27. Deran

56 16 3
                                    

"Selamat ya, akhirnya kamu lulus juga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Selamat ya, akhirnya kamu lulus juga."
Dia tersenyum kecil, dengan pandangan mata yang masih tertuju padaku. Dia mengeluarkan sebuah kertas memo dari saku celananya dan menuliskan sesuatu di sana.

"Kenapa datang ke sini?"

Dia menoleh, tangannya berhenti menulis. "Karena saya pengen datang, emang kenapa? Gak boleh?"

Aku diam lagi.

"Titip salam buat Pak Alfian ya," katanya lagi sambil melanjutkan tulisannya.

"Apa Bapak yang selama ini, mengirimi saya surat?"

Dia tidak menjawab, hanya diam saja. Aku masih teringat dengan surat terakhir yang dia kirimkan. "Hana, aku sangat menantikan perjumpaan denganmu. Rasanya hatiku ngilu setiap kali berjauhan denganmu. Ayahmu bilang, berpisah denganmu sementara waktu adalah jalan terbaik untuk kita. Boleh, kan, aku rusak jalan itu?"

Jantungku berdesir. Dia ada di depanku saat ini. ku menoleh ke arah lain saat dia menyadari aku sedang memperhatikannya.

"Apa kamu menolak pesanan saya?"

"Hah?"

"Es Latte Panas?"

Dia menunjuk gambar pada buku menu. Aku memperhatikan tulisan kecil di bawahnya. "Duduk dekatmu, menghilangkan cemas."

Dia tersenyum lagi, dan memberikan secarik kertas padaku.

"Cahaya matahari sedikit redup hari ini, tapi tidak dengan cahaya cinta di dalam dadaku."

Aku tersenyum kecil, entah kenapa rasanya hatiku berbunga membacanya. Dia yang ada di depanku juga sama-sama tersenyum.

"Oh, rupanya, orang dewasa, begini, toh, cara ngerayunya. Ha-ha-ha."

Sontak wajahnya berubah masam saat aku berkata begitu. Aku tertawa geli melihat wajahnya.

"Ada-ada aja, Bapak."

Dia berdiri dan tak jadi memesan. Laki-laki itu pun menghilang di tengah hujan. Saat aku sadar jika dia sudah pergi, hatiku rasanya ngilu.
.
...
.
Beberapa minggu berlalu, aku menerima tiket keberangkatan ke kota Bandung dari Ayah. Aku berkerut bingung menatap wajah kedua orang tuaku itu, pasalnya aku harus berangkat sendiri.

"Hana pergi sendiri aja, ya, soalnya Ayah masih banyak kerjaan!" kata Ayah dengan nada yang memelas. Aku pun menjadi tak tega mendengar keluh kesahnya. Pasti dia ingin menghabiskan waktu bersama ibu saja di rumah saat aku tidak ada.

"Ayah seriusan, ngebiarin anak gadis semata wayang Ayah ini, pergi seorang diri, naik pesawat?? Bukannya ke kota sebelah aja Ayah ngelarangnya sampai keluar urat saraf biasanya??"

Aku menunggu ekspresi Ayah yang terlihat kebingungan mencari jawaban.

"Nggg, kamu ini, lihat!" Ayah menunjukkan dua tiket ke Bali. "Ini Ayah dan Ibun juga ikut kamu kok, nanti di Bandung ada yang jemput, kita bareng-bareng ke bandara, kamu ke Bandung, kami ke Bali, gimana, bagus 'kan?"

Cafe Jasuke Just Okay (Complete Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang