Chapter 6

216 30 9
                                    

Hari 02 16:33

Sore harinya, Junkyu mengendarai sepeda tuanya ke Taman Kanak-kanak untuk menjemput Bubu.

Kemarin Bubu tak menunggu walinya datang. Dengan gesit melarikan diri seperti monyet kecil, dia menyelinap menjauh dari pandangan gurunya. Namun, karena dia sekarang punya Kakak yang mengantar dan menjemputnya, hari ini dia dengan berani berdiri di pintu depan. Setelah melihat Junkyu, Bubu segera menempelkan stiker bunga merah kecil di pipinya. Saat Junkyu bertanya apa yang membuatnya begitu bersemangat, Bubu memberitahunya dengan wajah penuh kebanggaan kalau dia sudah berbagi cerita tentang tupai dan tupai abu-abu kepada teman-temannya yang lain. Ceritanya disambut dengan baik, dan setiap gadis kecil di kelas memberinya stiker.

Pada awalnya, Junkyu tercengang dengan kemampuan mengingat dan ekspresifnya yang luar biasa. Tapi setelah dipikir-pikir, Haruto bahkan bisa menemukan hal aneh seperti Little Q; seseorang seperti itu sama sekali tidak berada pada jalur yang sama dengan orang lain. Seperti kata pepatah, ayah harimau tidak akan melahirkan seekor anjing untuk putranya. Bubu mewarisi gennya, jadi dia pasti sedikit lebih pintar dari anak-anak lain.

Bubu sudah merasakan manisnya menjadi sorotan. Setelah makan malam, dia mendesak Junkyu untuk menceritakan kisah lain kepadanya, berharap mendapatkan lebih banyak bunga merah kecil besok.

Kali ini Junkyu memilihkan buku untuknya yang berjudul Giraffes Can't Dance. Pasangan orang dewasa dan anak-anak itu dengan nyaman meringkuk di sofa, memunculkan gambaran yang hidup dan jelas dengan obrolan mereka yang tak kenal lelah.

Ceritanya sangat sederhana—tentang seekor jerapah kecil yang suka menari. Namun karena keempat kakinya yang panjang, struktur tubuhnya berbeda dengan hewan lainnya; alhasil selalu tumbang dan sering jadi tontonan tersendiri. Pada akhirnya ia menemukan musik natural yang paling cocok dan akhirnya menjadi jerapah yang bisa menari.

Usai mendengarkan ceritanya, Bubu melompat ke tengah ruang tamu dan berjinjit, menjulurkan leher menirukan jerapah yang tinggi, serta berlatih menari dengan menendang dan menghentakkan kakinya. Ruby merasa wilayahnya dirampok. Ia berdiri dengan angkuh, melompat ke sandaran tangan sofa, dan meregangkan tubuh.

"Meong!"

Ia memprotes Junkyu.

Junkyu buru-buru menutup buku bergambar dan menggaruk pipinya yang berbulu. Dengan penuh rasa ingin tahu dia berkata, “Kalian berdua sama-sama anak imut, kenapa tidak bisa akur satu sama lain?”

Ruby menggunakan gigi taringnya untuk menyatakan keberatan, sambil menggigitnya.

“Ruby, kamu nakal!” Setelah meniup jarinya, Junkyu dengan marah berkata, "Tidak ada makan malam untukmu hari ini."

"Meow!"

Ruby menatapnya dengan tatapan mengerikan.

Junkyu langsung gemetar. “Baik, aku hanya bercanda, hanya bercanda.”

Junkyu merasa dirinya sangat menderita. Ia memegang dua jabatan. Budak kucing sekaligus budak anak; dalam rumah tangga ini, posisinya berada di kasta terbawah.

Pada pukul 20.50, Bubu sedang duduk di meja makan dengan kain kanvas kecil diikatkan di leher, dengan sungguh-sungguh mengisi kertas putih dengan pensil warna.

Junkyu membuatkn serangkaian garis hewan untuknya. Ada sepasang tupai, jerapah dan jangkrik kecil, serta dedaunan pohon, jamur, dan tunggul pohon besar. Semua itu memenuhi seluruh rentang perhatiannya sementara Junkyu sendiri mengambil pisau dapur dan suara pangsit cincang memenuhi dapur dengan penuh semangat.

Awalnya, saat Junkyu sedang memotong daging, Bubu terus-menerus berdiri di sampingnya dengan tangan terselip di belakang punggung, menjulurkan lehernya ke sana kemari untuk mengamati. Anak ini sangat kekurangan kasih sayang. Begitu sulitnya menemukan seseorang yang bersedia menemaninya dengan sabar sehingga dia merasa seolah-olah telah menemukan harta karun yang berharga; Akibatnya, dia tidak rela berpisah dari Junkyu bahkan satu menit pun.

[R] Gradasi Warna - HarukyuWhere stories live. Discover now