42

406 61 7
                                    

Waktu berlalu begitu cepat dan musim pun terus berganti. Hanbin sebagai murid kelas tiga sangat disibukkan dengan segala kegiatan belajar beserta ujian-ujian yang akan dilaluinya. Kelulusannya akan segera tiba dan ia berharap mendapatkan hasil yang terbaik. Selama kesibukannya itu Hanbin berusaha mengabaikan hal-hal yang menganggu pikirannya, ia harus fokus belajar.

Hanbin tidak hanya menghabiskan waktu belajarnya bersama Taerae, terkadang di rumah Zhang Hao juga membantunya belajar. Padahal Hanbin sudah menolaknya karena tahu kesibukan sang ayah, namun Zhang Hao tidak menerima penolakan. Ia ingin menjadi tutor bagi putranya tersebut dan Hanbin pasrah menerimanya.

Sudah lama sekali Hanbin tidak diajari oleh Zhang Hao sejak lelaki itu menjadi guru biolanya. Sang ayah selalu membuatnya kagum dengan kemampuannya. Hanbin merasa lebih mudah memahami pelajarannya tiap kali Zhang Hao mengajarkannya. Sosok Zhang Hao begitu pintar dan Hanbin ingin sekali bisa seperti ayahnya.

"Bagaimana, mudah kan?" Zhang Hao baru saja menjelaskan mengenai rumus matematika dari soal-soal yang dikerjakan Hanbin.

"Wah, benar juga. Ayah memang hebat. Penjelasanmu selalu mudah dipahami," puji Hanbin dengan mata berbinar kagum pada Zhang Hao.

"Ayahmu kan memang hebat, Hanbin," kata Zhang Hao percaya diri. "Putraku pun tentu harus lebih hebat dari Ayahnya."

"Baik, Ayah. Aku akan berusaha lebih keras," kata Hanbin bertekad.

"Itu baru semangat, putraku," kata Zhang Hao sambil mengusap kepala Hanbin.

Hanbin selalu senang tiap kali Zhang Hao memujinya untuk hal apa pun yang dilakukannya. Tidak pernah sekalipun ia ingin membuat ayahnya kecewa. Bila ia membuat kesalahan pun Zhang Hao tidak akan memarahinya, ia hanya diberitahu di mana letak kesalahannya dan berjanji untuk tidak mengulanginya. Selanjutnya Zhang Hao akan memeluknya agar Hanbin merasa tenang.

"Betapa beruntungnya aku memiliki orangtua seperti Ayah. Ayah begitu menyayangiku, selalu sabar menghadapiku dan membesarkanku dengan penuh kasih sayang. Ayah adalah laki-laki hebat yang selalu kukagumi dan kuhormati. Jadi kuharap hubungan kami akan selalu seperti ini selamanya," batin Hanbin saat melihat Zhang Hao yang tengah menjelaskan pelajaran lainnya.

Hanbin selalu menyayangi Zhang Hao sebagai ayahnya, jadi ia tak mau pikiran aneh menyusup masuk di benaknya. Ia berusaha mengabaikan tiap godaan asing yang entah kenapa akhir-akhir ini mengganggunya. Ia tak mau memandang ayahnya dengan cara yang berbeda, membiarkan fantasi liar tak bermoral terus menggodanya. Ia tak ingin menjauhi ayahnya hanya karena perasaan aneh yang terkadang muncul tiap mereka berdekatan.

"Hanbin? Apa kau mendengarkan Ayah?" Zhang Hao menegur Hanbin yang tampak melamun.

"Ah, maaf. Aku malah melamun. Maaf, Ayah. Aku tidak mendengarkan penjelasanmu," kata Hanbin yang merasa menyesal.

"Tidak apa-apa. Sepertinya Hanbin sudah lelah, kita sudahi pelajaran hari ini," kata Zhang Hao sambil menutup buku pelajaran Hanbin. "Sebaiknya Hanbin segera beristirahat."

"Baiklah, Ayah," kata Hanbin yang menuruti ucapan Zhang Hao.

Hanbin segera merapikan buku-bukunya sambil dibantu oleh Zhang Hao. Ia ingin kembali ke kamarnya, namun Zhang Hao menahan sebelah tangannya.

"Ada apa, Ayah?" Hanbin terlihat bingung.

"Mau berbaring sejenak di pangkuan Ayah? Ayah ingin sekali memanjakan Hanbin yang sudah bekerja keras," kata Zhang Hao tersenyum.

Hanbin terdiam selama beberapa saat dan tampak mempertimbangkan tawaran Zhang Hao. Biasanya Hanbin akan mengangguk dengan cepat dan membiarkan Zhang Hao memanjakannya. Namun, kini ia merasa berhati-hati saat berinteraksi yang dirasa terlalu intim dengan sang ayah. Hanbin tak mengerti kenapa ia malah meragu di saat hatinya sebenarnya sangat menginginkannya.

PemujamuWhere stories live. Discover now