34. Difficulty

33 14 1
                                    

Pagi ini, aku tak ingin melakukan apa-apa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi ini, aku tak ingin melakukan apa-apa. Pintu kamar kubiarkan terbuka, terserah saja dia mau masuk dan mengusikku atau tidak. Aku sedang tak ingin memedulikannya kali ini. Aku tak menyentuh cokelat hangat buatannya, tak juga ingin berbicara.

Langit pagi ini gelap, sudah sejak subuh hujan terus menguyur tanpa tahu kapan akan berhenti. Udara dingin rupanya membuat perutku mulai lapar, tetapi aku tidak memiliki selera makan sama sekali. Andai Ibu ada di sini, dia pasti membuatkan makanan hangat untukku. Makanan hangat dan manis, mungkin akan mengembalikan energi.

Aku benar-benar tak memiliki energi untuk menggerakkan tubuhku saat ini. Rasa sakit di perut dan pinggang, belum ada apa-apanya ketimbang rasa sakit di dadaku. Aku masih kesal dengan kejadian semalam.

"Aku kangen ibun."

Aku menghapus air mata yang tiba-tiba saja meleleh di pipi.

Semangkuk bubur hangat diletakkan tepat di depanku. Aku menengadah, ada menatap pada Om Dimas yang hanya diam saja menatapku. Dia pun segera menyingkir begitu aku menatap ke arah mangkuk yang dia bawa. Bubur oat dengan potongan pisang dan kismis yang diberi susu putih dan madu. Aku segera menyendokkan makanan itu ke mulutku, hangat dan manis membuat perutku terasa hangat kembali.

Dia kembali lagi dengan segelas cokelat panas. Lalu, ke luar kamar.

"Om mau ke mana?" panggilku.

"Kenapa, Nona, apa Anda membutuhkan sesuatu?" tanyanya dengan nada menyebalkan. Bukan hanya nada bicaranya saja yang menyebalkan, dia meletakkan satu tangan di dada dan satu tangan lainnya di belakang pinggangnya. Dia mengucapkan kalimatnya sambil sedikit menunduk, khas pelayan istana.

"Kok, Nona, sih?"

"Kan, katanya saya ini cuma baby sitter," sahutnya sambil tersenyum miring.

"Dasar nyebelin!"

Aku meletakkan mangkuk itu sedikit menjauh dariku. Namun, rasa lapar membuatku tidak punya harga diri. Aku pun mengambilnya kembali dan mulai mengunyahnya pelan. Rasa yang ada di mangkuk itu terasa sedikit asing, seperti berisi sebuah kenangan yang sedikit samar. Laki-laki itu kembali hadir di dalam kepalaku, tanpa wajah.

"Andai saja dia ada di sini sekarang ...." gumamku pelan. Aku mengusap air mata yang kembali meleleh di pipi. Perasaan aneh ini benar-benar menyabalkan. Aku merindukan seseorang yang tidak dikenal. Seseorang yang aku yakini memiliki sebuah hubungan denganku. Namun, siapa?

Aku melirik tasku. Seingatku, ada sebuah buku jurnal di dalamnya. Dahulu, aku rajin sekali mengisi buku itu dengan berbagai hal random yang terjadi padaku setiap hari. Aku ingat pernah berlari di koridor sekolah setelah dikejar anak kelas tiga yang berasal dari kelas Kak Abra.

Mereka penasaran, kenapa aku mencari anak Bu Mia yang juga guru kimia di sekolahku. Walau penampilannya biasa saja, Kak Abra cukup menawan dan terkenal. Dahulu, dia selalu mendapat nilai sempurna. Namun, di penghujung kelas dua SMA, dia mendadak mengalami kemunduran nilai dan membuat namanya terancam tercoret dari penerima beasiswa di sebuah Universitas ternama di kota ini.

Cafe Jasuke Just Okay (Complete Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang