🎲 Chapter 03

0 0 0
                                    

Leon turun dari ranjang dan berkata pada gadis yang masih terlentang di atas kasur malas. "Malam ini kita buat skenario pertengkaran dan rencana pembebasan kalian semua. Aku sudah mengirim pesan pada anak buahku di luar sana. Ikuti saja dan akting secara alami supaya mereka percaya."

"Aku mengerti." Olin mengangguk dan raut wajah serius, ia sudah nantikan ini sangat lama dan jadi hari terakhir di penjara terkutuk ini. Apapun yang akan terjadi ia tidak akan menyesali perbuatannya malam ini.

Leon lemparkan botol wiski ke arah dinding sampai terdengar di telinga si Wanita rambut keriting yang sedang duduk di kursi meja resepsionis dan dengarkan lagu sambil menulis buku kas kecil itu pun berhenti lalu berlari ke asal suara yang merupakan tempat kamar VVIP. Tangannya yang gemetar mengetuk pintu dua kali tanyakan si Pelanggan dengan hati-hati. "Apa ada masalah, Tuan? Mari kita dibicarakan di luar dengan baik-baik."

Dia membuka pintu kasar biarkan ia melihat suasana dalam kamar seperti kapal pecah hampir berteriak dengan sangat keras melihat berapa kerugian yang ada di dalam kamar mewah ini, mengelus dadanya menahan emosi sambil masuk dalam kamar perlahan memperhatikan banyak pecahan kaca berserakan di lantai.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Tuan Leon, apa ada pelayanan yang kurang memuaskan?" tanyanya sambil lihat Olin sekilas diatas kasur menutupi tubuhnya dengan selimut dan duduk ketakutan.

"Madam Li, kau berjanji padaku akan memberikan wanita terbaik dan juga masih seorang gadis. Tapi, apa hasil yang kau janjikan? Kau memberikan seorang gadis yang tidak perawan, itu  sama saja kau sengaja bersikap tidak sopan padaku apalagi aku tamu yang kau undang kemari!" luapan emosi di puncak ubun-ubun dan membanting gelas kristal ke lantai tepat di depan wanita yang tingginya hanya sampai dada bidang miliknya. Dia menutup telinga dan mata saat Leon pecahkan gelas kristal, seluruh tubuhnya mulai gemetar hebat apalagi tahu betul soal identitas lelaki dihadapannya.

Olin yang menonton dari kasur secara diam-diam memberikan jempol untuk aktingnya yang tidak main-main dan bahkan terlihat sangat nyata. Tak di sangka akting seorang mafia itu lebih terlihat alami daripada drama serial.

Madam Li tidak bisa menyangkalnya karena itu hal yang fakta karena yang seharusnya di ruangan ini gadis dua belas tahun bukan Olin. "Maaf, Tuan. Aku telah berbohong dan melanggar janjiku, tapi bukankah gadis itu juga melayani Tuan dengan baik? Apakah gadis itu tidak cukup memuaskan? Aku bisa gantikan gadis lainnya saat ini juga. Tolong tetap tenang."

"Aku tak butuh gadis lain. Aku hanya butuh kejujuran dan menepati janji, tapi kau mempermainkan ku. Maaf, soal menyuntikkan dana pada kalian, aku tidak bisa melakukannya dan kau sampaikan pada bos-mu," ujar Leon dengan raut muka kecewa berat atas pengelolaan kerja yang diluar nalar dan kali ini bukan akting.

Madam Li berlutut memohon ampun pada Leon untuk tetap jadi investor di usaha mereka meskipun sudah salah karena tidak menepati janji dan tidak jujur. "Tuan, tolong jangan lakukan itu. Aku yang akan disalahkan atasan dan akan dibunuh. Aku hanya orang kecil di sini."

"Baca buku novel dan sekali kertas itu robek akan selamanya meninggalkan bekas robekan lalu lama kelamaan kertas itu hilang, di perpustakaan kita bisa gantikan yang baru namun di dunia nyata tak bisa tergantikan oleh apapun seperti satu kepercayaan yang diberikan padamu tapi kau sia-siakan, selamanya tidak ada orang yang akan menganggap dirimu," ujarnya yang jongkok dihadapan wanita menangis deras namun hatinya sudah mengeras ketika mengetahui fakta dibalik nama baik yang melambung tinggi diantara komunitas rahasia.

Olin perlahan turun dari ranjang dan mengendap-endap mengambil kunci yang menggantung di sabuk pinggang Madam Li, ia sudah tidak perdulikan kakinya yang telanjang dan berlari ke ruangan itu untuk membebaskannya.

Pintu terbuat dari besi berderit dan cahaya masuk ke dalam, semua mata memandang dengan penuh waspada. Mata membulat melihat Olin datang sendirian. "Cepatlah keluar dari sini! Ayo kita pulang ke rumah."

"Bagaimana caranya kau bisa dapat kuncinya? Bukankah banyak orang jaga diluar?" tanya salah satu gadis.

"Ada orang baik yang membantu kita. Jangan banyak bicara dan menoleh ke belakang. Cepat keluar dari sini dan temukan mobil hiace hitam, mereka akan mengantar kalian ke rumah. Di sini saja jodoh kita. Kalian hiduplah bahagia." Olin senyum paksa kepada teman-teman satu kamar selama ini yang hidup sengsara dan menderita bersama-sama, tak disangka hari ini tiba lebih cepat dari perkiraannya, ia memeluk satu persatu sebelum para gadis keluar dari gedung sampai satu orang terakhir yang paling dingin.

"Aku harap bisa bertemu denganmu lagi, Carolina," ucapnya ketus lewati Olin begitu saja dengan suara sangat kecil berkata, "terima kasih."

Ya, tidak salah dengar! Seketika Olin tersenyum dan melihat punggungnya perlahan menjauh. Dia berlari kejar gadis dingin itu dan merangkul untuk terakhir kalinya sambil keluar dari gedung lalu masuk dalam mobil hiace dengan pintu masih terbuka.

Telah selesai masalah Olin. Kini, para pria berpakaian serba hitam dengan senjata besi di setiap pundak mereka berbondong-bondong masuk gedung dan mengacaukan tempat prostitusi ilegal serta perjudian yang berada di basemen. Tidak hanya anggota mafia Leon saja melainkan ada pria berbaju corak macan tutul membawa anggota untuk menyerang balik tak terima.

Barang-barang berjatuhan dan pecah di atas lantai gunakan senjata sampai terdengar dari luar, Leon berikan satu isyarat dengan jatuhkan pot bunga di balkon, sedangkan mobil hiace melaju cepat tinggalkan lokasi setelah dapat isyarat dari atasan. Mata tidak luput melihat ke belakang lalui kaca spion begitu juga Olin yang khawatir pada Leon di dalam sana.

"Bos, kau di mana?!" teriaknya sambil meninju wajah siapapun yang halangi jalannya mencari bos kesayangan dan paling dicintainya sampai akhir hayat pun ia rela. Rona wajah yang hampir berwarna merah tua dan bergenang air mata dalam penyelamatan bosnya.

Leon membersihkan telinganya yang gatal dengan jari kelingking kiri lalu keluar menunjukkan batang hidung sambil berkata acuh tak acuh, "hey, Cengeng! Bisakah kau berhenti untuk bersikap kanak-kanak? Usia berapa kau tahun ini?"

"Dua puluh delapan .... Tapi, hampir saja kau tamat kalau aku datang ke sini terlambat. Aku tidak bisa hidup tanpamu, Bos!" timpalnya dan masih menahan tangis dengan isakan sambil mendatangi Leon hendak memeluk.

Dengan tangan yang tanggap langsung menahan dahinya pakai jari telunjuk dan mengurungkan niatnya. "Derrick, aku lapar. Bisakah kita keluar?"

Leon jalan lebih dahulu sambil kedua tangan masuk ke dalam saku celana melangkahi para lelaki yang pingsan, wajah tampan bagaikan lukisan kini terluka di tulang pipi berdarah akibat goresan kaca saat bertarung hebat di lorong kecil melawan sepuluh orang sekaligus. Si Cengeng mengikuti Leon dari belakang, meskipun mempunyai tubuh yang besar namun hatinya itu sangat lemah dengan anak kecil.

"Kau ingin makan apa? Mari makan di restoran Cina dekat sini! Aku lihat ada mie pedas kesukaanmu. Atau, di restoran Jepang? Korea? Vietnam? Bos, pilihlah salah satu!" rengek Rick sambil melangkah hati-hati namun ia sama sekali tak dihiraukan.

🎲🎲🎲

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 05 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

THE BLACK SNAKEWhere stories live. Discover now