Bab 26

58 14 1
                                    

Meredam kekacauan dalam dirinya sendiri, dua minggu penuh Kaia sengaja tidak menampakkan diri di organisasi. Tidak dengan bertatap muka ataupun muncul dalam percakapan grup WhatsApp. Anak-anak yang memang terbiasa berkumpul dua hari sekali sekadar membahas perintilan program kerja atau ngopi santai tak Kaia hiraukan. Ia selalu mencari alasan untuk tak datang dan hebatnya alasan yang Kaia berikan selalu logis, hanya sedikit dramatis.

Dua minggu itu juga Kaia habiskan untuk mengurusi pekerjaan dan hobi menulisnya, gas tamat satu cerita. Lebih baik begitu, ia tetap produktif. Namun, batas menghilangnya cukup sampai di sini. Malam ini Kaia harus hadir dalam rapat lanjutan pelantikan anak cabang.

Dengan langkah gontai dan wajah sedikit pucat, Kaia memaksakan diri berangkat. Sejak siang memang ia sudah meriang, kepalanya berdenyut kencang meski sudah menelan obat ogah-ogahan. Demi tanggung jawab.

"Kamu yakin mau berangkat?" tanya ibunya.

"Yakin, bentar doang, Buk. Rapat anak cabang biasanya mentok jam sepuluh, aman." Begitulah, dilarang pun percuma, Kaia keras kepala.

Akhirnya, ia berangkat dengan motor matic kesayangan, membelah jalanan yang malam ini tak cukup ramai. Pukul delapan tepat ia sampai, tetapi sayangnya gedung masih terbilang lengang. Baru ada tiga orang di sana, padahal di surat undangan tertera jam 19.15 rapat dimulai. Bagaimanapun, Kaia telat karena urusan kepala yang tak mau diajak kerja sama.

Sampai pukul 21.15 setengah dari anggota rapat baru tiba. Iya, hanya setengah, belum lengkap. Sedang, Kaia sudah mati-matian menahan gondok karena menunggu lama. Jam karet ini keterlaluan untuk organisasi setingkat anak cabang.

Dalam tikar persegi besar yang digelar, hanya baru ada empat perempuan dan delapan laki-laki. Kaia sendiri duduk bersandar di dinding, dekat tiga pemuda yang masih asyik bermain gim daring.

"Nad, ini mulainya kapan, ya?" tanya Kaia, ia sungguh sudah muak. "Mau nunggu azan Subuh?"

Nadiya meringis, tampak menahan rasa segan. Setelahnya, Kaia langsung mendapati gadis itu melirik ke arah Mifta, memberi kode, tetapi tak ditanggapi banyak. Lelaki itu malah meminta sedikit waktu lagi untuk menunggu.

Lima menit kemudian, Kaia kembali angkat bicara dengan tangan terkepal di pangkuan, "Lo semua beneran mau nunggu azan Subuh?"

Hanya Mifta dan Nadiya yang menoleh, sebelum saling pandang.

Tiba-tiba, salah seorang dari tiga gamers yang Kaia tahu bernama Wawan menceletuk, "Bentar ya, Mbak Kai. Nanggung, mau menang ini."

Apa katanya? Ini sudah tidak bisa dibiarkan. Dengan berat Kaia menegakkan posisi duduk, mengambil napas panjang dan mengembuskannya kuat. "Kalian semua pikir orang-orang di sini orang pengangguran, yang bego-begonya mau disuruh nunggu orang main game?" sentak Kaia.

Ketiga pemuda itu langsung menjatuhkan ponsel masing-masing, membisu. Tak jauh berbeda, anak-anak yang lain juga langsung menaruh atensi penuh pada Kaia.

Kaia menyapukan pandang pada orang-orang di sana bergantian, melayangkan tatapan sengit. "Lo semua kalau cuma mau main-main nggak usah ikut organisasi sekalian, buang-buang waktu. Rapat kayak gini aja telatnya nyerempet dua jam, masih mau nunggu lagi. Lo semua bukan bocah dan ini bukan taman bermain. Mikir nggak kalian, kalau ada yang bener-bener luangin waktu cuma buat ikut rapat, ninggalin deadline kerjaannya. Berharap rapat cepet kelar biar bisa lanjut kerja. Jangan pukul rata kesibukan semua orang dengan mikir, ah ini udah malem, waktu mereka pasti free. That's such a stupid thought ever."

Ditatapnya Nadiya dan Mifta yang duduk bersisian lurus-lurus. Kaia tak lagi peduli pada anak-anak lain yang syok karena bentakannya. "Gue nggak peduli mau lo mulai kapan ini rapat. Ntar subuh kek, besok siang juga silakan. Gue tetep bakal sampaiin progress divisi gue sekarang, abis itu gue pulang. Kamera udah aman, hari H tinggal bawa. Design banner belum dikerjain karena terhambat kalian yang lama kasih ukuran maunya berapa. Dekorasi udah ada beberapa pandangan tapi dekdok belum bisa mutusin meskipun kalian kasih kebebasan. Tahu kenapa, karena bendahara belum kasih gue budget dekor sama sekali, sampai detik ini."

Arundaya Kaiaحيث تعيش القصص. اكتشف الآن