아홉-09

954 140 3
                                    

Happy reading!

.

.

Pantai. Menjadi tempat tujuan jevan untuk membawa niel dan anne berjalan-jalan seperti apa yang dikatakannya kemarin.

Kini mereka sudah berada di pantai, duduk di pinggir pantai dengan tikar yang menjadi alas duduk mereka. Anne tidak banyak bicara, ia hanya berbicara pada niel, tidak menjawab atau membalas satupun pertanyaan yang di lontarkan jevan dengan kata-kata, melainkan dari gerakan tubuh.

"Bunda, niel mau main, boleh ngga?" tanya niel.

"Boleh, kan udah makan, udah ganti baju juga, tapi mainnya di pinggir pantai aja ya, jangan ke tengah-tengah, bahaya," jawab anne.

Niel mengangguk semangat, lalu berlari ke pinggir pantai untuk bermain air dan juga membuat istana pasir dari mainan yang dibelinya sebelum berangkat ke pantai tadi pagi.

Sekarang hanya tersisa anne dan jevan saja, mereka berdua bungkam, tak ada niatan untuk saling berbicara. Sebenarnya itu tidak berlaku untuk jevan, di dalam lubuk hatinya yang paling dalam, ia ingin sekali rasanya mengobrol dengan anne.

"Anne?" jevan akhirnya memberanikan diri untuk membuka suara.

Anne tidak menyahut bahkan menoleh pun tidak, tetap fokus memandang ke depan, memperhatikan niel yang sedang bermain sendirian di bibir pantai.

Jevan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, canggung.

"Anne," panggil jevan sekali lagi, namun tetap saja tak mendapatkan sahutan dari anne.

"Anne kamu benci sama aku?"

"Iya," jawaban singkat dari anne berhasil membuat hati jevan mencelos.

"Seberapa besar rasa benci kamu ke aku?"

Mendengar pertanyaan itu, anne pun menjawab lagi tanpa menoleh ke arah jevan. "Mungkin kalau di ungkapkan pakai kata-kata, rasa benci aku ke kamu lebih besar dari bumi."

Jevan terdiam, nada bicara anne terdengar santai sekali saat melontarkan kata-kata yang terdengar begitu menyakitkan itu, tetapi jevan sadar, bahwa ia memang pantas mendengar itu.

"Maaf.." hanya itu saja kata yang mampu terucap dari mulutnya.

Anne diam, dadanya terasa sesak saat berdekatan dengan jevan setelah lima tahun lamanya tak bertemu ataupun berinteraksi. Bayang-bayang masa lalunya dengan jevan terlintas begitu saja saat ia berdekatan dengan jevan.

"Mau kamu minta maaf sampai mulut kamu berbusa sekalipun, itu nggak akan bisa ngebuat rasa kecewa, marah, dan benci aku ke kamu hilang, jevan."

"Iya aku tau, aku—" perkataan jevan terhenti saat mendengar jeritan nyaring masuk ke dalam gendang telinganya.

"AYAHHHH TEMENIN NIEL!!" Teriak niel yang sedang berlari mendekati mereka.

Jevan lantas tersenyum, bangkit dari duduknya dan mendekati niel.

"Ayah ayo main disana, niel mau di gendong ayah, main ke dalam air disanaaa," ucap niel antusias sembari menarik-narik tangan jevan tidak sabaran.

Jevan terkekeh. "Iya, ayah ganti baju dulu ya? kamu tunggu disini dulu sama bunda," niel mengangguk setuju dan jevan pergi sebentar untuk mengganti pakaiannya.

Tidak lama kemudian jevan sudah kembali lagi dengan baju yang tentunya sudah berganti dari yang awalnya kemeja dan celana lepis menjadi kaos hitam dan celana rumahan selutut.

Jevan & Anne | JaeròseWhere stories live. Discover now