Bab 02 : Takdir

521 90 13
                                    

24 tahun telah berlalu sejak hari itu. Seorang lelaki berparas menawan, berlari cepat setelah keluar dari taksi yang mengantarkan dirinya. Lelaki berkemeja biru dengan celana hitam panjang itu membawa setumpuk dokumen dan berjalan dengan terburu-buru, memasuki pintu utama perusahaan.

"Ini hari pertamaku. Jangan sampai aku membuat kesalahan," gumamnya menyakinkan diri.

Gedebugh!

Dia jatuh kebelakang. Dokumen yang ia bawa, berserakan dijalan. Lelaki itu segera mengambil lembaran dokumennya. "Maaf. Saya salah. Saya sedang terburu-buru." katanya sopan tanpa menoleh sedikitpun.

Pria yang berdiri dihadapannya itu menatap dirinya rendah. Disamping pria itu ada seorang pria lain dengan garis mata yang melengkung. Dan ada beberapa pria lain yang mengenakan setelan jas rapi.

Pria berparas tampan dengan kulit putih pucat itu berjongkok dihadapannya. Membantu mengambil lembar dokumen yang berserakan dan kembali menyerahkannya. "Ini milikmu."

"Terima kasih," ucap lelaki muda itu meraih kertas ditangan pria didepannya saat ini.

Lembara dokumen itu kembali terjatuh kala ia tak sengaja bersentuhan tangan dengan pria berjas hitam yang membantunya. Raut wajahnya berubah saat ia merasakan sesak padanya. Itu benar-benar sangat menyakitkan seolah-olah ada pedang tajam yang menghunus tepat pada jantungnya.

'Argh!!! Ini... ini sangat sakit. Kenapa jantungku terasa sangat sakit. Apa yang terjadi padaku sekarang.' batin lelaki itu mencengkeram dada.

"Ada apa?" Pria berjas hitam itu mengerutkan kening bingung. Dia mengulurkan tangan, namun lelaki tan didepannya itu segera mundur dan mengelak dari dirinya.

"Tidak. Tidak ada apa-apa, Tuan." Dengan cepat dia kembali mengambil lembaran dokumen yang terjatuh dan menunduk dihadapan pria berjas hitam itu. "Sekali lagi saya ucapkan terima kasih, Tuan."

Buru-buru dia menunduk sopan dan langsung berlalu pergi, melangkah masuk kedalam perusahaan.

Pria tampan berjas hitam itu terdiam ditempat. Dia kembali menoleh kearah lelaki yang baru saja meninggalkannya dan melihat telapak tangan kirinya yang terasa panas.

"Tuan Minhyung?"

Minhyung mengepalkan tangan. "Jeno. Aku merasakan sesuatu yang akrab dengannya."

Jeno mengernyit bingung. Minhyung menghela napas lelah. "Lupakan. Itu tidak mungkin. Kita pergi menemui Tuan Kim saja sekarang."

Jeno mengangguk, diikuti dengan yang lain.

"Haechan, sayangku. Kau sudah datang." Sapaan manis menyambut diri Haechan. Senyum lebar menyambut kedatangan dirinya.

Napas Haechan masih tersengal-sengal. Dia segera duduk dikursi kerja miliknya dan meletakkan dokumen yang ia bawa diatas meja. Buru-buru Haechan meneguk sebotol air yang berada diatas meja dan menghela napas lega.

Matanya tertuju pada jam yang menempel didinding, yang memperlihatkan arah tujuh dan empat puluh tujuh. Temannya lantas bertanya, "Apa yang terjadi padamu Haechan? Ini hari pertamamu, kenapa kau begitu frustrasi?"

Mata Haechan melebar saat ia bercerita, "Kau tahu, Na Jaemin. Aku hampir saja mati. M-a-t-i!"

Jaemin antusias khawatir. "Kenapa? Bagaimana bisa? Apa sesuatu telah terjadi padamu?"

Haechan mengangguk cepat. "Ada kecelakaan dijalan saat aku sedang ingin kemari. Jalanan menjadi macet dan aku terpaksa keluar dari taksi dan berlari. Tiba-tiba, wushh.. mobil berhenti tepat didepanku. Itu... itu mengerikan. Jaraknya hanya beberapa centi saja dan aku pasti akan mati."

Jaemin menghela napas lega. "Melihatmu disini sekarang. Syukurlah kau selamat." Dia tersenyum. "Haechan, kupikir kau tidak jadi masuk kedalam perusahaan ini."

"Tidak mungkin!" balas Haechan cepat. "Aku sudah menghabiskan waktu enam bulan hanya untuk mencari perusahaan yang tepat untukku. Dan kupikir perusahaan ini sesuai."

Jaemin mengangguk. Jam sudah menunjukkan angka delapan. Seluruh karyawan perusahaan berjalan menuju ruang kerjanya masing-masing. Tak terkecuali Haechan dan Jaemin yang duduk bersebelahan.

Seorang wanita berjalan kearah meja Haechan. Dengan santainya dia menyodorkan sekitar 300 lembar kertas kearah Haechan. "Tolong fotokopi-kan dokumen ini. Sepuluh lembar untuk setiap kertasnya."

Haechan masih punya urusan dengan pekerjaannya sendiri. Tapi karena dia adalah karyawan baru, dia mungkin perlu bersikap akrab dengan karyawan lain. Haechan mengangguk. "Baiklah."

"Aku Yeri," Wanita cantik itu mengulurkan tangan pada Haechan.

Haechan tersenyum simpul. "Lee Haechan."

Pria lain juga datang menghampiri mereka. "Haechan, tolong fotokopi-kan dokumen ini juga. Maaf merepotkanmu." katanya tak enak.

Haechan tersenyum. Sedikit tersenyum paksa saat menerima lembaran kertas yang diberikan padanya. "Tidak masalah. Aku senang bisa membantu."

Dia mengangkat ratusan kertas dan melangkah pergi menuju ruang fotokopi. Ruangan yang berada di paling ujung. Langkahnya terhenti saat seseorang memegang pergelangan tangannya cepat.

"Haechan. Kenapa kau menuruti mereka? Mereka hanya sedang mengusikmu."

"Bukan masalah besar, Jaemin. Jangan terlalu berlebihan."

Jaemin menghela napas kasar. "Aku sudah dua tahun bekerja disini, dan aku tahu apa yang ada dipikiran mereka." Dia berbisik, "Mereka ingin memanfaatkanmu sebagai karyawan baru disini. Kau harus berhati-hati pada mereka."

Haechan tersenyum tipis. "Jangan berpikiran seperti itu. Mungkin mereka memang sibuk dan tak sempat mengerjakan dokumen perusahaan ini. Aku masih baru dan pekerjaanku masih belum banyak. Kau terlalu mengkhawatirkanku."

"Siapa yang tidak akan mengkhawatirkanmu." Jaemin menatap Haechan penuh perhatian. "Kau laki-laki manis. Terlalu berpikiran positif dengan orang lain. Aku selalu menggelengkan kepala melihat setiap hal yang kau lakukan, Haechan." Dia menghela napas panjang, mengingat, "Saat SMA kau bahkan dengan baik hatinya mengerjakan tugas anak-anak yang membullymu. Kau bahkan dengan bahagia membiarkan teman sekelasmu mengambil uang disakunya. Wajah apa itu. Kau tersenyum santai saat orang merogoh-rogoh saku untuk mengambil uangmu."

"Mereka hanya sedang memeriksa." Dengan polosnya Haechan menjelaskan. "Lagipula tak ada yang berharga dariku."

"Kau berharga, Haechan." Jaemin memegang kedua bahu Haechan. Menatap lekat manik mata polos itu dengan wajah serius. "Kau bisa kehilangan sesuatu milikmu yang berharga jika kau tetap seperti ini."

"Mengerti?"

Haechan mengangguk patah-patah. Kembali mengerjakan kegiatannya dengan senang hati.

Lagipula dirinya juga tidak mengerti.

Sehanlee • Limerence
12.51 101023

Du hast das Ende der veröffentlichten Teile erreicht.

⏰ Letzte Aktualisierung: Oct 10, 2023 ⏰

Füge diese Geschichte zu deiner Bibliothek hinzu, um über neue Kapitel informiert zu werden!

1000; LIMERENCE || MARKHYUCKWo Geschichten leben. Entdecke jetzt