3. HUKUM DAN PULANG BARENG

258 14 0
                                    

        Kita punya harapan,tapi takdir
        Punya kenyataan.
        -Albara Bumi.D

                                     🪐

Pagi ini Aleanora telat masuk. Bagaimana bisa? Ia bergadang semalam, demi nonton tim bola kebanggaannya. Emang pada dasarnya gila bola.
Dengan nafas yang terengah-engah, Aleanora berdiri di depan pagar yang sudah di tutup.

"Hah, capek banget!"

Ia tadi berlari, karena mobil supirnya mogok. Untung udah dekat dengan sekolah, tapi tetap saja telat. "Pak buka dong pintunya!"
teriaknya pada satpam yang sedang ngopi di posnya.

"Ya nggak bisa atuh neng!" bales satpam itu. Aleanora mendesah kecewa, ia pikir akan di bukakan.
"Nanti saya beliin kopi deh!" bujuknya belum nyerah.

Terlihat satpam itu sedikit bingung. Mungkin ia ingin kopi tapi di sisi lain ia melanggar aturan.
"Jangan maen gitu atuh neng! Pokonya gak bapak bukain!" Aleanora hanya pasrah. Benar satpam itu mengikuti aturannya.

"Mau jalan belakang?" Aleanora tersentak kaget. Suara berat itu mampu membuatnya merinding.
Ia pun menengok ke arah sumber suara tersebut. Ternyata Albara dan inti RAIDRES sepertinya mereka juga telat.

"Emang bisa?" tanyanya dengan polos. Inti Raidres yang mendengar itu terkekeh.

"bisa,manjat, mau?" tanya Kaivan mewakili sang ketua. Aleanora membulatkan matanya,apa katanya? Manjat? Yang bener aja!

"Kita gak mesum," celetuk Albara yang tahu arah pikiran Aleanora. Aleanora menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Emang gak bakal ketahuan?"

"Gak bakal kalau gak ada guru BK," jawab Faldo dengan santai. Aleanora terdiam, ia tampak berpikir. Bimbang. Satu kata baginya kalau ia tidak ikut pasti akan di hukum, kalau ia ikut tidak terjamin terhukum.

"Cepet, lama!" kesel Albara.

"Oke!" final Aleanora. Lalu langkanya mengikuti segerombolan lelaki yang ada dihadapannya. Sampai lah mereka di belakang sekolah, Aleanora menatap bangunan tinggi di hadapannya ini.
Apakah ia bisa? Apalagi ia memakai rok.

"Lo dulu Kav," pinta Albara yang diangguki Kaivan. Satu persatu mereka mulai memasuki sekolah. Tinggal menyisakan Albara dan Aleanora.

"Cepet," pinta Albara.

"Gimana?"

"Naik punggung gue." Aleanora mengernyit bingung. "Emang kuat?" tanyanya dengan polos.
Albara tidak menjawab, malahan ia berjongkok supaya Aleanora menaiki punggungnya.

1 menit

2 menit

3 menit

"Cepetan!" bentak Albara kelepasan.

"I-iya," bales Aleanora terbata-bata. Lalu perlahan demi perlahan ia menaiki punggung Albara. Setelah membuat Aleanora terduduk di pembatasan tembok tersebut, tinggal Albara lah yang manjat.

"Kenapa gak turun?"

"Takut," cicit Aleanora menunduk. Albara menghela napas, sudah ia duga. "Pegang tangan gue."

"Hah?"

"Lo banyak nanya, cepetan pegang tangan gue!" Dengan gemetar, Aleanora menggenggam tangan Albara. Ia memejamkan matanya,ia sudah menduga hal yang terjadi.

Brak

Aleanora membuka matanya, tunggu ia tidak merasakan sakit. Lalu ia menatap di bawahnya, ternyata Albara. Posisinya, Albara yang dibawah sedangkan Aleeanora di atas. Bahkan jarak mereka begitu dekat, membuat helaan nafas mereka terdengar.

BANDUNG DAN KISAH KITA Where stories live. Discover now