32. Dekaliberasi

26 17 1
                                    

Matahari pagi ini sedikit lebih hangat daripada kemarin, Om Dimas seperti biasa berdiri di dapur menjerang air untuk membuat cokelat panas untukku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matahari pagi ini sedikit lebih hangat daripada kemarin, Om Dimas seperti biasa berdiri di dapur menjerang air untuk membuat cokelat panas untukku. Dia tak mengatakan apa-apa, hanya meletakkan gelas itu di atas meja makan dan meninggalkannya begitu saja. Dia masuk ke kamarnya, tak tahu melakukan apa.

Rasa penasaran membawaku berdiri di depan pintu kamarnya yang tertutup rapat. Tanganku ada di knop pintu siap untuk membukanya. Namun, sejurus kemudian, pintu itu terbuka.

"Kamu mau ngapain?"

"Heh? Ha-ha-ha, nggak ngapa-ngapain."

"Laper?"

Lagi-lagi hanya itu yang dia tanya, dia tak lebih seperti pengasuh anak. Dia akan bertanya kemudian, "mandi sana, ganti baju, cuci bajunya juga sekalian biar gak numpuk."

Perkataannya tak lebih seperti sebuah template baku yang hanya diulang-ulang pada jam dan waktu yang sudah ditentukan.

"Kamu mau makan apa, biar saya belikan? Atau mau bikin sesuatu?" tanyanya lagi.

Aku hanya menggelengkan kepala.

"Kalau tidak ada, saya mau balik ngerjain tugas saya." Dia membuka pintu kamarnya dan menunjukkan tumpukan kertas yang ada di kamarnya yang terlihat luar biasa berantakannya.

"Kenapa, kok, berantakan banget, sih?"

"Saya sengaja nugas di kamar, biar kamu nyaman mau melakukan apa saja. Jangan pedulikan saya, kerjakan saja apa yang Hana mau."

Dia kembali menutup pintu dan membiarkan aku sendirian.

"Apa enaknya kalau serumah tapi jarang ngobrol, Om?"

Dia tidak membalasnya.

Aku hanya bisa kembali ke kamarku dan tidak melakukan sesuatu yang berarti. Rumah ini tidak memiliki perabotan yang berarti. Hanya sebuah sofa berikut meja yang diletakkan di atas karpet bulu yang cukup hangat.

Dapurnya juga cukup minimalis tanpa perabotan yang berlebihan. Rumah ini terlalu sepi, aku harus melakukan sesuatu untuk membuat rumah ini lebih hidup.

Aku teringat dengan koperku yang belum dibongkar. Aku menyeretnya ke dapur dan mulai memindahkan semua isinya ke dalam lemari yang ada di sana.

Baru lima menit aku mulai mengeluarkan semua barang, dia sudah ada di belakangku, membantu meletakkan sebuah kotak sereal di lemari paling atas. Tubuhnya yang tinggi, jelas dengan muda bisa meletakkannya di sana.

Aku diam sebentar, bau parfum yang dia kenakan seperti pernah aku cium di suatu tempat. Aku ingin berputar menatapnya, tetapi dia menahan bahuku.

"Kamu haid ya?" bisiknya.

Aku segera berputar mengecek pakaianku, benar saja, ada noda darah di sana.

"Ah, aduuuh."

Dia sibuk mengacak-acak barang dari dalam koper seperti sedang mencari sesuatu. Aku berlari ke arah kamar untuk mencari pembalut. Namun, benda kecil itu tidak aku temukan di mana-mana.

Cafe Jasuke Just Okay (Complete Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang