Utari langsung memukul perut Abi dengan keras. Senang sekali suaminya itu cari masalah.

"Kaya Om itu sukanya cari kesempatan dalam kesempitan. Sudah tau istrinya polos, masih suka di kibulin." Ucap Utari pada Abi.

"Ya wajar kalau mirip saya Tari. Namanya buah jatuh pasti tidak jauh dari pohonnya."

"Kan kasihan Runa kalau sering di manfaatin sama Juna," keluh Utari lagi.

"Sudah biarkan saja. Urusan mereka itu, kita jangan ikut campur."

Sedangakn di dalam kamar, Arjuna hanya bisa menatap Aruna dengan pasrah. Tidak tau lagi harus bagaimana mengatakannya pada Aruna.

"Abang kenapa sih, lihatin Runa begitu?" Tanya Aruna. Dia risih karena sejak tadi di tatap oleh Arjuna.

"Abang ini sedang berfikir." Jawab Arjuna.

"Berfikir apa?"

"Apa kurang uang yang Abang kasih buat kamu jajan. Buat menghidupi kamu, sampai otak kamu tidak berkembang dengan sempurna?" Guman Arjuna lagi.

"Jadi maksud Abang, Runa idiot?"

Arjuna menatap Aruna dari ujung kaki sampai ujung kepala. Lalu menggelang dengan pelan. Untung cantik, batin Arjuna.

"Idiot sih tidak, hanya saja kurang cerdas sedikit. Besok makan yang bergizi mana tau tambah pintar. Sudah sana belajar," Arjuna menuntun Aruna menuju meja belajarnya. Dia lalu duduk di ranjang dan terus mengawasi Aruna yang sedang belajar itu.

***BERSAMBUNG***

YOGYAKARTA, 19 SEP 2023
SALAM
E_PRASETYO

CINTA ARJUNA (DELETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang