10.

28 6 0
                                    

"Kau masih tidak mau berbicara pada kami?"

Sejak diantara Profesor McGonagall ke sayap rumah sakit, Selene tidak mau berbicara sepatah kata pun, dan beruntungnya Madam Pomfrey tidak menanyakan apapun kecuali menggerutu karena banyak sekali anak yang terus terluka sepanjang dia berkerja. Beberapa saat kemudian keempat anak Hufflepuff yang tadi bersamanya datang membawakan tasnya dan sempat diinterogasi McGonagall. Mereka menceritakan yang terjadi di hadapan mereka, dan tak lama setelah itu, teman-teman Gryffindornya sudah ada di sana.

Hermione berusaha membujuk Selene untuk mengatakan sesuatu karena mereka tahu bahwa Selene punya sesuatu kekhawatiran, apalagi dia baru saja terjun bebas dari menara utara. Mereka tahu Selene takut sekali dengan ketinggian, dan Hermione menganggap seharusnya ada perasaan yang dilepaskan. Namun Selene tetap pada pendiriannya sampai usai makan malam.

"Baiklah," kata Hermione, menghembuskan napas kasar. "Kami punya tugas yang menanti. Tapi kalau kau mau cerita kau tahu dimana bisa menemukan kami."

Selene mengangguk ketika Ron menepuk kepalanya pelan. "Dah, selamat malam. Sampai jumpa besok."

Selene berpikir bahwa ketiganya akan pergi, bahwa akhirnya dia bisa menangis sendiri. Tetapi Harry tiba-tiba berhenti dan berbalik padanya lagi. "Aku akan menyusul," kata Harry pada keduanya. Dia kembali ke ranjang Selene dan berdiri di sisinya lagi ketika Ron dan Hermione telah pergi.

"Ada apa?" tanya Selene, suaranya serak.

"Aku yakin kau tidak akan bisa tidur jika kau belum menceritakannya. Kau harus menuntaskannya sekarang," bujuk Harry untuk kesekian kali hari itu. Selene hanya menggeleng sebagai tanggapan, menolak untuk membuka mulutnya. Harry, bagaimanapun, tidak begitu mudah menyerah. "Baiklah, begini...jika kau tidak mau cerita. Aku yang akan cerita." Selene menggeser tubuhnya, membiarkan Harry duduk di sampingnya. "Tadi siang, tepat saat aku mendengarmu berteriak, aku dan Ron sedang berhadapan dengan Malfoy dan dua anak Slytherin lain yang aku tidak begitu kenal. Yang satu berambut hitam, tampaknya agak dingin seakan tidak peduli pada apapun. Dan yang satu lagi tinggi, ramping, dan berkulit gelap."

"Nott dan Zabini?" tebak Selene, mencoba mengingat wajah-wajah mereka. Dari ciri-ciri yang disebut Harry, sepertinya yang paling mirip adalah dua laki-laki itu.

"Well, aku tidak tahu." Harry mengedikkan bahu dengan cepat. "Saat itu, aku sedang membawa firebolt, sebelum kemudian aku mendengar seseorang berteriak dan Malfoy menyambar sapuku. Lalu dia kembali lagi dengan sapu dan sesuatu di tangannya yang lain." Selene menelan ludahnya kasar. "Dia melemparkan firebolt padaku begitu saja. Jadi, benarkah yang menyelamatkanmu itu Draco Malfoy?"

Selene mengerjap. Walaupun tidak mengatakan apapun, tapi dia tahu wajahnya tidak bisa berbohong. "Iya," Selene mencicit pelan.

Harry mengangguk, mengelus kepala Selene. "Baiklah, itu saja." Lelaki itu bangkit dari tempat tidur dan menyampirkan tasnya lagi. "Tenang saja aku tidak akan membahas-bahas hal ini lagi. Aku cuma mau tahu yang penting kau selamat, karena aku tidak tahu yang jatuh itu kau. Untung saja reflek Malfoy lebih cepat." Selene tidak tahu harus mengatakan apa, sehingga dia hanya diam dan menatap mata hijau Harry yang bersinar karena lentera. "Selamat tidur. Semoga kakimu cepat sembuh."

Walaupun berada di bangsal rumah sakit yang sepi, Selene hanya bisa tidur selama tiga jam malam itu. Ia masih beruntung karena tasnya ada bersamanya, sehingga ia bisa membaca buku-buku pelajaran saat ia bosan. Dia diam-diam berharap bahwa seseorang akan datang ketika ia terbangun keesokan paginya sebelum matahari terbit. Mungkin Harry, tetapi mana mungkin Harry bangun pagi kecuali digebrak-gebrak Oliver Wood untuk latihan Quidditch. Atau Ron, semakin tidak mungkin. Atau Hermione, walaupun dia pasti mengintrogasinya terus. Atau mungkin Malfoy, seperti ketika Selene menjenguknya saat itu...Apa sih yang dia harapkan?

A Friend of Mine IWhere stories live. Discover now