Bahagia

166 24 4
                                    

"Ke situ aja ayo" Ajak Dira sambil menepuk-nepuk pundak lebar Jivans, yang sedang menyimpan helmnya. Setelah kegiatan menyimpan helm, Jivans melihat ke arah Dira yang tengah melihat ke arah kafe yang bernama Bahagia.

"Hayo atuh ceunah mau ke sana?" Jivans bertanya sambil mengambil barang yang dipegang Dira tanpa Dira suruh membuat Dira sedikit tertegun, namun setelahnya berusaha biasa saja.

"Selamat datang" Sapa para pegawai yang ada di Bahagia kafe sesaat ketika keduanya (Jivans dan Dira) baru saja menginjakkan kakinya di depan kasir.

"Ini menunya kak, barangkali mau lihat-lihat dulu baru pesan" Salah satu pegawai memberi selembar kertas berisi menu dan juga sebuah pensil, dan diterima oleh Jivans.

"Mau duduk di mana ini?" Jivans bertanya sembari memberikan kertas juga pensil yang sebelumnya diberi oleh si pegawai itu ke depan Dira, awalnya Dira bingung, namun akhirnya ia paham ketika Jivans menunjuk depan kasir.

"Di sini aja enak, ngeliat ke sekitar Braga di malam hari hehe"

Keduanya duduk di tempat yang tak jauh dari kasir, dan mereka berdua bisa melihat ke luar untuk melihat betapa ramainya Braga di malam hari.

"Isi dulu kertas yang tadi, Dira, jangan bengong gitu nanti kesambet"

"Ih Jivans gaboleh gitu ngomongnya. Yaudah hmmm aku pesen apa ya"

"Mini pancakes aja"

"Kenapa? Jivans mau itu?"

"Engga, soalnya mini kaya Dira"

Dira menatap Jivans yang terkekeh karena perkataannya sendiri. Awalnya Dira ingin memarahi Jivans, namun ia urungkan karena tiba-tiba pipinya menghangat seperti berdekatan dengan pemanas. Alhasil Dira hanya mendengus sambil memberikan kertasnya ke Jivans.

"Ih jangan ngambek atuh, hereuy da hereuy"

"Hmm aku mau es coklat sama bagel krim coklat, sama mini pancakes pake es krim"

Jivans mengambil kertas yang tak tersentuh setelah adegan Dira ngambek, padahal bohong. Jivans mengisi kertas itu lalu berjalan ke arah kasir dan membayar pesanan dirinya dan Dira.

"Dira"

"Hm"

"Itu pesenan kamu beneran mau kamu abisin? Banyak pisan èta"

"Kan ada Jivans. Lagian Jivans pesennya cuma apa itu Es Bahagia Kopi?"

Jivans mengangguk dan duduk di tempatnya sambil menopang dagu melihat interior design yang masih terasa unsur jadoel. Ketika ia sedang asik melihat-lihat, tiba-tiba alat yang sedari tadi ia genggam berbunyi.

"Sini aku aja yang ambil, Jivans tunggu sini"

Jivans mengangguk dan melihat Dira apakah ia kesulitan membawa nampannya atau tidak, dan ternyata benar, dengan badan yang mungil, disuruh membawa nampan yang berisi berbagai macam makanan manis dan juga minuman manis, akhirnya dengan cepat Jivans membawa nampannya dan menyimpan di meja tempat mereka berdua.

"Jivans kenapa malah kamu yang bawa nampannya, kan aku bisa sendiri. Beneran bisa loh tapi kamu tiba-tiba ambil nampannya, sampai aku diliatin sama kakak-kakak di kafe" Dira mengomel sambil menyeruput es coklatnya dan mulai memotong bagel yang ia pesan.

"Jivans cobain deh, enak banget tau! Bentar aku potongin dulu, sini cepet buka mulutnya. Aaaaaa"

"Aba-aba dulu atuh anjir, hatè abi tèh teu kuat" suara hati seorang Jivans.

Jivans membuka mulutnya dan memakan bagel yang disuapi Dira. Benar, apa yang Dira pesan itu enak, lebih enak jika disuapi Dira. Hehe canda.

"Enak kan? Ini cobain pancakesnya udah aku potong-potong, pakein es krimnya. Mau aku suapin lagi?" Dengan cepat jivans menggelengkan kepalanya. Bukan, bukan karena Jivans tidak mau, tapi ia masih sayang nyawa dan masih ingin menemani Dira. Demi hati yang lemah, Jivans menolak tawaran Dira.

Keduanya menikmati santapan manis, sambil sesekali bersenda gurau kemudian bercerita mengenai apapun yang sekiranya keduanya ingin ceritakan hal itu. Termasuk bagaimana hubungan Haris dan Juwan, atau bagaimana Dira bisa mengenal Haris, dan lain sebagainya.

Jivans akan selalu berterima kasih pada kakaknya Dira, karenanya, ia bisa menikmati hari ini dengan Dira, ditemani Bahagia Kopi yang cenderung pahit namun ada manisnya, menghabiskan makanan manis dengan orang yang tak kalah manis dari makanan yang ia pesan.

"Moal dahar nu manis heula ieu mah, diabetes ge kalah lah, ieu mah manisna èdan" suara hati seorang Jivans (2)

Braga memang tempat sejuta kenangan. Dan Jivans pastikan, Braga akan menyimpan berbagai macam kenangan antara Jivans dan Dira. Karena sejatinya, sejauh apapun melangkah, Braga tetaplah tempat yang akan menjadi sejarah bagi kehidupan Jivans ke depannya

Braga dan kamu | Jeongbby Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang