2. Mata Itu

267 61 10
                                    

Kalau masih mau baca kelanjutan cerita ini, jangan lupa bintangnya yak. Selamat membaca.

======

"Duitnya sudah dipotong pajak dan sudah Pak Aji transfer langsung ke rekening lo," tutur Janu, sahabat Jo, saat mereka bertemu di jam makan siang di sebuah kafe.

"Iya. Sudah gue cek." Jo kemudian menyesap kopi whiteflat-nya, menikmati rasa manis dan lembutnya, lalu meletakkan kembali cangkirnya ke atas meja pelan-pelan. "Sudah gue bayarkan ke si rentenir yang hobinya neror gue dan bokap gue," lanjut Jo.

"Baguslah. Hidup lo tenang sekarang. Ngomong-ngomong, malam itu bagaimana? Cowok yang menang lelang itu cakep lho, Jo. Tajir lagi. Elo nggak tertarik buat naik step jadi ceweknya?"

"Nggak minat."

Dahi Janu mengernyit. Tatapan wanita berkulit hitam manis itu memandang Jo dengan heran. "Kenapa? Emang tuh cowok ganas di ranjang?"

"Berisik lo!" Jo memperingatkan bestie-nya yang super kepo itu dengan suara sedikit menekan. Ia kemudian celingukan mengamati keadaan di sekitar, khawatir akan ada pengunjung lain yang mendengarkan obrolan mereka. Setelah merasa aman, Jo kembali memandang ke arah Janu. "Gue masih perawan."

"What?!" Janu tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Dia melongo menatap Jo dan nyaris tidak memercayai pengakuan Jo. "Yang bener lo?"

"I take an oath," tandas Jo sambil mengacungkan telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V.

"Kok, bisa?"

Jo berpindah tempat duduk ke samping Janu. Dia kemudian bercerita pada Janu tentang kejadian malam itu di apartemen pria pemenang lelang, dengan suara yang cukup pelan. Sesaat kemudian Janu dibuat terpangah oleh cerita Jo.

"Parah lo, Jo. Bagaimana kalau cowok itu datang ke Star Nite dan minta ganti rugi?" Pertanyaan Janu terdengar penuh kekhawatiran. "Ah, gue bisa dipecat nih gara-gara lo."

"Ya, kalau dia nggak punya malu sih, dia bakal datang ke SN untuk minta ganti rugi. Tapi gue yakin, cowok sekelas dia nggak bakal mempermalukan dirinya sendiri datang ke sana untuk melakukan hal itu. Lagi pula, bukan salah gue kan kalau malam itu tidak terjadi apa-apa antara gue sama dia?"

"Tapi lo sempet digrepek-grepek nggak sama dia? Terus, gimana kalau dia nyari lo untuk mempertanggungjawabkan acara "lepas segel" itu?"

"Gue sama dia cuma berciuman doang. Gue rasa sih dia nggak bakal ngenalin gue yang seperti ini," jawab Jo sambil menunjuk ke wajahnya sendiri. "Lo tahu kan, Jan, malam itu gue tampil glamor. Beda banget sama gue yang sekarang. Lagi pula, gue udah ngecat ulang rambut gue kembali ke warna asal."

Janu memperhatikan rambut Jo yang sudah kembali ke warna asalnya, hitam. "Iya sih tampilan lo sudah berubah banget. Semoga aja cowok itu nggak ngenalin lo yang begini."

Tiba-tiba dering ponsel dari saku blazer Jo menginterupsi obrolan mereka. Jo mengambil ponsel dari saku blazernya dan melihat nama si penelepon. Keterkejutan mendadak terpapar di wajah cantiknya. Jo segera menerima panggilan tersebut.

"Iya, Pak." Jo diam mendengarkan suara si penelepon selama beberapa saat lalu berucap, "I'll be there in fifteen minutes, Sir."

Dari seberang meja, Janu mengangkat dagunya seraya bertanya, "Ada apa, Jo?"

"Aiden minta gue balik ke kantor secepatnya, Jan. Lo masih mau di sini atau bareng gue?"

"Mm, gue di sini dulu, deh. Gue masih nunggu Edi."

"Oke, gue duluan, ya. Bye!"

"Hati-hati di jalan, Jo! Awas, lo nanti ketemu Pak Lelang!" canda Janu.

EnmeshedWhere stories live. Discover now