15. Luka

682 45 18
                                    

"Bersama kita adalah rasa sakit.
Sekarang, kau bisa tenang dan mengempaskan rasa sakit itu, Mahendra."

-Richandra

***

"Ibu ...."

"Kenapa, sayang?"

"Jangan pernah tinggalin Jevin, ya."

Jevin yang kini tengah menemani Jendral yang sudah terlelap bahkan tidak sama sekali bisa menutup matanya. Hujan deras terdengar. Dia menatap kosong langit-langit berwarna putih rumah sakit itu.

Chandra dirumah bersama Andy dan Leon, sementara Juna sedang lembur.

"Tapi aku gak mau hidup susah kayak gini. Buat makan pas-pasan, biaya sekolah anak-anak itu banyak. Belum lagi buat keperluan keluarga. Tolong dipikir, aku juga capek ngurusin ini semua, Devin."

"Aku tau. Aku juga nggak pernah mau hidup susah. Tapi semuanya butuh proses dulu, Arina. Kita harus sabar. Semua pasti ada waktunya. Kamu coba pikirin anak-anak. Aku juga gak tega liat mereka begini. Tapi aku udah kerja semampuku, kita gak bisa paksain ini semua."

"Aku udah capek sama semuanya, Devin. Aku mungkin gak lama lagi ada bareng kalian."

Jevin terkekeh pelan, mengingat ucapan yang terlontar saat Jevin dan Jendral pulang sekolah. Pada saat itu, Mahen dan Juna berstatus kuliah. Sementara kembar masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas.

Soal itu, mungkin hanya Jendral dan Jevin yang tahu. Ataukah juga mungkin Jendral sudah lupa dengan perdebatan orang tuanya saat itu.

Mahen bilang, Ibu sudah tidak ada. Tapi seolah perkataan itu belum sepenuhnya Jevin percaya. Ikatan Ibu dan Anak seorang Arina dan Jevin sangatlah erat, lebih erat dibandingkan saudaranya yang lain.

Dulu, dapur adalah tempat kekuasaan Jevin dan Ibunya itu. Namun, sekarang sosok yang sangat berperan penting itu sudah pergi. Jauh sebelum Ayah.

Ibu pergi tanpa berpamit. Dikala itu, semua terbangun tanpa mendapati siluet Ibu. Tapi, terdapat kertas berisi tulisan yang diletakkan di meja makan.

Maafkan Ibu. Mungkin Ibu nggak akan kembali lagi buat kalian.

Hanya beberapa kata terakhir yang dituliskan Arina. Sejak itu, Ayah dan Mahen terus bekerja semaksimal mungkin demi menjangkau kebutuhan semuanya.

Beberapa tahun silam, tepatnya pada saat mereka masih kecil. Arina juga tidak pulang kerumah selama tiga bulan, yang membuat Mahen dan Juna harus mengurus adik-adiknya dan Ayahnya sibuk bekerja.

Dan siapa yang menyangka jika Arina akan benar-benar pergi seperti hingga saat ini?

Siluet seorang Arina terus terbayang dibenak seorang Jevin. Dia sangat amat merindukan ibunya itu. Apa yang dia lakukan sekarang? Apakah dia sudah menemukan hidup yang jauh lebih baik? Atau ... Benar Arina sudah meninggalkan dunia?

Sebenarnya keenam Argana sangatlah rapuh saat mengingat hal itu. Namun, mereka berusaha ingin kembali memutar saat bahagia itu meski tidak akan sesempurna dahulu.

Jevin memejamkan matanya sejenak. "Ibu ... Jevin kangen banget, Ibu kapan mau pulang?" monolog Jevin pelan, agar Jendral tidak terganggu.

***

Chandra yang tidak bisa memejamkan matanya-pun memilih untuk mengambil sebuah buku novel milik Mahen dulu. Catat, Mahen adalah pengoleksi buku baik pelajaran, ilmu pengetahuan, sejarah, bahkan novel.

Argana || NCT Dream [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang