35. Hari terburuk (2)

3.8K 241 2
                                    

Jessica memejamkan mata, menghela napas lelah setelah berhasil duduk di cubicle-nya. Ia baru saja kembali dari salah satu cafe untuk menemui salah satu penulisnya. Lagi-lagi ia harus mendapatkan penulis yang sangat keras kepala. Hampir semua sarannya ditolak mentah-mentah. Bahkan ia harus berdebat hampir setengah jam dengan penulisnya itu hanya karena sebuah latar dalam naskah.

"Jess!" pekikan itu membuat Jessica membuka matanya sedikit.

"Kenapa, Vey?" tanya Jessica dengan suara lemas.

"Please, gue baru dapat gosip hangat," ujar Veve dengan suara pelan.

Jessica kembali menghela napas, "Gue lagi nggak mood gosip, Vey. Mending lo balik ke ruangan lo, deh. Katanya banyak kerjaan, tapi malah keluyuran," ujarnya.

Veve berdecak, "Ini gosip soal anak editor. Lo beneran nggak pengen tau?"

Jessica menatap Veve bingung, "Siapa?"

"Cewek paling anti laki-laki di kantor ini," ujar Veve seraya tersenyum. "Belum selesai gue kaget karena ternyata dia udah nikah, sekarang nambah lagi gosipnya. Apa emang dia sengaja cari sensasi?" tanyanya lagi.

"Lo ngomong apa, sih?" ujar Jessica tidak suka.

Mungkin dulu Jessica merupakan salah satu orang yang kurang menyukai Oci saat wanita itu baru saja masuk ke perusahaan tapi setelah beberapa waktu ia tidak begitu mempermasalahkan sikap cuek Oci karena menurutnya Oci cukup kompeten dalam mengerjakan pekerjaan.

"Ya, gimana enggak? Habis bikin cowok-cowok patah hati, sekarang ada gosip kalau dia mantannya Mas Azka? Cuma karena satu almamater dia dibilang mantannya Mas Azka."

Mendengar hal itu Jessica langsung menegapkan tubuhnya, "Siapa yang bilang?"

"Anak marketing."

"Siapa?" tanya Jessica sekali lagi.

"Bianca."

Jessica terdiam sejenak, setahunya Oci tidak memiliki teman di divisi marketing. Ia juga yakin bahwa Oci tidak berteman dengan Bianca. Lantas, siapa yang menyebarkan informasi itu?

***

"Ikut, nggak?" tanya Galang yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan Radhit.

"Kemana?"

"Ngopi di sebelah."

Radhit menatap komputernya sejenak seraya berpikir.

"Ini masih jam makan siang. Jangan kerja mulu," ujar Galang sesaat setelah mihat Radhit melirik komputernya.

"Ya udah." Radhit bangkit dan mengikuti Galang menuju cafe yang berada di samping kantornya.

Ternyata Galang tidak hanya mengajak Radhit, ia juga mengajak Wildan, Bima, dan satu anak magang divisi marketing bernama Rafi.

"Apa kabar, Mas Radhit?" Wildan tersenyum menyambut Radhit. Ia dan karyawan yang lain memang lebih sering berkumpul dengan Galang.

Radhit tersenyum lebar, "Baik, Dan. Lo gimana?"

"Alhamdulillah baik walaupun selalu dikejar deadline."

"Udah pada pesen?" tanya Galang yang diangguki oleh Wildan. "Padahal hari ini mau gue traktir," lanjutnya.

"Kapan-kapan lagi aja, Pak," balas Wildan sambil terkekeh.

Our Traumas [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang