7. BERTAHAN UNTUK MEREKA

166 12 0
                                    

Dia ketua RAIDRES hari ini, kemarin,
Besok dan seterusnya.
—Kanaka Gilvan Gaswara

                                             🪐

"kalau gue mati duluan, gimana?"

Hening.

Suasana mendadak hening, saat Albara melontarkan pertanyaan itu. Kanaka, lelaki itu tampak mencerna semuanya. Sedangkan lelaki pemilik mata tajam itu menatap kosong langit malam.

"Mati bareng, gak ada yang duluan," kata Kanaka menatap Albara,serius. Sepertinya lelaki dihadapannya sedang mempunyai masalah.

"Sahabat sehidup semati," lanjutnya. Albara terlihat hanya diam, bahkan napasnya tidak beraturan. Sahabat sehidup semati? ya harus begitu.

"Kalau takdir? Kita gak bisa melawan kan?" Kanaka bungkam. Entah apa masalah sahabatnya hingga membuat berucap seperti itu.

"Gue mau hidup lebih lama,Kan." Albara menatap bintang-bintang di langit tersebut.
Kanaka,lelaki itu menatap Albara menyelidiki.

"Gue mau jadi ketua RAIDRES lebih lama dan selamanya."

"Tentu," bales Kanaka. Sedangkan Albara tersenyum miris. Perkataan seorang dokter tadi terngiang-ngiang di kepalanya. Ia bertanya-tanya sendiri, apakah ia bisa bertahan?

"Ngomong langsung ke intinya," ucap Kanaka dingin. Albara diam, ia masih ragu untuk memberitahu apa yang ia alami.

Lelaki pemilik mata tajam itu menghela nafas.
"Gue punya penyakit,Kan," katanya.

Deg!

Jantung Kanaka seakan berhenti, waktu terasa berhenti sekarang juga, nafasnya tercekat. Kanaka menatap Albara tidak percaya, namun wajah Albara terlihat serius. Kanaka mengambil nafas dalam-dalam.

"Serius?" tanyanya ragu. Albara hanya diam, sahabatnya ini tidak mungkin percaya begitupun dengan dirinya,namun ini fakta.

"Al jawab!" suara Kanaka mulai meninggi saat Albara tidak menjawab. Albara napasnya tercekat,ia bingung menjelaskan darimana.

"Jawab anjing!" sentak Kanaka.

"Gue serius," lirih Albara mulai menjawab.
Kanaka terdiam, tidak mungkin,ini semua mimpi bagi mereka. "Apa?" tanya lirih Kanaka.

"Gagal ginjal. Haha, hidup gue gini amat,ya?" Pandangan Albara kosong. Hilang arah, itulah yang di rasakan. Pikirannya kemana-mana, tentang masa depannya, tentang raidres, tentang hidupnya dan tentang orang yang ia sayangi.

Kanaka membeku, separah itukah? Apakah masih bisa sembuh? Apakah sahabatnya bisa bertahan? Pikirnya bertanya-tanya. Bahkan ia juga merasa sakit. Ia dan Albara saudara maka ia juga merasakan.

Albara menyodorkan sebuah kertas. Tertulis di sana nama Albara, dan tentang penyakitnya.
Kanaka mulai membaca kertas tersebut.
Setelah membacanya, ia langsung merobek kertas tersebut. Hingga tidak terbentuk lagi, Albara hanya diam.

"Gak mungkin anjing!" sentaknya emosi. Albara hanya diam, pasrah.

"Kan, jangan kasih tau siapa-siapa,ya?" Albara tidak ingin semua orang menghawatirkan dirinya, ia ingin membuktikan bahwa ia bisa sendiri. Walaupun ia butuh support untuk tetap bertahan,tapi ia pasti bisa bertahan.

"Lo munafik, anjing!"

"Terus gimana sama mereka? Lo jangan mikirin mereka anjing! Pikirin keadaan Lo juga!" napas Kanaka memburu. Di satu sisi ia kaget di satu sisi ia emosi.

"Terus gue harus gimana?" lirih Albara. Kali ini ia benar-benar di titik hilang arah. Hidup itu unik,ya? Takdir mempermainkan kita dan itu tidak mudah.

BANDUNG DAN KISAH KITA Where stories live. Discover now