Museum

198 28 8
                                    

Akhir pekan, hari yang seharusnya Jivans pakai untuk berleha-leha di kamarnya, sambil bermain nintendo baru yang diberi oleh Juna sebagai kado ulang tahunnya. Waktu menunjukkan pukul 8 saat Jivans tiba-tiba mendengar suara berisik dari kamar Juwan. Jivans pun menggedor kamar sang adik dan menyuruhnya diam.

"Naon sih ai aa, ngagedorna biasa wè atuh"

"Tadi aya suara ngagebrug, kunaon tah? Aa mau balik tidur jadina teu bisa. Eta bengeut kunaon beureum tah? Rèk diajak si Haris kamana?"

Pintu kamar Juwan ditutup dengan keras, di hadapan Jivans. Jivans mengedikkan bahunya lantas kembali ke kamarnya, saat hendak menutup pintu, sang ayah datang menghampirinya.

"A, dieu bantuan abah mandiin burung. Sakalian tah cuci motor, geus sabaraha poè teu dicuci? pas abah jeung ambu di imah nin? Ulah kamana-mana heh dieu!"

Jivans, dengan hati yang memberontak namun lagi-lagi ia harus menuruti sang ayah, untungnya sang ayah membolehkan Jivans untuk jalan-jalan, tapi setelah membantunya.

Jivans pikir, setelah membantu sang ayah ia bisa berleha-leha di kamar, namun nyatanya....

"Aa bantuin ambu. Kadieu kasepna ambu, bageurna ambu. Ieu pang kirimkeun ka bumi na Bu Ati di komplek sebelah, terus nu ieu ka bumi na Bu Ine. Apal pan? Terus ieu ka daerah dago di Calistha Residence, punten nya kasèp. Nanti ambu kasih uang jajan lah nyak asal bantuin ambu ngirim pesenan"

Jivans mengangguk sambil izin berlalu untuk mengambil jaket, ponsel dan dompet. Lalu mengambil semua pesanan yang ibunya beri tahu, disatukan dalam kresek besar. Lagi-lagi Jivans menghela napasnya panjang dan meminta kardus untuk menyimpan semua pesanan.

"Abaaaah ambuuu uwaaan, aa nganter pesenan heula" pamit Jivans sambil memakai helm dan juga mengambil kunci motor. Ketika hendak pergi, Juwan berlari membuat Jivans heran.

"Aa aa nanti pulangnya tong kamana-mana ok, ikut uwan ka museum. Sama a Haris hehehe. Aa ajak a Dira yaaa"

"Ooh diajak ngedate, paingan riweuh bari ngagebrug labuh kitu. Ku kamu wè ajakan si Dira, pan geus nyaho nomorna. Dah aa berangkat"

🖼️🖼️🖼️🖼️🖼️

Selepas Jivans mengantarkan pesanan, lalu kembali ke rumah untuk bersih-bersih, dan sekarang Jivans sudah menunggu Dira turun, ia menunggu di lobi bersama Haris dan juga Juwan. Juwan datang bersama Haris menggunakan motor Haris, padahal konvoi pakai motor lebih asik, tapi Haris menolaknya dan menyuruh Juwan untuk naik motornya.

"Maaf lama, eh loh? Nanda sama Haris ikut juga?"

"Iya Dir, kan aku di telfon bilang. Lupa ya?" Dira menggeleng pelan, dan topi yang dipakai Dira sedikit bergerak karenanya membuat Jivans menahan untuk tidak mencubit pipinya. Dira menunjuk Juwan dan Haris.

"Maksud aku, aku kira mereka berdua duluan ke sana, baru kita. Ternyata ikut ke sini. Tama, kak Yogi di Bandung juga?" Haris mengangguk.

"Iya Dir, tapi katanya hari ini juga mau ngumpul sama gengnya dulu pas kuliah. Termasuk bang Juna" Dira mengangguk karena sebelumnya Juna pun bilang jika ia akan keluar untuk reunian bersama sobat-sobatnya, termasuk kakaknya Haris, Yogi.

"Ini yang ngajak ke museum tapi udah nentuin mau ke museum mana?" Tanya Jivans sambil menatap Haris maupun Juwan. Keduanya menggeleng namun mengangguk kemudian dan membuat Jivans berkacak pinggang.

"Sing bener atuh euy"

"Ke museum Kota Bandung mau ga? Ada pameran foto. Terus karena Dira belum ngeliat museum pos, museum gedung sate. Kalo ada tambahan mau ke mana laginya mah nanti aja dipikirin" Ujar Haris sambil mengecek ponselnya yang sehabis browsing.

Braga dan kamu | Jeongbby Where stories live. Discover now