Enam

130 32 8
                                    

Sorry for typo(s)!

---

Keesokan harinya setelah pindah, Sooji tidak masuk kerja.

Menurut manajernya, dia masuk angin.

Kemarin, suasana hatinya sedang bagus hingga dia bahkan meminum alkohol. Apa yang sebenarnya terjadi, Sooji?

Saat makan siang, aku meneleponnya.

"Ya..."

Aku mendengar suaranya yang lemah dari ujung telepon.

"Kau baik-baik saja kemarin. Apa yang terjadi tiba-tiba?"

"Kau tahu, penyakit flu berkembang dua hari setelah kau tertular... Itu mengingatkanku, maaf. Aku mungkin telah menyebarkannya kepadamu kemarin."

Aku bertanya-tanya apa Sooji sangat lelah. Sesekali aku mendengarnya terengah-engah, napasnya kacau.

"Aku tidak terlalu lemah. Lagi pula, kau tidak tidur dengan perut terbuka, 'kan?"

"Sebelum pindah, aku tidur di sofa jadi... Kau tahu, tidak bisakah kita melakukan ini saat aku sudah merasa lebih baik? Aku tidak bisa melakukan ini hari ini."

Sooji sama sekali tidak mengikuti arah pembicaraanku.

Sial. Dari nada suaranya, dia serius. Sejujurnya, sungguh orang yang sulit untuk dihadapi.

Maksudku, selain dicampakkan, kenapa kau malah tidur di sofanya, Sooji?

Kau adalah gadis seperti itu!

"Apa kau sudah mengukur suhumu? Apa kau sudah pergi ke dokter?"

"Aku... tidak memiliki termometer. Aku akan pergi ke dokter setelah ini."

"Tunggu sebentar. Aku akan pulang lebih awal. Aku akan membawamu ke dokter."

Lagipula, Sooji sangat pelit. Aku yakin dia tidak akan memanggil taksi dan malah berjalan kaki.

Aku sangat khawatir.

Saat aku hendak menutup telepon dan pergi ke rumah Sooji,

"Hei! Menurutmu berapa umurku? Aku bisa pergi sendiri. Aku bisa pergi ke mana pun sendirian. Jangan jadikan fluku sebagai alasan untuk bolos kerja, Tuan Presiden Selanjutnya."

Dia menolakku dengan kata-katanya yang tidak sopan.

Yah, aku memang mengira tidak akan terjadi apa-apa dengan keadaan Sooji saat ini.

Wanita ini... Meskipun aku benar-benar mengkhawatirkannya...

"Baiklah, aku tidak akan datang. Cepat pergi ke dokter dan setelah selesai, pergilah tidur."

Karena Sooji sama sekali tidak bersikap baik, aku mengatakannya terus terang lalu,

"Oke. Semoga berhasil di tempat kerja, Myungsoo."

Sooji tertawa, suaranya bergema melalui ponselku.

Betapa liciknya kau. Jika kau tiba-tiba menjadi penurut seperti ini, maka aku merasa seperti bajingan karena telah berbicara kasar kepadamu.

Sepertinya aku tidak punya pilihan selain berusaha keras di tempat kerja.

Setelah aku selesai bekerja, sambil berkata "Aku tidak akan pergi", aku pergi ke apartemen Sooji setelah membeli Pocari dan jelly di toko serba ada.

Aku khawatir.

Aku ingin tahu apa Sooji sudah makan sesuatu?

Sesampainya di apartemennya, aku menekan bel pintu.

So Many Tears [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang