0.9

744 39 0
                                    


[Re, lusa gue sidang. Datang yaaa😁]

Dalam perjalanannya menuju tempat kerja, pesan masuk dari Haga membuatnya tersenyum. Lelaki itu sudah hampir selesai.

[Pastiii. Nanti gue bawain kembang 7 rupa🤗]

Helaan nafasnya terdengar berat. Setelah memasukkan ponsel ke saku, dia menatap jalanan yang pagi itu padat.

Semalam dia merevisi ulang skripsinya mati-matian. Berharap untuk pertemuan selanjutnya dengan Pak Hawiyah, dia sudah bisa naik level ke seminar proposal.

Rasanya seperti tertinggal jauh. Disaat teman-temannya sudah akan sidang bahkan ada yang sudah mendaftar wisuda, dirinya masih berkutat dengan skripsi yang penuh revisi.

Bus berhenti, beberapa orang termasuk dirinya ikut turun. Pagi ini dia memilih untuk bekerja full time, mengingat tak ada jadwal apa pun hari ini. Dari pada menghabiskan waktu tak berguna di kosan, lebih baik bekerja dan menghasilkan uang.

Baru akan melangkah, dering ponselnya sedikit mengganggu. Dia lihat si penelpon adalah Mama. Tumben Mama menelpon di pagi hari.

"Halo, assalamu'alaikum?"

"Wa'alaikumsalam, Mbak..."

Itu bukan suara Mama.

"Ini siapa ya yang pegang hp Mama?"

"Kinar, Mbak."

Ternyata sepupunya. Anak dari Pakde Wiwit.

"Iya Kinar, ada apa? Tumben telpon pagi-pagi?"

"Mbak.." lama hening, tapi terdengar beberapa isak tangis di ujung sana. Perasaan Regina jadi tak karuan. Apa ini?

"Kinar, ada apa?" Desaknya.

"Pulang, Mbak. Oma meninggal."

**

Haga menghela nafas gugup berkali-kali. Setengah jam lagi dia akan memasuki ruangan tempat sidang skripsinya.

Berkali-kali juga dia mengedarkan pandangan, mencari sosok Regina. Tapi nihil, perempuan itu seperti hilang ditelan bumi. Ponselnya juga tak aktif.

Satu tepukan mampir di bahunya. "Nyariin siapa dah? Ini kita-kita udah pada disini nih," kata Boim, salah satu teman akrabnya.

"Yaelah, kayak pada gak tau aja. Nungguin pacarlah, siapa lagi," sahut Rohim yang hari ini turut ikut hadir memeriahkan sidang skripsinya.

Terhitung ada lima temannya yang datang. Itu pun hanya sebagian karena ada beberapa lagi yang mengabari akan hadir setelah sidang selesai. Ya begitulah, Haga dan relasinya yang lumayan banyak.

"Yang Regina itu ya?" Tanya salah satu temannya.

"Iyalah, yang paling deketkan itu. Yang lain mah cuma relasi," Rohim menyahut.

Haga mendengus. Lama-lama Rohim jadi mirip juru bicaranya.

"Gue masuk dulu," Haga berdiri, merapikan kemeja serta dasinya. Dia lihat ruangan sidang sudah terbuka.

Sorak sorai semangat dari temannya membuat gugupnya sedikit hilang. Semoga saja tak ada pengulangan dan dia akan segera wisuda.

Selama hampir dua jam dia mempersentasikan isi skripsi yang dia garap 5 bulan lamanya. Menghela nafas lega ketika disambut dengan pujian oleh dosen penguji. Haga dinyatakan lulus.

Hidden MemoriesWhere stories live. Discover now