Cuek

129K 7.1K 255
                                    

Diana mengerjabkan matanya, lalu meringis saat merasakan rasa pusing yang luar biasa di kepalanya. Apa yang terjadi semalam, dan di mana pria itu?

"Selamat pagi nyonya, saya ditugaskan tuan untuk membantu anda." 

"Dimana Vano?"

"Maaf kalau itu saya tidak tau nyonya."

"Hm, kalau begitu tolong bantu aku ke kamar mandi."

"Baik nyonya."

"Terima kasih, kau boleh pergi. Aku akan membersihkan diri sendiri."

"Baik, saya permisi nyonya."

Diana melepaskan satu persatu pakaian yang melekat di tubuhnya lalu masuk ke dalam bathtub, ia memejamkan mata sambil mengingat apa yang telah terjadi semalam. Dimulai ia yang sedang rebahan lalu diajak minum oleh pria itu, setelahnya dengan sombong ia menantang Vano yang malah berakhir dengan kekalahannya. 

"Tapi kemana pria itu, aku merasa pria itu tidak tidur di sini tadi malam."

Diana mencoba mengingat lagi kejadian tadi malam setelah ia mabuk, tapi ia tetap tidak bisa mengingatnya, yang ada kepalanya malah tambah sakit. Sepertinya tidak ada yang aneh tadi malam, mungkin saja pria itu ada urusan makanya tidak tidur di sini. Eh! kenapa ia jadi bertanya-tanya gini, seharusnya ia senang jika pria itu tidak ada didekatnya. Ia jadi tidak harus melayani pria itu, seperti taruhan mereka.

Diana membasuh dirinya lalu memakai bathrobe dan keluar, ia melihat ke sekeliling kamar namun Vano tidak ada. Sial! semakin tidak ingin dipikirkan, pria itu malah semakin berada di pikirannya.

***

Diana mengacak rambutnya, sudah seminggu ia tidak bertemu Vano. Setiap ia bertanya dengan para pelayan atau bodyguard yang ada, mereka hanya menjawab tidak tau. Ditelfon pun pria itu tidak pernah menjawab dan pesannya hanya dilihat saja. Sebenarnya ia tidak masalah jika diperbolehkan keluar, namun ia hanya berada didalam mansion saja. Ya, setelah ia membersihkan diri hari itu, ia dibawa ke sebuah mansion yang katanya mansion milik pria itu. 

"Sialan! biarkan aku keluar!!" bentak Diana kepada para bodyguard yang menghalangi jalannya.

"Maaf nyonya, tapi tuan tidak memperbolehkan nyonya keluar dari mansion ini."

"Cih, persetan dengan tuanmu itu. Aku bukan tahanannya yang bisa dipaksa dikurung di mansion ini!"

"Maaf nyonya, tapi nyonya harus tetap di mansion ini."

Diana menghela nafas, lalu menatap bodyguard yang baru saja membalas ucapannya. "Baiklah, tapi sebelum itu rasakan ini." Lalu Diana menendang aset bodyguard itu dan berlari kencang keluar sambil terkekeh kecil. 

Namun rasa bahagia Diana ternyata hanya bertahan sebentar, sebab di depan pintu mansion ia bertemu Vano yang sedang menatapnya datar.  

"Mau mencoba kabur, huh."

"Ck, kenapa kau baru pulang setelah menyiksaku didalam mansion ini."

"Kita akan pulang ke Indonesia besok, jadi lebih baik kau urungkan niat mu untuk kabur."

"Heh! jawab dulu pertanyaanku."

"Aku lelah." jawab Vano, lalu masuk ke dalam meninggalkan Diana.

Diana memandang Vano dengan bingung, kenapa pria itu tampak cuek. Biasanya pria itu akan membalas perkataannya walaupun dengan nada ketus. "Apa ada masalah?"

Vano membuka jasnya lalu masuk ke dalam kamar mandi, ia berdiri dibawah guyuran shower sambil mengepalkan tangan. Rasanya ia ingin memeluk wanita itu dan memberinya hukuman karena mencoba untuk kabur. Tapi ia tidak bisa, Diana tidak menginginkannya. Wanita itu ingin berpisah darinya, dan setiap kali memikirkan hal itu rasanya ia ingin mengurung wanita itu hanya untuknya.

Transmigrasi DianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang