19. JANJI ALBARA

97 7 0
                                    

             Perpisahan itu tidak menyakitkan,
             Hanya saja harus saling melupakan.

                                             🪐

Albara pemilik mata tajam itu sedang berada di luar. Bandung di malam hari yang begitu dingin menusuk kulitnya. Ia bersama inti Raidres, cuma Devan yang tidak  ada.

"Al nanti mau touring?" tanya Kaivan pada Albara, sang ketua. "Iya, insyaallah, acara kumpul sama anak geng lainnya," balas Albara yang di balas anggukan oleh mereka.

Setelah itu, tidak ada yang membuka lagi suara.
Albara memperhatikan jalanan yang begitu macet, kebetulan mereka dekat dengan jendela.
Ah, tiba-tiba Albara teringat semua masalahnya.

"Masih muda, udah banyak pikiran," celetuk Kaivan membuat lamunannya buyar seketika.

"Terus sama lo?"

"Gue? Banyak masalah? Senyumin aja," bales Kaivan sambil tersenyum. Ah, memang mereka memasang topeng terlalu kuat.

"Iya lama-kelamaan stres," celetuk Faldo yang sedang bermain game. Ia memang bermain game, tetapi telinganya berfungsi.

"Kalau udah gimana?"

Plak!

Faldo refleks menyimpan handphonenya, lalu menggaplok kepala Kaivan. Tidak suka? Jelaslah!
"Eh, Munaroh ngomong sembarangan!" omelnya tidak suka.

Kaivan hanya tersenyum,"Khawatir lo?" tanya Kaivan terkekeh.

Faldo menatapnya datar. "Gak sih," balesnya dingin. "Alah ngaku lo!" Kaivan tersenyum jahil. Ia juga tahu, sahabatnya ini khawatir.

"Udah lo pada ribut mulu!" lerai Rashaka yang entah ke seberapa kalinya. Faldo dan Kaivan, tidak di markas, sekolah, luar apapun ribut.

"Malu-maluin tau gak," sinis Albara.

"Hm," bales mereka kompak. Lalu fokus pada kegiatan masing-masing, mereka lagi-lagi tidak ada yang membuka suara. Hanya ada alunan musik yang berada di cafe tersebut.

"Devan," celetuk Rashaka sambil menatap poster lelaki yang begitu ia kenali. Mereka mengikuti arah pandang Rashaka, dan benar saja, Devan. Lelaki yang sadar segera menjauh dari cafe tersebut.

Albara tersenyum miring,"Gue kasih kesempatan, sekali lagi. Besok."

                                           🪐

Aleanora kali ini sedang bersantai bersama keluarganya. Ah, lebih tepatnya menyambut kepulangan kepala keluarga mereka,Astra.

Astra, lekaki itu selalu sibuk dengan pekerjanya,TNI AL.

"Pa,Nala udah punya pacar,loh," beritahu Natan.

Aleanora membulatkan matanya, padahal ia sudah pesan jangan di kasih tahu dahulu. Emang abang sialan.

"Iya gitu?" Astra menatap Aleanora, serius.

Aleanora yang di tatap hanya menunduk,takut. Seumur hidupnya ia baru pertama kali pacaran,dan papanya tidak mengizinkan selama ini.

"Iya," bales Aleanora menatap Astra.

"Emang papa izinin?"

Hening.

Ruangan menjadi tegang, apalagi nada bicara Astra dingin. Natan yang memberi tahu ia merasa bersalah,jadi adeknya harus di sidang begini.

"Terus kenapa papa gak izinin? Aku udah besar pa, pengen bebas kaya mereka," ucap Aleanora menatap papanya kecewa.

BANDUNG DAN KISAH KITA Where stories live. Discover now