⚡E m p a t b e l a s⚡

3.8K 342 9
                                    

Mas Prabu melempar kunci mobil dan langsung ditangkap oleh Loli. "Tunggu di mobil aja, Li," pria itu melirik ke arahku, "saya mau kasih wejangan dulu ke istri kecil ini. Biar enggak rewel saya tinggal."

Loli tersenyum lantas dia mengangguk. "Baik, Pak," ucapnya kemudian pergi dari hadapan kami.

"Hey kamu," Mas Prabu merangkulku lantas kami bersama-sama pergi ke kamar, "jangan buat kekacauan ya selama saya pergi," ucapnya disela-sela langkah perjalanan kami.

Aku memilih terdiam sampai akhirnya saat sudah berada di dalam kamar, aku melepaskan rangkulannya. "Aku pikir aku yang mau meninggalkan Mas Prabu, tapi ternyata Mas yang meninggalkan aku duluan."

"Jeda sehari doang, Luv. Besok kamu juga pergi kan?"

"Iya, tapi tetap aja Mas meninggalkan aku duluan."

Dia duduk di pinggir ranjang kemudian tangannya bergerak membuka lebar. Seolah memberikan kode agar aku masuk ke dalam pelukannya. "Sini, Luv," panggilnya.

"Apa sih? Peluk-peluk. Enggak ah."

"Saya tarik ya?"

Aku berdecak sebal sebelum akhirnya masuk ke dalam pelukannya. "Kita nanti lama enggak ketemu, lebih dari seminggu," dia berdiri sehingga saat ini kami berpelukan dengan posisi sama-sama berdiri, "jangan nakal ya saat penelitian sama dosen nanti. Jangan genit. Jangan terlalu friendly. Jangan lupa makan. Tidurnya juga jangan malam-malam. Ponselnya selalu aktif ya."

"Iya."

Dari banyaknya ucapan, hanya satu kata balasanku.

"Nanti bawa kartu ATM saya, kalau kamu butuh apa-apa pakai itu."

"Ada isinya enggak?"

Dia melayangkan gigitan kecil di bahuku. "Ya, ada," jawabnya dengan nada kesal. Ditanya begitu aja sudah emosi. Mana pakai gigit-gigit segala. Dasar temperamen.

"Kalau kamu nakal, saya pasti akan hukum," dia mendekatkan wajahnya ke telingaku, "mau dapat hukuman enggak, Luv?"

"Hukumannya apa dulu? Aku diusir dari rumah ini? Enggak masalah. Malah aku senang."

Dia kembali menggigit bahuku, kali ini lebih kencang. "Saya hadirkan dedek bayi dikeluarga kita."

Ah, kacau sih.

Ancamannya itu terus.

"Kalau aku enggak nakal?"

Mas Prabu melepaskan pelukan kami lantas dia menatapku lekat. "Akan ada dedek bayi juga, tapi nanti, kalau kamu sudah lulus kuliah."

"Kalau begitu kita cerai aja," aku melangkah menjauh darinya, "soalnya aku enggak mau punya dedek bayi dari Mas!" ucapku kemudian berlari.

"Luvita!" teriak Mas Prabu sambil berlari mengejarku. Sudah tertebak, aku akan tertangkap olehnya, "sini diam dulu. Saya lagi ngomong serius. Jangan bercanda."

Tatapannya mulai tajam.

Oke, mode serius.

"Jaga diri baik-baik ya. Kalau kamu kenapa-kenapa pasti ada orang yang sedih."

"Siapa?" aku tersenyum kecil, "Mas sedih ya kalau aku kenapa-kenapa?"

Pria itu menggeleng cepat. "Bapak kamu yang sedih."

Kan, ngeselin.

Aku ingin menggigit tangannya, tetapi dia langsung mengelus wajahku. "Jangan gigit-gigit."

"Tadi Mas juga gigit aku!" aku menunjuk ke arah bahuku, "gigit di sini, dua kali!"

"Beda. Tadi saya gigit-gigit kamu karena gemas, bukan karena emosi."

Tahu ah. Cape aku. Perkara bahas gigit-gigitan nanti lama.

"Yaudah, sana deh. Ke Loli sana. Ke rumahnya ambil barang-barangnya. Terus sekalian numpang mandi juga. Biar dipuji makin ganteng," cerocosku bertubi-tubi.

"Boleh?" tanyanya.

"Pikir aja sendiri!"

Sorot matanya kian menajam lantas dilanjutkan dengan tangan kekarnya melingkarkan di pinggangku. "Jangan ngomong sembarang makanya. Saya enggak suka."

"Yaudah, maafin."

"Iya," dia mengusap kepalaku, "sana siapkan saya pakaian. Saya mandi di sini."

Aku mengangguk kecil lantas menuruti perintahnya.

•••

"Luvita," pria itu kembali memelukku, "nanti saat kamu sudah sampai di Bangka, kirim alamat lengkapnya."

Aku mengangguk lantas melepaskan pelukannya. Selain enggak mau dipeluk, aku juga malu soalnya di sini ada Loli. Enggak nyaman kalau kemesraan kami dilihat oleh orang lain.

"Nanti ya."

"Ingat, selalu berkabar. Kalau kamu enggak ada kabar, saya susul ke sana."

Aku menarik napas.

Yaudah, iya.

Kalau aku bantah, dia pasti akan marah dan berujung perdebatan yang panjang.

"Iya, Mas."

"Yaudah saya pergi."

"Iya."

Dia melayangkan kecupan di keningku sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil. Aku melirik ke bagian dalamnya, Mas Prabu menyetir, sedangkan Loli berada di kursi sebelah pemudi.

"Kami pamit ya, Bu."

"Iya. Hati-hati," ucapku sambil melambaikan tangan.

Dan beberapa saat mobil itu pun keluar dari pekarangan rumah, menyisakan aku sendirian di sini.

Baru saja aku ingin masuk, tiba-tiba ada notifikasi pesan dari Andro.

Andro Kimia'22

Udh dapat kabar belum?
Keberangkatan kita diundur
Jadi minggu depan

Oh iya, yaudah

Luv, ikut party anak-anak
dulu yuk?

Aku terdiam sebentar sebelum akhirnya mengetikkan balasan.

Andro Kimia'22

Udh dapat kabar belum?
Keberangkatan kita diundur
Jadi minggu depan

Oh iya, yaudah

Luv, ikut party anak-anak
dulu yuk?

Boleh

Kabarin aja

Acaranya di hotel dekat pantai
Tapi bukan pantai di Jakarta
Kita ke daerah Jawa barat

Bawa perlengkapan

Siap, aman


Cerita ini sudah tersedia full E-book

Full ebook

Hanya dengan 46.000 kau bisa akses full E-booknya

Tersedia juga ebook versi baca duluan

Pembelian dapat melalui Karyakarsa versi web (untuk ebook) dan juga WhatsApp (085810258853)

GET A CRUEL HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang