Part 3

44 9 4
                                    

Jiyeon memeluk sang Ibu dengan wajah basah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jiyeon memeluk sang Ibu dengan wajah basah. Ayahnya berdiri di sampingnya, tengah menampilkan wajah tercengang, sebab tadi Jiyeon mengatakan jika Ibunya ada di sana, tengah bersama mereka dan sebentar lagi akan pergi menuju alam baka. Jihoon sulit sekali untuk memahami situasi yang terjadi saat ini, dia hanya bisa berdiri mematung layaknya orang linglung.

“Ibu, maafkan aku. Aku harus membuat pilihan ini agar tidak ada yang terluka.” Itu Jiyeon yang berbicara, dia menengadah untuk melihat sang Ibu. Dan Jihoon merasa seperti orang bodoh sekarang, bagaimana bisa ada hal yang di luar nalar bisa terjadi pada dirinya. Arwah isterinya masih ada di bumi, dan saat ini memeluk puterinya.

Lelucon macam apa ini?

Tapi agaknya Jihoon harus kembali berpikir, karena dari awal kejadian di luar nalar telah menghantuinya, semenjak puterinya ditakdirkan menjadi pengantin seorang penyihir.

“Jiyeon, tidak apa-apa. Bukankah kau ingin menemukan Ibu untuk ini? Jadi, kau tak perlu merasa bersalah. Ibu senang akhirnya bisa pergi, jadi kau dan Chanyeol tidak akan bersedih lagi karena Ibu.” Taehee mengelus pipi sang puteri dengan lembut. Kemudian tatapannya mengarah pada Jungkook yang juga ada di sana, tengah bersandar pada dinding sambil menatap mereka.

“Raja Salgon,” bisik Taehee pelan. “Maaf karena terus menghindar darimu. Aku sangat tidak siap untuk bertemu denganmu,” lanjutnya merasa bersalah.

Jungkook terdiam sejenak, kemudian dia menghela napas. “Tidak apa-apa. Aku tahu apa yang sedang kau rasakan saat itu. Jadi, tak usah terlalu dipikirkan. Yang penting sekarang kau sudah bertemu dengan Jiyeon.”

Jihoon menatap Jungkook, dia tahu jika Raja itu tengah berbicara pada isterinya sekarang. Mendadak Jihoon terkekeh getir, sebab hanya dia di sana yang tak bisa melihat presensi sang isteri, dan entah mengapa Jihoon menjadi sedih. Jujur saja, dia juga ingin melihat Taehee, sudah lama sekali Jihoon tidak memandangnya secara nyata, biasanya hanya lewat foto saja.

Taehee menangkap ekspresi itu, kemudian kakinya melangkah untuk berdiri di hadapan sang suami.

“Ayah,” ujar Jiyeon berbisik. Jihoon lekas memandangnya, dan dia bisa melihat senyum Jiyeon mengukir dengan indah. Puterinya menghampiri lalu mengambil jemari besarnya untuk di bawa pada genggaman tangan.

“Ada Ibu di sini, sedang memandang Ayah dengan senyuman.” Otomatis wajah Jihoon mengarah ke depan, namun dia hanya melihat kekosongan di sana. Mendadak air matanya mendesak ke luar, tubuhnya bergetar oleh tangisan. Taehee jadi semakin sedih, sekarang tangannya mengarah pada pipi sang suami.

Dan Jihoon dapat merasakannya, bagaimana kulit hangat itu mengelus pipinya.

Jihoon seperti dibawa berseluncur ke masa lalu, rasanya begitu menenangkan.

“Sayang,” gumam Jihoon bergetar. Taehee tak kuasa menahan tangisan, sekarang air mata mengalir deras dari pipinya. Apa lagi saat mendengar panggilan sayang dari Jihoon, benar-benar terasa nyata memasuki gendang telinganya.

WizardryWhere stories live. Discover now