( 24 ) Di Usir

100 20 14
                                    

   Kalo ada typo, tandain.

Happy Reading!

*

*

______________________________

   Alesha mengerjap guna menetralkan pandangannya yang terasa buram. Setelah nyawanya cukup terkumpul, gadis itu segera keluar dari kamarnya.

   "Lo kenapa tadi malem kabur?" tanya Rafa yang juga terlihat baru bangun, ia menutup pintu kamarnya.

   "Gue? Semalem kabur?" tanyanya, ia menunjuk dirinya menggunakan jari telunjuknya.

   Rafa mengangguk pelan. Sebelum Alesha menjawab, pria di depannya itu malah sudah melangkahkan kakinya untuk turun dan menuju ke meja makan. Alesha menghembuskan nafasnya pelan.

   Gadis berambut acak-acakan itu memilih untuk meninggalkan tempat tersebut. Sesaat kemudian dia masuk lagi ke kamarnya mengingat dia belum mandi. Setelah siap dengan seragam khas sekolahnya, ia bergabung di meja makan bersama Lidya, Rayyan dan Rafa.

   Netra Rayyan menatap mata Alesha. "Kenapa semalem kamu mendadak pergi? Ada apa, Alesha?" tanya Rayyan. Padahal saat malam itu ia ingin mengenalkan Nadetta ke Alesha, tetapi gadis itu tak ada.

   "Iya, bang, maaf nggak bisa hadir." Alesha menjawab sembari tersenyum kikuk. Sebenarnya dia bingung ingin menjawab apa kepada pria yang duduk di depannya."Emangnya dia siapa, bang?"

   Sembari mengunyah roti berbalut selai cokelat pria itu menjawab, "pacar abang, kenapa emangnya?" tanyanya.

   Alesha menggeleng pelan. Sudah terduga oleh dirinya, makanya ia tak terlalu kaget dengan jawaban Rayyan. Benar, Nadetta adalah pacarnya. Jadi, apakah itu bagian dari rencana Nadetta? Atau ini adalah sebuah kebetulan?

   Alesha menghembuskan nafasnya berat. Tangannya meraih roti yang berada tak jauh di depannya, tak lupa mengoleskan selai cokelat juga. Setelah selesai makan, ia meminum susu putih yang telah disiapkan.

   "Non, saya udah siapin bekal. Saya taruh di meja, ya." Alesha menoleh, melihat tepak makan berwarna biru dan merah muda yang di siapkan untuk dirinya. Iya, Alesha yang meminta itu.

   Lidya menoleh. "Ngapain pake di siapin segala, dia kan punya tangan, punya kaki. Bisa kan siapin sendiri?" tanyanya, ia melihat Alesha yang wajahnya terlihat sangat tenang itu.

   Alesha berdiri. "Anda juga punya tangan dan kaki, kan? Ngapain anda nyuruh saya nyapu, ngepel dan cuci piring? Bukanya itu tugas seorang ibu rumah tangga? Ngapain anda seharian di rumah?" Alesha menatap tak suka ibu tirinya itu.

   "Alesha." Rayyan memanggil, gadis itu seolah tuli. Ia sama sekali tidak menoleh pada Rayyan. Alesha tersenyum remeh menatap Lidya yang juga sedang menatapnya dengan tajam.

   "Kenapa? Apa jangan-jangan anda tidak mempunyai tangan dan kaki?" tanya Alesha pelan. Ini situasi yang Alesha inginkan, memojokkan Lidya. Alesha ingin secepatnya membuang Lidya dari rumahnya.

   Lidya berdiri, diikuti oleh Rayyan dan Rafa yang menatap mereka intens. "Diam kamu! Dasar pembunuh, nggak tau malu! Malam ini, jangan harap kamu bisa masuk ke rumah ini, jangan tidur di rumah malam ini!" bentak Lidya dengan nafas memburu. Wanita itu pergi dengan wajah yang masih menahan amarahnya.

   "Abang nggak ngajarin kamu durhaka sama mamah, walaupun dia kaya gitu dia itu mamah kamu, dia orang tua yang berhak untuk di hormati, Alesha. Kalau nggak ada dia, kamu kehilangan kasih sayang seorang ibu," ujar Rayyan. Rautnya di penuhi rasa kecewa terhadap adik perempuannya itu. Setelah mengatakan hal itu, Rayyan pergi.

QUEEN'S LIFE [COMPLETED]Where stories live. Discover now