24. Unpacking Emotional Baggage and Moving Forward

136 20 33
                                    

Ucapan Myung Soo menerbitkan iba di hati Jin Young, ia pun berusaha memberikan semangat pada sahabatnya itu, "Jangan pesimis begini. Justru bagus, mengulang dari awal tanpa ada alasan Park Se Na atau alasan lainnya. Murni karena perasaanmu."

"Jin Young Oppa ada benarnya. Jangan pesimis, banyak yang mendukungmu. Aku juga masih punya kesempatan bertemu ibunya So Eun Eonni, akan kubantu untuk mempromosikanmu padanya."

"Pembicaraan ini membuatku terdengar menyedihkan. Sudahi saja," ucap Myung Soo.

"Myung Soo, apa kau akan baik-baik saja? Maksudku ..." Jin Young ragu melanjutkan ucapannya.

"Aku paham apa yang mau kau sampaikan. Kau tenang saja, hal ini tak akan membuatku terpuruk. So Eun berbeda. Dia sama sekali tidak merendahkanku, malah sebaliknya."

"Wah, kalau begitu, kau harus semakin bersemangat. Jangan putus asa, oke?"

"Pelan-pelan saja, berteman dulu," saran Myung Ji.

"Apa berteman ide yang bagus? Memangnya siapa yang akan mengencani teman?" Tanya Jin Young.

Myung Ji melongo. "Pertanyaan macam apa itu?"

"Maksudku, kalau sudah jadi teman, tidakkah terasa aneh jika mengencaninya?"

"Yah, ada banyak proses sebelum menjalin hubungan. Friends to lovers hanyalah salah satunya. Malah bagus jika berteman dulu, bisa saling mengenal satu sama lain."

"Begitu, ya."

"Jin Young Oppa, apa yang ada dalam pikiranmu, huh?"

"Hanya teringat kata-kata ibuku yang bertanya kenapa aku tidak mengencani Won Hee. Kubilang aku tak bisa berkencan dengannya, karena dia temanku."

"Itu pola pikirmu saja. Cukup dirimu yang berpikir seperti itu, jangan tularkan pada kakakku."

"Kau hanya tidak punya perasaan lebih dari teman, itu alasannya," ucap Myung Soo.

"Benar, dasar bodoh," ejek Myung Ji.

"Aku bodoh?"

"Ne. Dengan pikiranmu yang seperti itu,  apakah artinya kau akan mencari pasangan lewat kencan buta atau perjodohan?" Tanya Myung Ji.

"Tidak sekaku itu juga. Misalnya, bertemu dengan seseorang, ada potensi rasa, maka akan kudekati dia dengan tujuan berkencan."

"Dengan Gyu Young Eonni? Apakah seperti itu?"

"Hmm, mungkin? Pertemuanku dengannya cukup unik."

"Mungkin? Bahkan kau tidak seyakin itu. Payah."

"Kim Myung Ji, kau terus saja mengejekku."

"Sebenarnya ... kalian berdua itu bodoh. Tapi, kakakku sudah membuat kemajuan."

"Apa kau bilang? Hei, dengar, ya, ini soal perasaan. Aku harus berhati-hati, juga melihat apakah ada kemungkinan bersambut. Tidak sederhana."

Sementara Myung Ji dan Jin Young berdebat, Myung Soo tak berpikir panjang akhirnya mengirim pesan pada So Eun, bertanya kenapa menitipkan kartu kredit, bukan mengembalikannya langsung.

Tak lama, Myung Soo mendapatkan balasan dari So Eun.

-Yang penting dikembalikan. Maaf, aku baru sadar kartumu masih ada padaku saat membuka dompet tadi-

Seolah tak puas dengan balasan So Eun, Myung Soo menelepon gadis itu. Ketika terdengar suara So Eun mengucap halo, Myung Soo langsung bicara tanpa basa-basi, "Kartu kredit itu, bisa kugunakan sebagai alasan untuk bertemu denganmu. Kenapa kau menitipkannya pada ibuku?"

The Journey of Love [Completed]Where stories live. Discover now