Candaan Berbasis Ancaman, dan Pujian Licik

5 0 0
                                    


Wanita cantik ini tersenyum kepadanya dengan dagu yang bertumpu di telapak tangan. Sedangkan siku tangan itu bertumpu di atas lutut.

"Warna rambutmu cantik sekali!" puji wanita di depan dengan ucapan yang terdengar sangat tulus. "Warna darah yang sangat memikat! Tapi untunglah ....." senyum semakin lebar di bibir yang warnanya mirip dengan kelopak bunga mawar itu.

"warna matamu bukan berwarna emas!"

Wanita itu kemudian tertawa renyah. "Kalau warna matamu emas juga, aku sudah pasti akan langsung mencungkil matamu itu!" lagi-lagi wanita ini kembali tertawa.

Seakan-akan rasa humornya yang menyeramkan itu pas untuk didengar oleh dua orang anak usia 8 tahun di depannya ini.

Dietrich yang mendengar lelucon menyeramkan itu hanya tersenyum saja. Senyum anak ini sangat manis dan menawan seperti malaikat. Tetapi matanya berkilat-kilat, sebuah kilatan yang agaknya tidak wajar untuk dimiliki oleh seorang anak lelaki manis berumur kurang dari 10 tahun ini.

Dan sejujurnya, berbeda dengan sang kakak yang menyambut lelucon itu dengan lagak yang sangat santai serta ringan, adiknya yang bernama Albert, agaknya tidak menganggap demikian. 


Albert kentara sekali takut, ia menunduk dalam-dalam sejak awal. Seakan-akan takut dengan mata emas itu.

Dietrich lalu menggerakkan tangan dan menempelkannya di dada, lalu Dietrich sedikit mengangguk kecil. Masih dengan senyum manis di bibirnya yang kecil dan merah muda cantik itu.

"Saya sangat bersyukur karena saya tidak memiliki mata emas seperti Anda, Your Majesty!" ucap Dietrich dengan suara yang halus selembut beledu. Kemudian, mata hijau itu menatap lurus ke arah sang wanita.

"Warna mata emas yang layaknya emas cair itu hanya cocok untuk Anda saja!" Dietrich tersenyum manis tanpa dosa. Betul-betul tidak merasa takut sama sekali.

"Sama sekali tidak cocok untuk saya yang hanya bocah umur 8 tahun ini, Your Majesty!"

Dietrich tertawa singkat dengan suara kecil, "Hanya Andalah satu-satunya orang yang pantas memiliki warna emas yang indah." Dietrich kemudian mengelus sedikit kelopak mata kanannya.Mata hijau itu kembali bercahaya ganas seperti seekor ular. 


"Akan menjadi dosa jika orang lain yang memilikinya." Ucap Dietrich dengan suara yang selembut sutra. Tetapi juga selicin belut.

Sang wanita mendesah saat mendengar kata-kata tidak wajar yang diucapkan oleh seorang bocah umur 8 tahun itu.

Baik Edmund di sisi sang wanita dan Albert yang ada di samping Dietrich hanya terdiam dengan mata yang menatap biasa ke arah Dietrich. Meski kedua wajah itu cukup terkejut akan ucapan pujian, sekaligus tusukan tajam yang diarahkan oleh Dietrich kepada wanita ini.

Sebenarnya, Dietrich iseng saja untuk memuji wanita ini. Karena ia tahu sekali, menarik perhatian tipe wanita seperti ini, perlu menyamakan ucapan pedas, sinis, dan licin di antara setiap kata yang dirinya keluarkan. 


Harus terdengar memuji, tetapi bukan memuji biasa hingga tampak seperti pujian kosong yang dilontarkan seorang yang polos.

Tapi harus pujian manis bercampur licik dan jahat, seperti seorang penjahat yang memuji seseorang dengan memakai kata-kata yang merendahkan diri sekaligus menyindir. Itu adalah formula yang tepat untuk menarik perhatian.

Sepertinya wanita ini sudah puas dengan jawaban yang dilontarkan oleh Dietrich. Kini perhatian wanita ini berpindah kepada Albert, melihat Albert yang diperhatikan dengan intens seperti itu, membuat ada semacam perasaan tertohok seperti ditampar yang dirasakan oleh Dietrich.

Bukan apa-apa, dirinya sudah sangat yakin kalau ucapannya itu bisa membuat wanita ini lebih tertarik kepadanya. Tetapi tampaknya harapan tidak sesuai kenyataan, alih-alih bertanya ataupun bertukar kata-kata lagi, wanita cantik ini tiba-tiba mengalihkan tatapan matanya ke arah Albert yang menunduk dalam-dalam.

Wanita ini tersenyum manis saat ia menatap pucuk kepala berwarna emas pirang. Rambut panjang Albert bergerak-gerak di bahunya saat anak lelaki itu perlahan-lahan mendongakkan kepalanya. Mata biru polos itu memandang malu-malu dan takut ke arah wanita ini.

"Albert!?" panggil wanita ini dengan nada suara yang manis serta sangat bersahabat. "Warna rambutmu indah sekali. seperti helaian emas ....." mata emas itu berkilat-kilat senang.

Mendengar pujian itu, Albert hanya tersenyum tipis. Tetapi Dietrich yang melihat senyum di bibir adiknya itu tahu jika senyum itu akan lenyap sebentar lagi. Karena ia tahu persis seperti apa wanita yang ada di depannya ini. Wanita ini tidak mungkin memuji sesuatu terkecuali ada udang di balik batu.

Lagi-lagi sebuah senyum manis kembali tersungging di bibir merah itu. Senyum yang patut diwaspadai karena anehnya agak terasa janggal.

"Aku jadi ingin mencabutnya ...." desah sang wanita dengan helaan nafas panjang. Mata itu menatap lekat-lekat ke arah rambut pirang emas panjang yang menyerupai rambut indah seorang putri cantik itu. "

Dari kepalamu dan menjadikannya rantai kalung!" wanita ini tertawa terbahak sambil membuka kedua tangannya lebar-lebar seakan-akan hendak memeluk dan kemudian ia bersandar lagi. 

"Pasti indah sekali!" ujarnya dengan penuh harap.

Dietrich yang mendengar hal itu hendak tertawa keras-keras. Tetapi ia tahan saja karena ia tahu jika Albert langsung ketakutan. Senyum tipis manis di bibir kemerahan Albert langsung pupus seketika itu juga.

Bibir itu berubah tertekuk ke bawah. Sementara mata biru itu gemetar dan ia menatap ke arah Edmund dengan tampang mewek. 

Edmund hanya mengangguk dengan wajah kikuk, seakan-akan mencoba untuk menyuruh Albert memaklumi Your Majesty karena wanita ini memang begitu.

Tangan Albert lagi-lagi merayap ke tangan Dietrich dan menggenggam tangan kakaknya itu dengan lebih erat sekali. Melihat hal itu Dietrich hanya bernafas simpul saja, kepalanya sudah pusing jika adiknya ini akan merengek lagi seperti biasa.

Sang wanita tampaknya tidak puas hanya berkomentar tentang rambut Albert. Kini mata emas itu menatap ke arah mata biru yang mengeling ke arah Dietrich. Senyum sinis serta ganas lagi-lagi terbentuk di bibir wanita itu.

Dietrich belum apa-apa sudah pusing duluan karena kalau Albert sampai ketakutan dan menangis, sebagai seorang kakak yang pemberani, ia harus menenangkan adiknya ini. Memang dasar terkutuk status seorang kakak ini!

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 15, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Antagonist MotiveWhere stories live. Discover now