Seharusnya memang aku tidak lengah. Seharusnya aku tidak melupakan watak buruk ayahku. Dari kecil hidupku memang tidak ada privasinya. Jika sudah begini, aku takut kak Sunghoon akan terseret.
"Aku ingin hidup tanpa uang ayah, itu saja. Aku mencari pekerjaan sesuai keinginanku. Bukankah itu nantinya akan meringankan beban ayah? Dan satu lagi, wajar jika aku dan klienku akrab kan, ayah?"
Aku melihat tatapan meremehkan jelas tersorot dari mata ayahku.
"Jangan membuat ayah merasa lebih buruk lagi karena tidak bisa mendidik putraku sendiri, Kim Sunoo."
"Ayah, apa yang salah?" Ujarku mulai membantah. Bukannya bangga bisa membantah ayah, tapi apakah pilihanku salah?
"Masuk kamar dan jangan pernah kembali ke Ibu Kota, Kim Sunoo. Jangan membantah atau perlu diseret?"
"Ayah, aku tidak bisa! Aku pasti akan melanjutkan pendidikanku, tapi tidak sekarang, ayah."
"Ayah tidak ingin mendengar apapun lagi."
Ayah meninggalkan ku dan tanaman yang sudah hancur di ruang kerjanya. Sialnya tidak ada lagi akses yang bisa membawaku kabur dari istana horor ini. Aku membenci bangunan ini, dan isinya, karena di pojok sana ada laki-laki yang jauh lebih kecil dari ku, yang tak pernah sekalipun ku anggap adik, sedang menatapku mengejek.
.
Di dalam ruangan kecil dengan penerangan yang redup, sosok ayah dari pemuda bermarga park, berdebat dengan pikirannya. Ayah yang sebenarnya menyayangi, juga mengkhawatirkan masa depan putra bungsunya, namun tak bisa menunjukkan rasa kasihnya. Salah paham pun timbul akibat perlakuan dari sang ayah, membuat mental serta fisik putra bungsunya terluka.
Namun sang ayah sendiri belum menyadari perlakuan kerasnya pada putra kecilnya. Sang ayah belum menyadari dampaknya pada hidup putra kecilnya. Pilih kasih pada putra sulungnya juga menambah api dalam keluarga kecil mereka.
"Tak ada yang bisa mengerti perasaanku." Gumam Alden- ayah Park Sunghoon.
"Jika salah mengambil langkah, hidup akan hancur selamanya. Padahal putraku sudah hidup cukup lama, mengapa dia belum mengerti? Huh, aku hanya takut hidupnya akan seburuk hidupku."
"Bermain film takkan mengubah hidupnya. Itu sangat mustahil. Mengapa keras kepalaku turun pada anak itu?"
.
Berbeda dengan latar tempat redup, kini berganti dengan latar bising juga lantunan suara yang tak bisa terbilang merdu, karena penyanyinya bernyanyi seraya melampiaskan seluruh emosinya. Sunghoon, Heeseung, dan Jay, trio itu memutuskan pergi karaoke usai peragaan telah berakhir.
"Pengangguran berusia 20-an yang takut hari esok,"
Lebih tepatnya, hanya Sunghoon yang masih lanjut bernyanyi setengah berteriak, karena Heeseung dan Jay sudah tidak mempunyai tenaga lagi. Jika bukan karena Sunghoon yang sudah tipsy, mungkin mereka sudah pulang.
"Ikuti mimpimu seperti penghancur,"
Pemuda bermarga Park itu bernyanyi tak karuan dan mulai berlantur tentang hal-hal yang tak pernah Heeseung dan Jay dengar.
"Hentikan. Kamu terlihat menyedihkan." Ujar Heeseung sontak membuat Sunghoon dengan wajah semerah kepitingnya menoleh hendak menjawab, namun Jay langsung menyeletuk,
"Sudah cukup. Kita pulang. Kau terlalu banyak minum."
"Kalian menghancurkan momen berhargaku." Lagi dan lagi, kalimat yang menggambarkan suasana hati Sunghoon kembali terlontar. "Aku jarang merasa bahagia tanpa harus memikirkan apapun."
Mereka bertiga berteman sejak menduduki bangku sekolah dasar, namun tidak ada yang pernah mengunjungi tempat tinggal Sunghoon, tidak ada yang pernah mengetahui apa yang terjadi pada Sunghoon. Dan malam ini, keduanya terkejut melihat betapa sedihnya Park Sunghoon.
Matanya berlinang air mata menatap kedua temannya.
.
Pikirkan baik-baik masa depanmu,
Kau tak bisa melakukannya sendiri,
Kenapa kau tak punya ambisi?
Kau akan terus seperti ini hingga mati?
Persetan. Jalan raya tengah malam ini begitu sunyi. Hanya saja isi kepalanya berisik. Tidak apa, setidaknya itu membuat Sunghoon tak takut hantu jikalau ada yang menampakkan wujudnya tiba-tiba.
Tungkainya melangkah tanpa arah tujuan, asal tak ke rumah. Tempat dimana hatinya malah semakin merasa sesak. Tempat satu-satunya dimana Sunghoon akan merasa benar-benar seperti rumah hanyalah Sunoo- kekasih kecilnya. Tapi mirisnya, Sunoo pun berpamitan untuk pulang ke kota kelahirannya.
Tak lagi merasa mabuk, alias Sunghoon sudah sadar walau masih lemas, Sunghoon lebih tenang berjalan kaki malam hari daripada diantar oleh Heeseung dengan mobil mewahnya. Takut-takut Heeseung malah menanyakan tentang apa yang dialaminya selama ini. Sunghoon hanya merasa malu.
Bersyukur Sunoo pernah memberi password pintu rumahnya, Sunghoon teringat, dan kini tujuannya adalah bangunan dengan wangi khas kekasihnya yang mungkin akan menenangkan pikirannya.
.
Sunghoon lancang. Merebahkan tubuh rapuhnya ke atas ranjang milik Sunoo dan memperhatikan seluruh sisi sudut kamar milik Sunoo.
Aku tak pernah punya kamar sendiri. Sekarang, aku butuh kamar untuk bisa nangis sesukaku.
Entah mengapa, rasanya sangat tenang berada di tengah boneka milik kekasihnya.
Sunoo tak mungkin memarahinya karena memasuki rumahnya sembarangan. Karena ini bukan pertama kalinya Sunghoon pergi ke rumah Sunoo hanya untuk menangis.
Tiba-tiba Sunghoon merasa ada yang menyusul naik ke atas ranjang. Seekor binatang berbulu berukuran mini, yang tak lain adalah kucing yang pernah mereka berdua selamatkan saat pertama kali bertemu. Pertemuan mereka memang takdir. Takdir Sunghoon dapat menemukan kebahagiannya pada Sunoo, begitupun sebaliknya.
21 oktober 2023.
KAMU SEDANG MEMBACA
[4] magnolia ; sunsun ✓
Fanfictionfeaturing park sunghoon, kim sunoo ⟡ 〝 kita punya cinta, tapi dunia punya norma. 〞 perkara menyelamatkan kucing, membuat sunghoon bertemu dengan sunoo yang nyatanya menjadi sinar rembulan dalam semua permasalahan hidupnya. namun pertemuan itu membu...