OUTSIDE

463 42 9
                                    

NICHOLE

Musik kencang memenuhi seisi ruangan Five's Club, padahal waktu baru menunjukkan pukul 8 malam. Kami berpesta. Bukan, lebih tepatnya aku dan kedua sahabat terbaikku tengah duduk bersantai dimeja bar dengan alkohol terbaik yang diberikan Eddie sambil menikmati pesta.

"Kita berhasil!" Sorak Bram mengangkat gelasnya tinggi-tinggi ke udara. Fortunio hanya terkekeh sambil menyikutnya. Gelas ditangannya hampir jatuh sebelum kutangkap. Cairan dalam gelas itu selanjutnya kutumpahkan ke lantai.

Bram memandangku dengan protes. "Nick. Kenapa lo buang sih, arghh Jose beri gue," Perintahnya pada bartender ganteng disebelah kami.

"Minum lagi maka gue bikin Five's Club jadi sunyi dalam tiga detik."

"Nick, ah lo nggak asyik... apa salahnya sih kita rayain. Gue masih pengen minum." Gerutu Bram tak terima. Bram tergolong jenis orang yang memandang alkohol seperti madu, badannya pun dapat berubah seperti beruang kalau terus menerus dicecoki cairan itu.

"Fortunio."

Fortunio mengangguk lantas menarik tubuh Bram agar menjauhi meja bar dan berjalan keluar. Bram masih saja protes tidak terima lalu mereka saling menghajar. Aku mengikuti mereka dari belakang. Kami bergerak menuju mobil masing-masing.

Kami masih punya rencana lain malam ini. Setidaknya untuk menghabiskan malam ini. Rasanya lega bisa kembali menjalani kehidupanku tanpa gangguan, ancaman atau teror dari satu-satunya orang yang mengaku sebagai musuhku.

Trevor Saverio, pecundang abad ini. Oke itu terdengar kejam bahkan lebih buruk ketika diucapkan dalam kepalaku.

Aku tidak pernah punya musuh sesungguhnya. Dulu mungkin banyak yang sekedar ingin menggangguku, menantang balapan atau kenakalan lain tetapi hubungan tidak harmonis antara aku dengan orang-orang hanya bertahan sebatas waktu tertentu selebihnya semua akan mengalir seperti pada umumnya. Aku ingat bagaimana ekspresi Joyce atas pertandingan kami terakhir kali. Dia mungkin kesal tetapi tidak lagi membenciku seperti dulu. Setidaknya begitulah hidup berjalan.

Kadang akan ada masa dimana kita saling membenci satu sama lain, tetapi dilain kesempatan kita bisa duduk bersama dan menertawakan kebodohan itu.

"Sebentar..." Bram berhenti ditempat.

"Apaan lagi, lo mau gue nyetir?! Bilang dong dari tadi. Gue tau lo udah nyerah kan, siniin." Fortunio bersiap mengambil kunci mobil ditangan Bram. Cowok itu balas mendelik lalu menyelipkan ponsel disaku jinsnya.

"Enak aja lo nyetir. Bisa abis mobil gue. Lo tau gue ngga bisa ikut balapan lagi. Udah syukur gue dapetin mobil kakak gue. Kalo yang ini rusak juga..."

"HEI! Kalian ngapain sih, kita berangkat sekarang kan?" teriakku setelah menurunkan kaca. Bram memandang Fortunio kemudian menjitak kepalanya yang terbalut topi. Dua orang setengah waras itu akhirnya melompat ke dalam sedan milik kakak Bram. Kami saling selip ditengah jalan sebelum berhenti di lokasi race kami.

*

Malam kian gelap ketika aku menyelesaikan dua putaran tanpa taruhan apapun. Agaknya semua orang masih tercengang karena aku tidak memasang taruhan. Selain untuk bersenang-senang, kehadiranku cukup mengejutkan karena beberapa diantara kelompok penyelenggara kegiatan ilegal itu berharap posisiku sebagai juara bertahan dapat berpindah ke tangan orang lain.

Aku tidak pernah peduli dengan sebutan mereka tetapi bila posisi itu dipegang orang brengsek semacam Trevor, aku pasti berubah pikiran.

"Lama nggak jumpa Nick." Bisik salah seorang dari balik kerumunan namun tak kugubris. Aku tergolong jenis orang yang tak ramah terhadap lingkungan sekitar, apalagi untuk urusan ramah tamah. Tugas itu biasa dilakukan Fortunio. Dia, dengan tubuh kecilnya, mudah bergaul dengan siapapun. Berbanding dengan Bram yang agak muram dibalik kemudinya. Seperti ucapannya tadi, dia memang tak ikut satupun balapan malam ini. Hanya menonton. Ada yang salah dengan anak itu.

Princess Attack [END]Место, где живут истории. Откройте их для себя