Effort

1.4K 161 1
                                    

"Kinara beneran bisa nganter pulang kan, Yang?"

Jani menghela nafas saat mendengar pertanyaan yang sudah berulang kali ditanyakan Rayan sejak menjemputnya di kantor tadi. Dia melepas seatbelt karena sudah bersiap turun kemudian mencondongkan tubuhnya ke arah lelaki yang benar-benar masih menunggu jawabannya.

"Iya, Bapak Arrayan Erlangga Abrisham Afif. Sekali lagi tanya, Bapak bisa dapet voucher omelan Janitra gratis lho. Belum lagi, Kinara bakal ngambek ini kalo tau niat baiknya diragukan gitu. Lagian kalo Kinara nggak bisa nganter, aku masih punya aplikasi taksi online. Aku nggak lupa juga cara pesennya." Cerocosan Jani membuat Rayan menahan tawa. Tampaknya tidak perlu mendapat voucher untuk bisa mendengarkan omelan kekasihnya ini. Ralat, calon istri.

"Baik, Ibu Janitra Rayya Erlangga."

"Kusuma!" protes Jani yang disusul gelak tawa Rayan. "Kamu ih, nyebelin!"

"Maaf, maaf. Abisnya belum juga aku nanya lagi, udah diomelin. Kan gemes, pengen cubit!" Tidak seperti ucapannya, Rayan justru mengusap pelan rambut Jani yang sedang merapikan diri menggunakan cermin di sun visor. Kebiasaannya sebelum turun dari mobil.

Jani hanya mencebik kemudian membuka lengan untuk memeluk Rayan dan mencium pipinya sekilas. Dia mengambil tasnya dan hendak membuka pintu sembari berpamitan ketika Rayan menahan lengannya. Jani nyaris kembali protes sebelum terdiam ketika Rayan menahan kepalanya dan melabuhkan kecupan panjang di keningnya. Jani seharusnya ingat kebiasaan baru Rayan satu ini sejak mereka kembali bersama, namun Kinara yang sudah menunggu membuatnya terburu.

"I love you." ucap Rayan setelah mengecup singkat bibir Jani.

"I love you too." balas Jani sebelum melambaikan tangan dan benar-benar turun dari mobil.

Senyumnya masih terulas ketika membuka pintu kafe dan mendapati Rayan masih menunggunya di tempat parkir. Jani tahu Rayan tidak akan pergi sebelum Jani masuk ke dalam. Mengingat itu membuat Jani merasakan kembali hangat akibat banyak hal indah yang belakangan terjadi. Yang otomatis menjadikan senyumnya makin tersungging manis.

Jani langsung mengedarkan pandangan untuk mencari Kinara yang katanya sudah datang lebih dulu. Tidak sulit, karena kafe yang mereka pilih untuk bertemu kali ini tidak terlalu besar. Jani bisa melihat Kinara duduk di tepi jendela kaca yang menghadap ke depan kafe.

"Tumben." adalah kata pertama yang diucapkan Jani sembari menyapa Kinara dengan pelukan. Memang tidak biasanya mereka memilih tempat yang cukup terlihat orang, karena mereka lebih sering berada di sudut ruangan.

"Gue lagi pengen tau, berapa lama waktu yang dibutuhkan pasangan baru buat say goodbye." Jani nyaris mengumpat karena penjelasan Kinara, namun akhirnya hanya tertawa untuk menutupi rasa malunya. "Kayak yang gue duga, lama juga ya, Janitra. Ngapain aja lo?!"

"Biasa lah, harus posesif gemesin dulu dia tuh. Mau tau detailnya nggak?" Jani membalas godaan Kinara.

"Makasih banyak tawarannya." Kinara bergidik ngeri. "Tapi gue nggak bisa bohong, you look shiny. Aura jatuh cintanya tuh menguar banget. Jadi gimana rasanya balikan?"

Jani kembali tersenyum disela memilih menu dari ponselnya. Ekspresi itu sepertinya cukup mewakili bagaimana perasaannya setelah kembali bersama Rayan. Yang dikatakan Kinara memang tepat sekali, dia sedang jatuh cinta. Atau sebenarnya rasa itu memang selalu ada untuk Rayan. Karena kembali bersama Rayan satu bulan ini, tepat di malam Rayan masuk rumah sakit akibat kecelakaan, Jani menyadari rasanya masih sama seperti bertahun lalu ketika mereka bersama.

"Nah, kan! Malah mesem-mesem sendiri. Tiati gila lo!" Kinara berujar ngeri.

Jani menyimpan ponsel setelah urusan pesan makanan selesai. Kali ini dia benar-benar tersenyum pada sahabatnya itu.

Zo-Na-Nya-Man-TanWhere stories live. Discover now