14. BERTEMU ORANG TUA ALBARA

107 7 0
                                    

Hari ini markas begitu sepi hanya beberapa anggota dan inti. Jam juga sudah menunjukkan pukul 2 malam tapi mereka belum ada niatan untuk tidur.

"Njir kita adalah pemuda insomnia," celetuk Devan yang sedang memakan kuaci.

"Gapapa. Namanya juga masa muda," sahut Faldo yang sedang memainkan game.

"Gimana mau jadi penerus bangsa,ya?" gumam Kaivan menatap atap-atap langit markas. Tiba-tiba ia berpikir seperti itu. Bagaimana jika mereka pendek umur? Bagaimana jika mereka tidak bisa jadi apa-apa?

"Kita bisa kok. Cuma, sekarang kita lagi di masa remaja. Lebih baik memanfaatkan masa remaja ini, karena tidak akan bisa di ulang," tutur Rashaka.

"Kalau umur kita pendek?" celetuk Albara yang sedari tadi diam.

"Itu urusan Tuhan. Dan kita sebagai umatnya, hanya mengikuti alur takdir yang sudah tuhan tulis."

Albara seketika terdiam.

"Karena pada akhirnya, manusia kembali pada sang pencipta, bukan?" Rashaka menatap Albara yang sedang nyebat.

"Gue takut mati.." sahut Kaivan lirih. Hal itu mengundang semua mata tertuju kepada dirinya.
"Kenapa harus takut? Pada akhirnya kematian yang menjadi ending terbaik dalam hidup," tutur Kanaka.

Kaivan tersenyum tipis,"Gue belum liat mama sama saudara gue." Seketika mereka langsung terdiam.

"Ah, udahlah napa suasana jadi gini!" Kaivan mengangkat pandangannya. Lalu mengembangkan senyumnya, ia sadar ucapannya barusan membuat suasana tidak enak.

"Gue ngantuk, gue mau tidur." Kaivan memejamkan matanya di sofa. Ia sengaja pura-pura tidur, menahan rasa sesak.

"Eh, lo pada udah makan?" tanya Devan mengalihkan topik.

"Belum, males," sahut Kanaka dan Albara bersamaan. Kanaka sengaja tidak makan, karena Albara juga tidak makan. Padahal ia sudah mencoba beberapa kali, supaya bisa memakan obat juga.

"Sama gue juga." Devan menyengir. Namun detik selanjutnya perutnya bersuara, ia baru saja merasakan lapar. Karena ia tahu ada mie, maka ia ke dapur untuk memasak mie.

"Mau gue buatin mie? Sekalian," tawar Devan menatap Albara dan Kanaka.

"Gak," bales keduanya kompak.

"Yaudah." Devan pun melengos pergi.

"Dah lah gue ngantuk." Albara mulai memejamkan matanya, memasuki alam mimpi.

                                        🪐

Alanora kali ini benar-benar panik. Bagaimana tidak panik? Albara memberinya pesan, segera siap-siap ia akan menjemput. Dan bertemu orang tua Albara.

"Gue udah cantik belum,ya?" monolog Aleanora bertanya. Ia kali ini memakai dress biru selutut dengan rambut yang di gerai.

"Ra, ada tamu!" teriak Vira yang tak lain bundanya.

"Iya!" Aleanora segera turun.
Terlihat di sana Vira sedang memasak.
"Emang kamu mau kemana?" tanya Vira.

"Main. Kalau gitu aku berangkat dulu, Assalamualaikum!" Aleanora pamit sambil salam pada Vira.

Terlihat diluar Albara bersandar di kap mobil, sambil bersedekap dada. Albara terpaku saat menatap Aleanora, cantik sekali perempuannya.

"Beautiful," puji Albara setelah terdiam beberapa detik. Seketika pipi Aleanora memerah,Albara kebiasaan membuatnya salting.

"Udah ayok!"
                                          🪐

Jantung Aleanora begitu deg-degan. Apalagi ini sudah sampai di rumah Albara. Albara melirik Aleanora yang gugup,sudah ia duga.

BANDUNG DAN KISAH KITA Onde histórias criam vida. Descubra agora